jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan akan tetap melarang mantan napi kasus korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2019 mendatang.
Larangan tersebut rupanya menarik perhatian Advokat / Praktisi Hukum Dr. Dea Tunggaesti, S.H., M.M.
BACA JUGA: Kenapa Teroris Pilih Kampus Unri jadi Tempat Merakit Bom?
Meski maksud KPU agar calon wakil rakyat lebih berkualitas dan Pemerintahan bersih dari korupsi, dia tetap menyayangkan keputusan tersebut.
“Seorang terpidana sudah menjalani hukuman artinya “sudah menebus dosa”, harusnya diberikan kesempatan kedua," kata Dea.
BACA JUGA: Menaker Pastikan Indonesia Lakukan Perbaikan Ketenagakerjaan
"Melihat realita pemberantasan korupsi yang masih banyak tebang pilih, korupsi berjamaah tapi yang dihukum hanya sebagian saja. Sehingga sangat tidak adil bagi si terpidana,” lanjutnya.
Wanita yang juga berprofesi sebagai host dan dosen di Universitas Pancasila ini menyarankan untuk melihat undang-undang perusahaan.
BACA JUGA: Iqbal: Penggerebekan Densus 88 di Unri Sesuai Prosedur
"Direksi atau Komisaris yang membuat perusahaan jadi pailit, dilarang menjabat selama 5 tahun. Harusnya itu dapat diterapkan juga, adanya batas waktu tertentu,” ucap Dea.
“Jika larangan ini diberlakukan, seharusnya terpidana korupsi juga dapat mencalonkan diri lagi setelah ada batas waktu tertentu,” tambahnya. (mg7/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Habib Rizieq Dizalimi, Sama saat Prabowo ke Yordania
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh