The Raid Merantau di Festival dan Pasar Dunia

Minggu, 18 Mei 2014 – 06:16 WIB
ilustrasi, kamera DSLR Nikon. Foto: Nikon

jpnn.com - Film action asli Indonesia, The Raid : Redemption sukses besar menggoyang penikmat film di Negeri Paman Sam, Amerika. Itu film yang diproduksi dan dibintang oleh artis kita sendiri, mampu menembus box office di AS, pernah melejit di urutan 11 sebagai karya seni film yang paling banyak ditonton di bioskop di sana. Artinya: kita bisa! Bukan tidak mungkin!

------------------------------------------

BACA JUGA: Gara-gara Crush, Uthie Mulai Suka Cherrybelle

DON KARDONO, Cannes

------------------------------------------

BACA JUGA: Jadi Director Film Crush, Rizal Mantovani Merasa Tertantang

Sedikitnya 875 layar besar bioskop di negara jagonya entertainment dunia itu sudah memutar film yang diproduksi oleh PT Merantau Films dan XYZ Films ini. Bahkan The Raid yang dibintangi Iko Uwais Iko Uwais, Joe Taslim, Donny Alamsyah, Yayan Ruhian, Pierre Gruno, Tegar Setrya, dan Ray Sahetapy ini pernah menyabet 3 penghargaan bergengsi dunia. Yakni: Cadillacs People’s Choice Award, Toronto International Film Festival 2011 dan The Best Film sekaligus Audience Award- Jameson Dublin International Film Festival.

Bukan hanya itu, film yang diproduseri Ario Sagantoro dan disutradari oleh Evan H Garet ini pernah diikutkan dalam Festival Film Sundance 2012. Hasilnya? Tampil sebagai film favorit versi juri. Film ini bakal dibuat ulang oleh Screen Gems, anak perusahaan Sony Entertainment. Setelah hak siar di AS dibeli oleh Sony Pictures Classic, Sony menggandeng Mike Shinoda dari Linkin Park sebagai penata musiknya.

BACA JUGA: Cherrybelle Tampil Maksimal dalam Film Crush

Film dengan judul “Merantau”, yang juga diproduksi oleh Merantau Film tahun 2009 juga mendunia dengan menggeber pasar AS. Sutradaranya sama, Gareth Evans, Produser Ario Sagantoro, Penulis Gareth Evans dan pemerannya: Uwais Qorny, Sisca Jessica, Christine Hakim, Donny Alamsyah, Yusuf Aulia, Laurent Buson, Alex Abbad, Mads Koudal, Ratna Galih, dan Yayan Ruhian.

“Film Merantau dibeli oleh programmer TV di AS, diputar di AS, dan rakyat kita di AS sangat mengapresiasi karya itu. Di Jerman juga diputar, dan respons atas karya asli Indonesia sangat positif. Artinya, anak-anak Indonesia punya kemampuan untuk bersaing di pasar dunia. Karena itu, melalui film sebagai karya kreatif kita juga telah mempromosikan Indonesia,” kata Syamsul Lusa, Staf Ahli Menteri Parekraf RI, di Cannes.

Karya lain yang pernah diputar di pembukaan Festival de Cannes Clasic 2012, adalah film Lewat Jam Malam, karya sutradara Usmar Ismail, penulis Asrul Sani, dan pemerannya AN Alcaff dan Netty Herawati. Ini sebenarnya film lama, yang direstorasi di laboratorium L’lmmagine Ritrovata, dan diputar lagi 18 Juni 2012. Sebuah karya yang boleh diacungi jempol untuk mendorong ide-ide kreatif baru agar produksi Indonesia terus berkibar di kancah internasional.

“Kami sudah 8 tahun tampil di Cannes, sebagai festival dan marche (market) film terbesar di dunia. Kami juga tampil di Berlinale, Jerman. Kami juga membuka pasar dan memperkenalkan produk film nasional di Los Angeles, AS. Lalu pasar Asia di Hongkong dan Busan, Korsel. Sebentar lagi ada festival di Filipina, yang akan menjadi embrio bagi festival ASEAN. Kami akan berpartisipasi di sana, untuk memperkuat pasar film nasional, sehingga kita punya rumah sendiri, untuk promosi dan kerjasama produksi,” jelas Syamsul yang hadir bersama Direktur Pengembangan Industri Perfilman, Armen Firmansyah.

Seperti diketahui, film itu ada banyak genre-nya. Film juga ada banyak tujuan atau target pembuatannya. Film-film komersial sebagai industri, termasuk kreasi yang bisa menjadi business opportunity, itu menjadi wilayah kerja Kemenparekraf. Sedang film-film documenter, film sejarah, yang lebih sebagai produk keilmuan dan kebudayaan, menjadi tanggung jawab Kemendiknas. Jadi perfilman ini menjadi urusan lintas kementerian. Tetapi, prinsip dan komitmen pemerintah jelas, bahwa film harus dibantu pengembangannya.

John Badalu Matulatan, Penggiat Festival Film menilai posisi film Indonesia di ASEAN sebenarnya sangat eksis. Setara dengan Thailand dan Filipina. The Raid adalah contoh film yang mampu mempertemukan, antara film sebagai produk untuk festival, dan film sebagai produk yang available terhadap market. “Dari The Raid itulah, nama Indonesia sering disebut-sebut dalam pentas dunia,” ucap John Badalu. 

Melihat film itu ada dua hal, menurut John Badalu. Pertama soal jumlah produksi dan kedua soal cerita atau kreativitas. Kalau dari soal cerita, Indonesia tidak kalah. Potensinya besar. Dan kalau sudah urusan cerita ini, tidak lagi terbatas pada Negara. Dari mana saja, kalau kisah dalam film itu bagus, akan tetap diapresiasi public, di mana pun juga.

Kualitas produk itu menghasilkan pasar! Pasar itu mendikte, bahkan memaksa kualitas produk. Darimana harus dimulai? Menggenjot produksi film dan menaikkan mutu? Atau membuka dan membanjiri pasar seluas-luasnya dengan karya-karya film nasional? “Pasar film, industri film dan karya film itu tidak bisa dipisahkan. Mereka sejalan dan seiring. Industri dan pasar akan terbentuk sebagai konsekuensi terhadap produk film yang berkualitas,” kata Alex Komang, Ketua Badan Perfilman Indonesia.

Sementara itu, Gope T Samtani, RAPI Films yang sudah 45 tahun terjun di dunia perfilman, dan 30 tahun ikut Cannes Festival, menyebut dukungan Kementerian Parekraf dalam membuka booth di festival dan pasar Cannes itu sangat berarti. “Kami pernah off, tahun 1998, ketika krisis moneter. Ketika rupiah anjlok, dari Rp 2.500 per USD menjadi Rp 12.000 per USD. Kami tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa import, karena ongkosnya menjadi sangat tidak feasible,” kata Gope.

Tetapi, ketika Kementerian Pariwisata saat itu memfasilitasi untuk berpromosi di pasar film dunia, Gope dan industriawan film lain langsung merespon positif. Seperti mendapatkan oase di tengah padang pasir yang kering, panas dan haus. “Kami sangat senang, karena itu akan mendorong produksi film lebih banyak lagi ke depan,” kata dia.

Tahun 80-an, lanjut Gope, sebenarnya pihaknya sudah mengeksport film ke Jerman, Prancis, Spanyol, Korea dan Taiwan. Pasar sudah sangat terbuka di sana. Dan pasar terus menuju ke global. “Dulu kami pasarkan film dengan judul Primitif, Jaka Sembung, Pasukan Berani Mati, dan lainnya. Respon pasar cukup oke,” ungkapnya. (don/bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Adegan Sepatu Dahlan yang Bikin Dahlan Iskan Nangis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler