jpnn.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah banyak menimbulkan dampak yang luas kepada rakyat Indonesia. Untuk melakukan upaya penanganan saat dan pemulihan pasca pandemi, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Perppu yang sudah disahkan menjadi UU tersebut, memberikan amanat kepada Pemerintah dan lembaga terkait untuk perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan dalam masa dan pasca pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Syarief Hasan Apresiasi Kerja Keras dan Ketegasan Ketua Gugus Tugas COVID-19
Dalam perjalanannya, muncul usulan agar salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya penanganan pandemi untuk mencetak uang baru hingga Rp 600 triliun. Usulan tersebut kemudian direspons oleh Gubernur BI Perry Warjoyo bahwa tidak mungkin melaksanakan kebijakan tersebut karena bukan kebijakan moneter.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan mengungkapkan bahwa dirinya sebelumnya sempat melemparkan permintaan agar pemerintah berhati-hati bila ingin merealisasikan rencana mencetak uang baru Rp 600 trilliun. Sebab, kebijakan tersebut akan mendorong meningkatnya inflasi serta menurunkan daya beli rakyat.
BACA JUGA: Partai Demokrat Mulai Distribusikan Paket Sembako untuk Lansia, Semoga Bermanfaat
“Ternyata permintaan agar pemerintah hati-hati, ditanggapi positif oleh Gubernur BI. Mengapa pemerintah harus hati-hati? Sebab kebijakan yang akan ditempuh tersebut, bisa menaikan defisit di atas 3% (diizinkan Perppu No. 1 tahun 2020),” kata Syarief, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Melihat analisa tersebut terutama potensi kenaikan defisit, Syarief Hasan menekankan, apakah pemerintah akan mencari utang baru. Sedangkan saat ini saja utang Indonesia sudah mencapai lebih dari Rp 6000 Trilliun. Artinya, utang rakyat akan semakin meningkat tajam. Debt Ratio Indonesia juga akan meningkat tajam bisa mencapai 60-70% ( Era SBY sudah turun dari 56 % jadi 24 %) dan kini sudah naik lagi ke 30%.
BACA JUGA: AHY Kembali Melepas Ribuan Bantuan Kemanusiaan Gerakan Nasional Partai Demokrat Peduli dan Berbagi
“Hal tersebut akan mendapatkan respons negatif dari investor dan pasar,” tegasnya.
Pimpinan MPR dari Partai Demokrat ini mengungkapkan, untuk menghindari berbagai dampak negatif tersebut bisa diterapkan beberapa strategi. Salah satunya adalah, melakukan realokasi anggaran proyek-proyek infrastruktur seperti anggaran calon ibu kota baru serta melakukan berbagai penghematan anggaran lainnya secara terukur dan transparan, seperti anggaran untuk program pelatihan online kartu prakerja.
“Pada intinya, rakyat ingin setiap penggunaan anggaran adalah untuk menjamin kepentingan kesehatan serta ekonomi. Dan, metode penyalurannya, harus langsung menyentuh rakyat dalam skala prioritas seperti bantuan BLT dan bantuan sosial lainnya, bukan dalam bentuk pelatihan online kartu prakerja yang saat ini kurang tepat dan bukan prioritas,” ujarnya.
Syarief Hasan berharap agar pemerintah harus sangat berhati-hati dalam hal tersebut. Jangan sampai terlalu membebani rakyat yang kini makin sulit terdampak pandemi Covid-19. “Utamakan program untuk kepentingan kesehatan rakyat dan persiapan untuk economy recovery pasca pandemi Covid-19,” pungkasnya.
Terakhir, Syarief Hasan yakin pemerintah tentu akan melakukan apa pun baik strategi kebijakan fiskal maupun moneter yang akan ditempuh untuk melanjutkan pembangunan karena sudah didukung Perppu.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich