jpnn.com - Memburuknya permasalahan rasisme di Amerika Serikat, penyebaran ideologi dan ujaran rasis pun menunjukkan tren baru.
Kaum rasis di Amerika Serikat telah membuka ruang komunikasi baru di Internet, menggunakan media sosial, musik, permainan, dan platform lainnya untuk melakukan kekerasan dan pelecehan yang meluas terhadap etnis minoritas.
BACA JUGA: Catatan Ketua MPR: Gotong Royong & Menghidupkan Kewajiban Saling Kontrol dan Seimbang
Pria bersenjata yang membunuh 10 orang Afrika-Amerika di sebuah supermarket di Buffalo, New York, pada Mei 2022 telah memposting aksinya tersebut pada aplikasi Discord, sebuah aplikasi komunitas chatting game.
Kemudian, salah satu game di platform Roblox telah memengaruhi pemahaman radikalisme pada penggunanya di Amerika Serikat. Pada Juli 2023, seorang anak laki-laki kulit putih berusia 14 tahun di Massachusetts yang “bermotif rasial” berusaha menenggelamkan seorang anak laki-laki Afrika-Amerika, dan anak laki-laki kulit putih lainnya yang hadir pada saat kejadian tersebut menyebut korbannya “George Floyd”.
BACA JUGA: Jamiyah Batak Muslim Indonesia Menggagas Ikrar Merajut Keberagaman Nusantara
Rasisme di Amerika Serikat telah menunjukkan tren penyebaran transnasional dan telah menjadi pengekspor utama rasisme ekstrem, yang telah membangkitkan kewaspadaan banyak negara.
Bruce Hoffman dan Jacob Ware, yang merupakan Anggota Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat, menerbitkan sebuah artikel di situs web majalah Foreign Affairs pada 19 September 2023 yang berjudul “Kebencian Amerika Mendunia”, yang mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjadi negara pengekspor ekstremisme sayap kanan dan terorisme.
Teori konspirasi, teori superioritas rasial, ekstremisme anti-pemerintah, dan bentuk kebencian dan intoleransi lainnya telah menyebar sejauh ini di Amerika Serikat sehingga beberapa negara mencap kelompok dan warga negara Amerika Serikat sebagai teroris asing.
Kemudian Negara Amerika Serikat telag melanggar kedaulatan dan hak asasi manusia negara lain melalui program “pasukan proxy".
Negara Amerika Serikat demi memastikan dana dan wewenang yang cukup saat operasi di masa depan guna mendukung militer asing, Komando Operasi Khusus Amerika Serikat telah memperjuangkan undang-undang yang dikenal sebagai Pasal 1208, yang pada akhirnya ditetapkan dalam Pasal 127e Judul 10 Kode Amerika Serikat.
Menurut ketentuan ini, Departemen Pertahanan dapat mengalokasikan anggaran tahunan untuk membantu militer asing, paramiliter, dan individu-individu swasta yang “mendukung” operasi kontraterorisme Amerika Serikat.
Katherine Yon Ebright, yang menjabat sebagai penasihat Program Kebebasan dan Keamanan Nasional di Brennan Center, menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 127e, Departemen Pertahanan merekrut, melatih, memperlengkapi, dan membayar gaji militer asing, paramiliter, dan individu-individu swasta, menciptakan pasukan proxy yang mengejar tujuan-tujuan militer bersama dan atas nama pasukan Amerika Serikat.
Sebuah laporan yang dirilis di situs Website Brown University pada September 2023 mengungkapkan bahwa Amerika Serikat telah melakukan operasi yang dikenal sebagai “127e” di negara-negara termasuk Afghanistan, Kuba, Irak, Kenya, Mali, Somalia, Suriah, Yaman, Mesir, Lebanon, Libya, Niger, dan Tunisia.
Menurut laporan di situs web The New York Times pada 14 Mei 2023, program “127e” tidak menyebutkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) — seperti pemerkosaan, penyiksaan, atau pembunuhan termasuk dalam pelanggaran hukum. Sehingga secara tidak langsung itu dianggap diperbolehkan demi tujuan mencapai kepentingan Amerika Serikat.
Jika Bruce Hoffman dan Jacob Ware, mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjadi negara pengekspor ekstremisme sayap kanan dan terorisme, maka dapat di katakan juga bahwa Amerika Serikat tidak konsisten dalam memperjuangkan hak seorang individu untuk hidup, dan mengekspor perilaku tidak baik tersebut kepada negara tetangga dan mitra.
Terbukti dengan kasus rasisme yang semakin meningkat juga Operasi Khusus yang terus menerus dilakukan.
Sehingga, dukungan Amerika Serikat terhadap Israel bisa menjadi hal jelas bahwa Amerika Serikat telah mempertegas sikap yaitu mendukung dilakukannya penyebaran semangat kebencian dan sedang melakukan ekspor terorisme berbentuk negara.
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul