.
Bermula dari penemuan bom rakitan dari paralon milik Muhammad Thorik di Tambora, Jakarta Barat pada Rabu (5/9) lalu. Selang beberapa hari kemudian, Sabtu (8/9) terjadi ledakan yang entah disengaja atau karena kelalaian pelaku teror di Jalan Nusantara, Beji Depok, yang juga dilakukan oleh Thorik cs.
Sudah pasti aparat kepolisian pontang-panting. Hampir tiap hari pula, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengeluarkan keterangan pers, melayani serbuan wartawan.
Lalu apa dan bagaimana polisi mengantisipasi tumbuh kembang terorisme saat ini? Berikut petikan wawancara khusus wartawan JPNN, Natalia Laurens dengan Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar di kantor Humas Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (14/9).
Regenerasi dalam jaringan teroris terus terjadi. Apa yang dilakukan Mabes Polri untuk memutus mata rantai regenerasi ini?
Kami melakukan penegakan hukum secara konsisten dan berkesinambungan. Artinya jangan sampai penegakan hukum atas jaringan-jaringan ini tidak tuntas, tapi harus diupayakan diputus jaringan itu secara terus menerus.
Tersangka teroris yang ditembak mati atau yang ditangkap kebanyakan memiliki anak. Kabarnya anak mereka dibiayai oleh teman ayahnya yang bisa menjadikan mereka generasi penerus jaringan teroris. Adakah usul Polri agar anak-anak itu dibiayai negara sebagai salah satu cara memutus rantai terorisme?
Bisa saja. Bisa ada program untuk itu. Tapi itu bukan kapasitas saya. Harus ada lembaga lain yang mengurus itu. Kita sudah ada tugas sendiri. Tapi tentunya dipikirkan, supaya mereka bisa terbantu.
Jaringan teroris selama ini terkait dengan pelatihan militer di Poso. Mengapa Poso menjadi salah satu tempat pilihan mereka?
Poso itu kan dari dulu dikenal sebagai daerah konflik jadi banyak sekali sejarah di sana yang menjadikan Poso daerah potensial untuk melakukan itu. Itulah alasan mereka memilih itu. Jadi mungkin pada sebelumnya dianggap masyarakat memberikan suatu dukungan dan mungkin faktor geografis juga mendukung aktivitas yang mereka lakukan.
Polisi sendiri sejak kapan memantau adanya anggota teroris melakukan pelatihan di sana?Apakah Polri mengantongi nama-nama yang terindikasi pernah ikut di sana?
Ini kan sudah sejak beberapa tahun lalu, khususnya ketika Poso diketahui menjadi daerah konflik. Kan itu juga ada langkah-langkah penegakan hukum oleh Polri pada tahun 2006 dan itu menyisihkan berbagai informasi terkait dengan aktivitas kelompok-kelompok yang menjurus pada aksi kekerasan. Itulah awal mulanya. Jadi sejak daerah Poso diidentifikasi sebagai tempat persembunyian dari beberapa pelaku yang diduga lakukan aksi teror.
Pernahkah ada pemetaan, wilayah mana saja yang terindikasi ada jaringan-jaringan radikal yang berpotensi melakukan aksi teror?
Ada. Di Sulawesi ada sekitar dua tempat. Termasuk yang sebelumnya hasil pemetaan yang di Aceh termasuk yang pernah ada di Gunung Merbabu. Kalau untuk di daerah Jawa masih kita selidiki. Tentunya lazimnya kegiatan-kegiatan seperti ini dilakukan dekat dengan wilayah pegunungan dan sekitarnya. Di kaki-kaki gunung untuk menjadikan tempat militer.
Kesulitan terbesar untuk mengetahui jaringan-jaringan terduga teroris ini apa Pak, apalagi kebanyakan mereka sering menyamar?
Aktivitas mereka pada umumnya sengaja berbaur pada masyarakat, dan gerakannya, gerakan bawah tanah kemudian mereka memiliki nama yang bermacam-macam. Satu orang bisa empat, lima nama. Tentunya ini juga dalam rangka identifikasi membuat ada kesulitan. Karena pada intinya mereka menjaga agar jangan sampai terdeteksi. Jadi mereka melakukan aksi itu tidak dengan cara normal. Tapi semua dipersiapkan agar dengan tidak mudah dideteksi. Tujuannya memang sudah dipersiapkan seperti itu arahnya.
Dari pengakuan teroris-teroris terdahulu yang sudah ditangkap, dari mana asal sumber dana mereka?
Bermacam-macam. Ada yang mengumpulkan di antara mereka sendiri. Ada yang pernah mendapatkan bantuan dari jaringan-jaringan yang berada di luar negeri atau ada juga yang melakukan aksi kekerasan dan merampok. Kemudian hasil perampokan untuk mendukung pelatihan. Ada yang membobol sistem online dapat uang banyak lalu dibagi-bagi.
Jika ada yang dapat bantuan dari jaringannya diluar negeri, apakah polisi sudah bisa mendeteksi dari mana asalanya, dengan melakukan tracking rekening yang ada?
Tidak seperti itu. Pakai kurir. Tidak pernah pakai transaksi paksa. Bom Bali I dulu pakai kurir. Dulu dibawa uang kasnya oleh yang sudah menjalani hukuman mati, Muchlas. Termasuk membawa dan membagikan pakai kurir. Tidak ada transaksi. Kalau pun ada, sifatnya operasional sehari-hari mereka, dengan nama-nama yang sudah disamarkan. Ada juga dari simpatisan-simpatisan yang mendukung perjuangan mereka.
Jaringan teroris baru makin pintar membuat bom-bom yang bervariatif untuk mengelabui, apa yang dilakukan polisi dengan cara seperti ini?
Pertama kami imbau kepada penjual bahan kimia ada baiknya sebelum adanya regulasi si pembeli kalau bisa dicatat keperluannya untuk apa. Selama ini kan orang-orang ini bisa membeli dengan bebas bahan kimia untuk merakit bom. Apalagi kalau yang datang orang-perorang yang identitasnya tidak jelas takut disalahgunakan. Jadi imbauan pada penjual bahan kimia untuk mencatat transaksi yang dilakukan.
Sementara untuk masyarakat jika ada aktivitas aneh yang dilakukan sekelompok orang tertentu, harus dicegah dan dilaporkan. Seperti di Tambora, kita apresiasi masyarakat yang kritis melihat ada kepulan asap. Ternyatakan tersangkanya memang sedang merakit bom paralon.
Berbagai teror ancaman bom terjadi belakangan ini melalui pesan singkat telepon seluler maupun panggilan telepon. Bagaimana Polri menanggapi ini?
Kepada masyarakat diimbau tidak boleh main-main pengancaman lewat sms dan telepon. Nanti kena penegakan hukum. Jangan mengancam seolah-olah ada bahan peledak yang mencemaskan masyarakat. Ini perbuatan dilarang hukum. Tentu diimbau tidak melakukan itu. Marilah kita menjaga agar kedamaian dan ketengan masyarakat bisa terwujud
Apakah berbagai aksi teror yang belakangan terjadi di sekitar Jakarta ini ada kaitannya untuk mengacaukan Pilkada DKI Jakarta 20 September nanti?
Kita belum melihat ada indikasi ke arah situ. Dari beberapa peristiwa ini kan motifnya lebih karena kebencian pada polisi yang dianggap thogut. Dulunya motif mereka karena benci pada negara barat, terbukti beberapa peristiwa teror dilakukan pada tempat-tempat di mana ada warga negara asing. Namun, beberapa tahun terakhir bergeser target mereka pada pihak kepolisian yang dianggap menghalangi misi mereka menegakkan negara dengan syariat Islam dan balas dendam karena polisi menangkap para pendahulu mereka. Kemudian aksi teror saat ini juga sebagai bentuk balas dendam pada komunitas Buddha, karena mereka melihat penderitaan warga muslim Rohingya di Burma, Myanmar. Belum ada indikasi sampai ke situ (Pilkada).
Sebentar lagi Pilkada Jakarta, apa tindakan polisi untuk mencegah aksi teror saat pemungutan suara?
Upayanya ditingkatkan, deteksi dininya ditingkatkan, daya cegah dan daya tangkal masyarakat ditingkatkan, siskamling ditingkat. Kegiatan preventif dan penegakan hukum terhadap jaringan-jaringan yang selama ini ada. Ada unsur Polri dan TNI membantu mengamankan Pilkada. ***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saya Tak Memihak Siapa-siapa
Redaktur : Tim Redaksi