jpnn.com, JAKARTA - CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Dr. Firsan Nova mengatakan bahwa praktisi Public Relations (PR) yang andal memiliki peran besar dalam melakukan pemetaan pada manajemen isu dengan baik.
Sebab, sebaik apapun perusahaan, sejatinya isu dan krisis tidak bisa kita hindari yang akan menjadi bagian dari perjalanan perusahaan.
BACA JUGA: Belasan Perusahaan Ini Raih Top Digital Public Relations Award 2022
Hal yang bisa dilakukan PR adalah melakukan mitigasi dan meminimalisir dampak negatif dari hal tersebut.saat ini isu dan krisis menjadi tantangan perusahaan dalam penjagaan reputasi.
Ditambah lagi tantangan teknologi yang memberikan keterbukaan dan kecepatan informasi, membuat perusahaan makin rentan tertimpa isu maupun pemberitaan negatif.
BACA JUGA: Kementan Raih Penghargaan Top Government Public Relations Award 2021
Hal itu disampaikan oleh Dr. Firsan dalam acara The Iconomics PR Summit 2023, Innovation for Reputation dengan tema Manajemen Isu dalam Dunia Public Relations di JS Luwansa Hotel Kamis, (3/8).
Menurut Firsan ketika terjadi isu, praktisi PR harus proaktif dalam menyuarakan narasi. “Di Nexus, ketika terjadi isu kami membagi menjadi tiga bagian yaitu, terdapat sesi issues taker, balancing narrative, dan issues maker,” jelas Firsan.
Firsan menjelaskan pada fase awal biasanya isu terjadi, kemudian disusul narasi-narasi negatif dalam pemberitaan. Langkah selanjutnya akan melakukan balancing narrative menyuarakan narasi-narasi positif ke publik agar isu negatif dan positif dapat seimbang.
Tahap terakhir adalah melakukan issues maker yaitu mempublikasi ke publik isu-isu positif apa saja yang perlu diketahui.
“Balancing narrative harus dilakukan dalam managemen isu, jangan sampai ada narasi tunggal,” tutur Firsan.
Oleh karena itu, ketika terjadi isu, praktisi PR harus segera melakukan intervensi. Jika tidak, lambat laun krisis akan terjadi dan jika tetap tidak ditangani, maka bisa mempengaruhi kondisi finansial perusahaan.
“Kunci menjadi PR yang bijak adalah ‘mendengarkan’ dan ‘menyuarakan’ karena PR memang dilahirkan untuk bersuara. Namun, poinnya adalah ketika terjadi isu, PR juga harus bisa mendengarkan,” ungkap Firsan.
Firsan juga menambahkan bahwa PR harus pintar membangun relasi dengan cara berinteraksi dan bersosialisasi agar ketika terjadi isu kita telah memiliki banyak kawan bukan lawan.
“Kita di Nexus itu melakukan friends before benefit, kita menjalin relasi sebelum ada krisis dan bisa mengubah musuh menjadi teman,” kata Firsan dalam sesi pertama workshop yang dihadiri oleh para praktisi komunikasi dari berbagai perusahaan tersebut.
Acara yang bertabur tokoh komunikasi ini, berlangsung selama dua hari dengan berbagai rangkaian kegiatan mulai dari seminar, workshop, dan ditutup oleh malam penganugerahan Indonesia PR Awards 2023.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul