Terdakwa Korupsi Rp105 M jadi Tahanan Rumah

Senin, 14 Januari 2013 – 08:29 WIB
MEDAN - Komisi Yudisial (KY) segera menelusuri beralihnya status penahanan Kadis PU Deliserdang Ir Faisal dan Bendahara Dinas PU Deliserdang Elvian. Dimana sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan menetapkan kedua terdakwa tersebut dari tahanan Rutan (Rumah Tahanan) Tanjung Gusta Medan menjadi tahanan rumah.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki yang dikonfirmasi mengaku terkejut dengan 'janggal'nya keputusan majelis hakim. Sebab beralihnya status tahanan kedua terdakwa tidak dibacakan di depan umum oleh majelis hakim.

Pihaknya menilai tindakan majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi anggaran proyek pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU Deli Serdang yang merugikan negara sebesar Rp105,83 miliar itu menyalahi hukum acara.

"Nggak bener itu. Udah nggak bener. Itu namanya menyalahi hukum acara. Pengadilan mana itu? Coba nanti kirim kan datanya. Biar nanti kami selidiki. Saya juga baru tau soal ini. Itu namanya 'pengadilan unfair proses' atau proses pengadilan yang tidak fair yang menimbulkan pelanggaran terhadap hukum acara dan kode etik pedoman perilaku," tegasnya kepada Sumut Pos (Grup JPNN), Minggu (13/1).

Bahkan dirinya juga mempertanyakan alasan majelis hakim menetapkan kedua terdakwa sebagai tahanan rumah. Sebab pernyataan sakit untuk terdakwa harus dikeluarkan oleh dokter independent. Namun dalam hal keterangan sakit dikeluarkan oleh RS Sari Mutiara Lubuk Pakam. Selain itu, katanya, jika kedua terdakwa memang sakit, seharusnya dibantarkan di rumah sakit.

"Kalau memang sakit, harusnya dokter independet yang memeriksa. Ada ketentuannya. Sakit ya memang harus dirawat di rumah sakit dan harus dibantarkan. Ini modus mereka aja itu. Tapi saya berterima kasih informasinya. Karena sebelumnya saya nggak tau soal ini. Tolong nanti SMS kan ke saya siapa majelis hakimnya. Aneh-aneh aja sebenarnya pengadilan itu," urainya lagi.

Saat disinggung kedua terdakwa dijemput oleh perwakilan jaksa Jhon Wesly pada malam hari yakni Rabu (9/1) sekira pukul 23.40, Suparman mengatakan bahwa proses peralihan tahanan harus dilakukan pada saat jam kerja di siang hari.

"Itu juga nggak bener. Harusnya dilakukan pada saat jam kerja. Itu proses-proses hukum yang harus dilakukan secara transparan. Tidak boleh pada saat malam hari mereka dibawa. Kalau memang harus dijalankan, itu pagi hari, bukan malam. Jam 12 malam itu mau ngejar apa". Kalau memang sudah malam, itu harus ditunggu pagi harinya. Nah, ini yang saya katakan aneh," tegasnya.

Ditambahkan Suparman, keberadaan Komisi Yudisial sendiri adalah untuk mengawasi etika dan perilaku para Hakim di Indonesia. Untuk itulah pihaknya segera menurunkan tim untuk menyelidiki perkara tersebut. "KY itu jelas. Kita akan telusuri itu. Akan kita turunkan tim kesana (PN Medan). Kita juga akan minta kejelasan dari pihak pengadilan. Senin atau Selasa akan saya perintahkan tim menelusurinya," ungkapnya.

Berdasarkan dakwaan yang dibacakan JPU dipersidangan sebelumnya, disebutkan bahwa Faisal selaku Kadis PU Deliserdang melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU Deliserdang dan Agus Sumantri (berkas terpisah) selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) Deliserdang.

Ketiga terdakwa mengorupsi anggaran proyek pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU Deli Serdang dengan anggaran Tahun 2010 sebesar Rp178 miliar sehingga negara dirugikan sebesar Rp105,83 miliar dengan perincian pembayaran kegiatan pada tahun anggaran terdahulu Rp83 miliar, pengurangan fisik pekerjaan Rp15 miliar, pengurangan pajak Rp3 miliar dan rekening koran berupa transaksi atas nama Elvian sebesar Rp3,7 juta.

Modus yang dilakukan para terdakwa yakni dengan mengalihkan kegiatan- kegiatan yang terdaftar dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PU Deliserdang dari kegiatan bersifat tender (lelang) menjadi kegiatan swakelola, menggunakan anggaran tahun 2010 tersebut untuk membayar kegiatan-kegiatan pada tahun anggaran sebelumnya, yakni 2007,2008, 2009 dan 2010 serta menunjuk perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hakim menyidangkan perkara itu berjumlah lima orang dengan hakim ketua Denny L.Tobing serta beranggotakan hakim Sugiyanto, Jonner Manik, Kemas Ahmad Jauhari dan Denny Iskandar.

Terpisah, Kajari Lubukpakam, Khairil Aswan saat dikonfirmasi Sumut Pos via selulernya tidak ada jawaban. Begitu juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Lubukpakam PDE Pasaribu yang menjadi jaksa penuntut dalam perkara itu saat dikonfirmasi melalui selularnya hanya seorang perempuan yang menjawab. "Oh bapak lagi pergi sama temannya. Nanti aja ya," ujar wanita yang mengaku sebagai istri PDE Pasaribu.

Sebelumnya, Dharmabella Timbaz selaku tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan sebelumnya tim penyidik dalam perkara ini, saat dimintai keterangannya menyampaikan  bahwa permohonan kedua terdakwa dimasukkan ke majelis hakim dengan alasan sakit. Begitupun, pihaknya mengatakan beralihnya status tahanan kedua terdakwa harus dibacakan d idepan umum oleh majelis hakim.

"Saya dapat informasi penetapannya diserahkan setelah satu jam selesai sidang. Biasanya penetapan disebutkan di persidangan. Kami terima kabar penetapan itu pada siang hari. Itu kewenangan hakim dan kami hanya menjalankan. Kalau masalah pelaksanakan penetapan, kami hati-hatinya begini, kalau kami tahan-tahan nanti HAM alasannya. Selesai urusan administrasinya di Rutan malam itu sekitar pukul 00.30 WIB," urai mantan Kasipidsus Kejari Medan itu. (far)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditemukan Pasir Hisap Di Gunung Panderman

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler