Ternyata Saksi Benarkan Kampus SGU Masih Ngutang Tanah dan Bangunan

Jumat, 11 November 2016 – 03:50 WIB
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - TANGERANG – Sidang perdata lanjutan  gugatan pembatalan pengikatan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah dan bangunan yang dilakukan antara  PT Bumi Serpong Damai (BSD) terhadap PT Swiss German Uni (SGU), kembali digelar baru-baru ini.

Dalam sidang kasus pembatalan pembelian lahan dan bangunan  milik BSD, pihak tergugat (PT SGU) menghadirkan Chris Kanter sebagai saksi.

BACA JUGA: Pohon dan Tiang Listrik Roboh, Layanan Transjakarta Terganggu

Di awal persidangan, kuasa hukum PT BSD menyatakan keberatan dengan saksi yang dihadirkan.

Alasannya, saksi adalah suami dari pihak tergugat, Prikanti Kanter yang menjabat Presdir di PT SGU.

BACA JUGA: Batal Blusukan, Ahok Khawatir Warga di Kedoya Utara Terluka

Menurut kuasa hukum PT BSD, larangan menghadirkan saksi yang memiliki hubungan keluarga dengan pihak tergugat tercantum dalam pasal 145 HIR.

Dalam pasal 145 ayat 2 HIR ditegaskan, yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah, istri atau suami dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian.

BACA JUGA: Truk Terbalik di KM 11 Joglo, Lalin Macet Total

Meski kuasa hukum PT BSD keberatan, tapi hakim memutuskan tetap mendengarkan keterangan saksi dengan catatan dan di bawah sumpah.

Sidang Majelis Hakim dipimpin Wahyu Widya dengan Tuty Haryadi dan Yuferry F Rangke sebagai anggota.  

Dalam sidang kemarin, saksi Chris Kanter yang duduk sebagai Dewan Pembina di YSGUA dan juga salah satu pemegang saham di PT SGU ini mengakui, tanah dan bangunan stage I  sudah diterima sejak Januari 2010 dan digunakan untuk kampus SGU.

Namun sejak tanah dan bangunan milik PT BSD dipinjampakai,  pihak PT SGU, belum pernah membayar cicilan atas pembelian tanah dan bangunan.

Menjawab pertanyaan hakim, saksi mengaku pernah menerima surat tagihan dari PT BSD terkait pembayaran atas tanah dan bangunan.

Namun, selalu diterima terlambat karena surat dikirim ke alamat sementara.

Saksi juga mengetahui ada perjanjian pembayaran secara periodik  yang diatur dalam PPJB.

"Pembayaran baru akan dilakukan setelah bangunan stage dua diserahkan PT BSD," ujar Chris.

Ketika hakim menanyakan aturan mana yang menyebut pembayaran baru dilakukan setelah stage dua diserahkan, saksi tidak bisa menunjukkan pasal atau aturan  dalam PPJB.

Hakim juga mempertanyakan, jika pembayaran dilakukan setelah stage 2 diserahkan, mengapa dalam PPJB ada jadwal atau tahapan pembayaran?

Pada bagian lain, saksi juga mengatakan telah menyetorkan dana Rp 70 miliar ke rekening BCA atas nama Yayasan SGUA milik saksi dan keluarganya, bukan ke rekening PT SGU maupun PT BSD.

"Uang tersebut, akan digunakan untuk cicilan pembayaran  tanah dan gedung kampus SGU," imbuhnya.

Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli mantan Hakim Agung Yahya Harahap mengatakan, pihak tergugat berhak membatalkan PPJB karena adanya wanprestasi dari pembeli yaitu tidak pernah membayar cicilan sesuai jadwal yang tertulis dalam PPJB. Itu artinya, penggugat (PT BSD) bisa mengambil kembali lahan yang digunakan sebagai kampus SGU.

‘’Jika ada pengikatan jual beli antara pemilik dan pembeli, maka si pembeli harus melunasinya dulu sebelum diterbitkan akta jual beli (AJB) sebagai syarat pembuatan sertifikat. Kalau belum lunas, sampai kapan pun lahan itu tetap  menjadi hak pemilik,’’ kata Yahya, Rabu (26/10).

Seperti diketahui, pihak PT BSD menggugat pembatalan PPJB terhadap PT SGU atas tanah dan gedung yang dijadikan sebagai kampus SGU.

Pihak SGU melanggar kesepakatan atas pembayaran cicilan tanah dan gedung yang digunakan sejak 2010 lalu kepada PT BSD. Mediasi telah dilakukan berkali-kali tapi gagal.

Akhirnya, PT BSD melayangkan gugatan pembatalan PPJB ke Pengadilan Tangerang. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komandan KRI Teluk Manado Diserahterimakan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler