JAKARTA - Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyatakan, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada, aparat kepolisian memang diperkenankan melepas tembakan ke seorang tersangka dalam sebuah operasi penangkapan.
Namun tidak bisa dilakukan secara sembarangan, apalagi hanya dengan alasan tersangka yang dimaksud melakukan perlawanan. Menurut pria yang juga Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini, penembakan hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu.
"Secara tehnis itu hanya bisa dilakukan jika aparat yang bertugas dalam kondisi berbahaya. Artinya jika terjadi perlawanan di mana kondisi tersebut membahayakan nyawa petugas dan nyawa warga sipil yang ada. Jadi kalau tidak melakukan reaksi, dia (polisi, red) yang tewas atau masyarakat yang tewas," ujarnya kepada koran ini di Jakarta, Senin (29/4).
Kondisi tersebut menurutnya, juga harus dapat dibuktikan. Tidak bisa hanya dikatakan melawan petugas dengan menggunakan pisau, lantas melepaskan tembakan mematikan hingga tujuh peluru seperti yang terjadi dalam operasi penangkapan bandar narkoba yang dilakukan Mabes Polri di Medan beberapa waktu lalu.
"Jadi selain polisi hanya diperkenankan melumpuhkan, tindakan melepas tembakan tersebut juga harus dalam kondisi yang tidak terbantahkan," ujarnya.
Karena itu menurut Adrianus, dalam hal ini perlu pembuktian. Apakah benar tersangka tak terbantahkan melakukan pelawanan hingga membahayakan nyawa sang petugas, atau hanya alasan sepihak.
"Kami tentu menjadikan ini entry point untuk masuk. Karena dalam SOP kepolisian itu sudah cukup jelas, ada bagiannya masing-masing," katanya.
Menurutnya, penyelidikan atas operasi tersebut menjadi tugas Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk menindaklanjutinya. "Namun Kompolnas tentu akan mengawal dalam prosesnya," ujarnya.
Secara ilmu kepolisian, menurut Adrianus, kemungkinan tingkat penyelidikan hanya dapat diarahkan terkait disiplin dan kode etik aparat yang ada.
"Kalau penyelidikan atas pidana, itu jelas terbantahkan. Karena penembakan terjadi saat operasi resmi. Berarti jelas ada perintah untuk melakukan operasi dan ada pimpinan yang bertanggungjawab," katanya.(gir/jpnn)
Namun tidak bisa dilakukan secara sembarangan, apalagi hanya dengan alasan tersangka yang dimaksud melakukan perlawanan. Menurut pria yang juga Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini, penembakan hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu.
"Secara tehnis itu hanya bisa dilakukan jika aparat yang bertugas dalam kondisi berbahaya. Artinya jika terjadi perlawanan di mana kondisi tersebut membahayakan nyawa petugas dan nyawa warga sipil yang ada. Jadi kalau tidak melakukan reaksi, dia (polisi, red) yang tewas atau masyarakat yang tewas," ujarnya kepada koran ini di Jakarta, Senin (29/4).
Kondisi tersebut menurutnya, juga harus dapat dibuktikan. Tidak bisa hanya dikatakan melawan petugas dengan menggunakan pisau, lantas melepaskan tembakan mematikan hingga tujuh peluru seperti yang terjadi dalam operasi penangkapan bandar narkoba yang dilakukan Mabes Polri di Medan beberapa waktu lalu.
"Jadi selain polisi hanya diperkenankan melumpuhkan, tindakan melepas tembakan tersebut juga harus dalam kondisi yang tidak terbantahkan," ujarnya.
Karena itu menurut Adrianus, dalam hal ini perlu pembuktian. Apakah benar tersangka tak terbantahkan melakukan pelawanan hingga membahayakan nyawa sang petugas, atau hanya alasan sepihak.
"Kami tentu menjadikan ini entry point untuk masuk. Karena dalam SOP kepolisian itu sudah cukup jelas, ada bagiannya masing-masing," katanya.
Menurutnya, penyelidikan atas operasi tersebut menjadi tugas Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk menindaklanjutinya. "Namun Kompolnas tentu akan mengawal dalam prosesnya," ujarnya.
Secara ilmu kepolisian, menurut Adrianus, kemungkinan tingkat penyelidikan hanya dapat diarahkan terkait disiplin dan kode etik aparat yang ada.
"Kalau penyelidikan atas pidana, itu jelas terbantahkan. Karena penembakan terjadi saat operasi resmi. Berarti jelas ada perintah untuk melakukan operasi dan ada pimpinan yang bertanggungjawab," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Buronnya Susno Jadi Contoh yang tak Baik
Redaktur : Tim Redaksi