jpnn.com - Teror hiu putih yang melegenda di film Jaws terkalahkan oleh megalodon. Menang ukuran, spesies hiu yang sudah punah itu jauhhhh lebih besar. Tiga hingga empat kali lipat. Namun, bagaimana kesuksesannya di layar bioskop?
Warner Bros. merilis The Meg. Film yang dibintangi Jason Statham itu punya plot klasik. Mirip Jaws yang dirilis 43 tahun sebelumnya. Alur ceritanya juga bisa ditebak.
BACA JUGA: Tujuh Ekor Hiu Karang Dilepas Kembali
Jonas Taylor (Jason Statham) dan tim rescue diver mendapat misi. Mereka harus menyelamatkan tim peneliti yang terjebak di kapal selam nuklir yang rusak.
Misi tersebut sukses meski dua krunya meninggal di dalam kapal selam. Namun, Taylor merasa ada yang mengawasi dirinya saat melakukan penyelamatan. Lima tahun berselang, dia dipanggil lagi untuk misi penyelamatan.
BACA JUGA: Mafia Sirip Hiu Martil Akhirnya Tertangkap
Kali ini Taylor diminta menyelamatkan Mana One, kru fasilitas riset laut dalam. Fasilitas itu diserang hiu raksasa. Lokasinya mirip dengan misi Taylor sebelumnya, yakni di Palung Mariana.
Sebelum Taylor ditugaskan, Suyin Zhang (Li Bingbing) -salah seorang anggota tim Mana One yang merupakan mantan istri si tokoh utama- sudah berusaha menyelam di sisi dalam palung tersebut. Dia diserang megalodon atau Meg, sebutan tim buat si hiu.
Untungnya, serangan itu cuma merusak alat selamnya. Misi berdarah tersebut berjalan rumit. Sebab, predator itu menuju ke Teluk Sanya, salah satu pantai padat turis di Tiongkok. Nyawa pengunjung di sana pun menjadi taruhan.
Film besutan Jon Turteltaub tersebut disambut kritik panas. Alur cerita hingga CGI-nya dapat komentar miring. Kontributor Entertainment Weekly Chris Nashawaty menilai The Meg jauh dari ekspektasinya. Efek visualnya biasa. Plot romantis antara Taylor dan Zhang juga enggak terlalu mengena. ''Namun, sebagai film musim panas, The Meg ajaib dan cheesy,'' ungkapnya.
Kontributor New York Times Emily Yoshida juga sepakat The Meg cukup mengecewakan. ''Bosan sekali melihat pertarungan antara manusia dan hiu,'' paparnya.
Menurut kolumnis Rolling Stone David Fear, film The Meg dibuat setengah hati. ''Rasanya seperti nyontek pekerjaan rumah, lalu ditambah sedikit biar beda,'' ujarnya.
Di antara kegagalan-kegagalan The Meg, yang paling disorot adalah ukuran spesies yang hidup 2,6 juta tahun lalu pada era Miosen (skala waktu geologi yang berlangsung antara 23,03-5,3 juta tahun lalu, Red).
Di The Meg, hewan bernama Latin Carcharocles megalodon itu digambarkan memiliki panjang 75 kaki (22,9 m). Si gigi besar (julukan spesies megalodon, Red) ternyata tidak punah semuanya. Ada yang hidup dan bersembunyi di kedalaman.
Klaim tim produksi tersebut dibantah peneliti sekaligus kurator Smithsonian National Museum of Natural History, Hans Sues, di Washington DC. ''Sangat tidak mungkin dan bertentangan dengan teori megalodon yang kami tahu dari jejak fosil,'' tegasnya.
Sues menyatakan, spesies itu memang banyak ditemukan di dunia. Namun, ia hanya berada di perairan dangkal yang hangat. Bukan lautan dalam yang dingin dan minim makanan seperti yang tergambar di film.
Terlepas dari akurasi yang secara ilmiah tidak seluruhnya tepat, The Meg (maupun film-film hiu pembunuh sebelumnya) selalu dapat tempat di hati penonton. Pada pekan pertama tayang, dia sukses meraup USD 150 juta atau Rp 2,19 triliun.
Di Amerika Serikat, film tersebut memperoleh pendapatan USD 45,4 juta (Rp 663,3 miliar). Nominal itu juga lebih tinggi daripada perkiraan kritikus. The Meg diperkirakan hanya meraup total USD 30 juta (Rp 438,4 miliar) pada pekan perdana penayangannya.
Fans pun ternyata tidak benci-benci amat dengan film tersebut. Di CinemaScore, mayoritas penonton memberikan rating B+. The Meg juga didominasi penonton dewasa. Mengutip Box Office Mojo, 68 persen penontonnya adalah kalangan usia 25 tahun ke atas. Jadi, Anda tidak sendirian kalau suka The Meg. (EW/Variety/fam/c14/jan)
Redaktur & Reporter : Adil