Tujuh puluh lima tahun yang lalu pada tanggal 27 September, pada puncak Perang Dunia II, pilot pesawat pembom Jepang mengira komunitas Aborijin yang terpencil di Australia Barat sebagai pangkalan militer.

Empat anak, seorang perempuan, dan seorang pemuka agama tewas dalam serangan yang terjadi berikutnya di Kalumburu, di bagian utara negara bagian itu.

BACA JUGA: Chairman ABC Justin Milne Mundur Setelah Pecat Direktur Pelaksana Michelle Guthrie

Dalam apa yang digambarkan sebagai "upaya tak lazim", sebuah instrumen organ yang disumbangkan ke gereja Katolik lokal oleh Nazi juga hancur ketika para perampok menembaki bangunan dengan senapan mesin mereka.

Sekitar 36 pesawat diperkirakan terbang di atas Kalumburu pada 27 September tahun 1943.

BACA JUGA: Remaja Disabilitas Diculik dan Dibuang dari Jembatan di Sydney

Teror mengejutkan komunitas kecil

Serangan itu terjadi di wilayah Kwini dan Kulari, tempat Misi Katolik dijalankan pada 1900-an setelah para biarawan Benediktin pindah ke daerah itu.

Banyak orang Aborijin hidup secara tradisional di tanah mereka selama Perang Dunia II, termasuk nenek Vanessa Adams, Dolores Ceinmora, yang adalah seorang gadis muda pada saat itu.

BACA JUGA: Polisi Australia Sita Mobil Mewah Lamborghini Bagian dari Kejahatan Narkoba

Adams mengatakan neneknya sedang berada di sebuah gua ketika ia melihat pesawat terbang tersebut, tetapi ia tidak tahu benda apa itu.

"Ia sangat ketakutan," kata Adams.

"Ia mengira itu burung besar yang berisik." Photo: Turis menginspeksi puing dari pesawat era PD II yang jatuh di dekat Kalumburu, ujung utara Australia Barat. (Supplied: Scott Gilchrist)

Dolores Ceinmora sangat takut, ia tak pernah memberi tahu siapa pun apa yang dilihatnya.

Tak sampai jauh di kemudian hari ketika ia mengerti hubungan antara hari itu dan kematian akibat pemboman Jepang.

"Ketika ia semakin tua, ia duduk di dekat perapian dan mengatakan kepada kami," kata Adams.

Adams melukis gambar dari cerita neneknya untuk mencatat sejarah tersebut.Gereja kehilangan

Pastor Anscar McPhee tinggal di Kalumburu selama hampir 30 tahun sejak 1984.

Ia mendirikan Museum Kalumburu Mission dan mengumpulkan cerita dari serangan itu. Photo: Vanessa Adams melukis pengalaman neneknya selama serangan Jepang dalam PD II. (Supplied:ABC Open)

Ia mengatakan, kematian empat anak Aborijin sangat tragis karena hanya ada sedikit anak di komunitasnya, yang memiliki tingkat kelahiran yang rendah.

"Setelah pemboman saya diberitahu Anda bisa mendengar ratapan di tengah masyarakat, berduka atas kehilangan yang tragis itu," kata Pastor McPhee.

Salah satu korban tewas adalah Pastor Thomas Gill, yang mencoba melindungi perempuan dan empat anak dalam tempat persembunyian selama serangan itu.

Namun, sebuah bom mendarat tepat di tempat mereka bersembunyi.

Kematian Pastor Thomas dilaporkan secara luas, tetapi nama dan kematian para perempuan dan anak-anak Aborijin tidak dilaporkan secara luas di media. Photo: Artikel surat kabar yang melaporkan kematian Pastor Thomas Gill. (Trove: National Library of Australia)

"Itu adalah kesedihan dan kepedihan yang luar biasa," kata Pastor McPhee.

Jepang awalnya membantah melakukan serangan itu, tetapi sekarang mereka mengakui bahwa pihaknya mengira tempat tersebut adalah pangkalan militer yang canggih.Serangan itu diingat

Uskup Christopher Saunders, Uskup Katolik Broome dan Kimberley, mengatakan kisah itu telah diperingati masyarakat, tetapi traumanya mungkin telah membuat banyak orang enggan berbagi pengalaman mereka.

"Itu adalah momen yang menyedihkan," kata Uskup Saunders.

Tetapi beberapa anekdot tetap bertahan, termasuk peluru yang menembus dan menghancurkan instrumen organ yang telah disumbangkan oleh Adolf Hitler dan pemerintahannya.

Bagaimana hal itu bisa menjadi nyata sama-sama tak bisa dipercayai seperti halnya ketragisan pemboman itu. Photo: Kalumburu dulunya lokasi kekerasan dan kehancuran selama PD II. (Emily Jane Smith)

Pada tahun 1932, penerbang Jerman, Hans Bertram dan Adolf Klausmann, memulai penerbangan keliling dunia, tetapi terpaksa mendarat di Kimberley, kalah dan kehabisan bahan bakar.

Orang-orang itu kemudian mengalami cobaan 39 hari, menggunakan pesawat mereka sebagai pesawat rakit, berlayar dari pantai Kimberley utara ke Kalumburu di mana mereka ditemukan mendekam di gua dan diselamatkan.

"Organ itu adalah hadiah dari Pemerintahan Nazi," kata Uskup Saunders.

"Jadi ada keanehan di balik semua ini."

Instrumen organ itu tidak lagi ada di gereja, tetapi Uskup Saunders mengatakan ia pernah melihatnya, bersama dengan surat yang berisi ucapan  terima kasih kepada para misionaris dan warga Aborijin setempat. Photo: Pemerintah Nazi mendonasikan instrumen musik ke komunitas Aborijin di pedalaman Australia. (Reuters: file)

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Database Kontroversial India: Atur Bansos Hingga Penerbitan Paspor

Berita Terkait