jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Yohanis Fransiskus Lema menegaskan Indonesia adalah negara Pancasila. Oleh karena itu, segala aktivitas berserikat atau berorganisasi atau berkumpul harus berlandaskan pada ideologi Pancasila.
Hal ini diungkapkan oleh Anggota DPR RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut di Jakarta pada Jumat (1/11/2019).
BACA JUGA: Izin untuk FPI Terhambat Masalah Tanda Tangan Habib Rizieq?
Pria yang akrab disapa Ansy Lema tersebut menanggapi arahan Menteri Agama Fachrul Razi yang menyatakan bahwa tidak akan memberikan rekomendasi bagi ormas yang masih mencantumkan kilafah dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)-nya, termasuk Front Pembela Islam (FPI).
Menurut Ansy, setelah ditetapkan pada 18 Agustus 1945, Pancasila adalah pandangan hidup, filsafat, dasar dan ideologi negara yang final. Maka Pancasila seharusnya menjadi pijakan, dasar dan pegangan ideologis bangsa. Tanpa pegangan ideologis, perjalanan sejarah bangsa Indonesia akan mudah diombang-ambingkan. Maka aktivitas kewargaan, termasuk keormasan harus menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi.
BACA JUGA: Respons DPR Soal Izin SKT FPI
“Pancasila telah menjadi penuntun kita dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, yang boleh hidup di bawah pemerintahan Indonesia hanya yang sejalan dengan nafas Pancasila, termasuk aktivitas keormasan,” tegas Ansy.
Ansy menjelaskan bahwa Pancasila adalah pemersatu kebhinekaan Indonesia. Karena Bung Karno dan para pendiri Republik Indonesia menyadari bahwa realitas keragaman Indonesia, selain berpotensi sebagai aset, namun jika tidak dikelola secara baik, justru bisa menjadi beban, makanya para pendiri bangsa mewarisi Pancasila sebagai ideologi negara yang mengikat pluralitas Indonesia untuk mencegah disintegrasi bangsa.
BACA JUGA: Prabowo Resmi Jadi Menteri Jokowi, FPI Bakal Jaga Jarak
Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi memberikan kebebasan penuh bagi masyarakat untuk membentuk organisasi ataupun berkumpul. Hanya saja, kebebasan berserikat dan berkumpul tidak berarti bebas sebebas-bebasnya. Masyarakat harus memahami bahwa kebebasan memiliki kaidah atau etikanya, yaitu harus berideologikan atau sejalan dengan Pancasila.
“Pancasila adalah konsensus dasar bernegara, selain UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Akibatnya, Pancasila –seperti kata Bung Karno- merupakan bintang penuntun bangsa (leistar) yang harus menjadi patokan etis bagi aktivitas bernegara, termasuk aktivitas keormasan,” beber Ansy.
Jika kaidah tersebut tidak dipatuhi oleh masyarakat, lanjut Ansy, tentu pemerintah harus mengambil sikap tegas dalam kerangka kepentingan bermasyarakat dan bernegara yang lebih luas. Pemerintah tidak boleh membiarkan adanya ideologi-ideologi lain seperti ideologi khilafah hidup dan berkembang di masyarakat.
“Kesatuan dan keutuhan NKRI yang plural dan multikultural adalah tujuan besar yang harus selalu dijaga. Pancasila adalah penjaga kita dari perpecahan,” terangnya.
Hanya saja, Ansy melanjutkan, pembubaran ormas yang tidak sejalan dengan Pancasila harus dilakukan melalui jalur konstitusional, yakni hukum. Indonesia adalah negara hukum sehingga pemerintah pun harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam melakukan pemberian sanksi ataupun penertiban ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
Pada kesempatan tersebut, mantan dosen tersebut mengingatkan bahwa Pancasila berada dalam himpitan dua ideologi transnasional, yakni fundamentalisme agama (neo-teokrasi) dan fundamentalisme pasar (neoliberal). Kedua ideologi transnasional tersebut menghambat perwujudan nilai-nilai Pancasila, bahkan pada titik ekstrem melakukan diskrebilitas sistematis terhadap ideologi Pancasila.
“Karena itu mari memperjuangkan Pancasila, tidak hanya dalam level diskursus, tetapi terwujud dalam kerja-kerja konkret pewujudnyataan Pancasila dalam hidup sehari-hari. Ancaman terhadap Pancasila harus dihadapi secara terus-menerus dengan menggelorakan militansi Pancasila dari level diskursus paradigmatik hingga level aksi-implementasi,” ajaknya.
Sebagai informasi, Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI di Kemendagri habis sejak 20 Juni lalu. Ormas yang dideklarasikan pada 1998 di Pondok Pesantren Al-Umm, Ciputat tersebut sudah mengajukan perpanjangan, namun belum dikabulkan oleh Kemendagri karena persyaratan yang belum lengkap. Salah satunya adalah surat rekomendasi dari Kementerian Agama.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich