DEPOK-Sebanyak 136 Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan 68 Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang ada di Kota Depok terancam tidak bisa menjalankan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Pasalnya, pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk ratusan sekolah itu dari Kementerian Agama (Kemenag) Kota Depok selama tiga bulan tidak turun.
Akibatnya, dana kegiatan operasional seperti pembayaran honor guru hingga kini belum terbayarkan. Selain itu juga pembelian perlengkapan sekolah, seperti buku pelajaran menjadi tersendat. Bahkan, puluhan pemilik yayasan yang menaungi MI dan MTs harus memutar kepala mencari pinjaman untuk tetap beroperasi.
Seperti yang terjadi di Yayasan MI Ianatul Ihwan, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoranmas. Pengelola yayasan itu harus mengumpulkan dana pribadi dan pinjaman untuk membayar gaji tenaga pendidiknya. Belum lagi menyiapkan buku pelajaran kepada siswa kelas 3 dalam menghadapi Ujian Nasional (UN).
”Saya harus pinjam uang dari keluarga dan teman untuk menutupi biaya operasional MI. Dampaknya luar biasa, apalagi jelang UN. Makanya ini menghambat sekali,” keluh Kepala MI Ianatul Ihwan, Indra Karmawan, kepada INDOPOS (Grup JPNN), Minggu (28/4). Indra mengakui, dalam satu bulan harus membayar gaji guru Rp 24 juta melalui kas sekolah.
Di tambahkannya, pihaknya menyediakan pengadaan alat tulis, kegiatan dan perlengkapan lainnya bagi siswa dalam menghadapi UN menjadi terganggu. Bahkan, kejadian itu pun dialami oleh madrasah lain yang ada di Kecamatan Pancoranmas. ”Biasanya tiap tiga bulan dana BOS cair, tapi sampai saat ini belum juga turun. Kalau sudah begini, pemilik yayasan yang mengusahakan biar guru gajian guru dan kegiatan belajar tetap jalan,” cetusnya juga.
Dia menambahkan, setiap tiga bulan sekali pihaknya menerima pencairan dana BOS dari Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jawa Barar sebesar Rp 7,5 juta. Jumlah itu sesuai dengan 300 peserta penerima, karena setiap siswa mendapatkan dana Rp 25 ribu. Jika ditambah dengan dana BOS dari Pemerintah Kota (Pemkot) Depok Rp 3 juta dengan rincian setiap peserta mendapatkan jatah Rp10 ribu/orang.
Maka total yang dia terima tiap bulan Rp 10,5 juta. ”Itu hanya tiga bulan sekali, kalau dihitung dengan pengeluaran Rp 24 juta/bulan masih belum cukup menutupi biaya operasinal. Makanya kami sangat terbantu dengan adanya dana BOS ini,” papar Indra juga.
Senada juga diutarakan Mohammad Abduh, Ketua Komite MI Ar-Rahmaniyah, Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung. Dia mengatakan, resah dengan belum cairnya dana BOS tersebut. Sebab, di tingkat MI semua pembiayaan bersumber dari BOS. Karena, mayoritas siswa didiknya tersebut datang dari keluarga tidak mampu.
”Kami cuma berharap agar dana bisa turun tepat waktu dan bisa dimanfaatkan. Jangan sampai, banyak guru yang belum digaji,” ungkapnya. Abduh mengatakan, setiap tiga bulan pihaknya menerima dana BOS Rp 11.875.000 dengan jumlah penerima 475 siswa. Ditambah dengan BOS tingkat Kota Depok Rp 4.750.000 untuk keperluan membeli buku pelajaran dan persiapan UN.
Namun, karena belum menerima dana bantuan itu operasional sekolah ini terancam tersendat menggelar KBM. Untuk itu pihaknya akan segera mendatangi kantor Kemenag Kota Depok guna mempertanyakan tertundanya pencarian BOS tersebut. ”Kemarin biaya makan guru yang belum dibayar, sekarang dan BOS. Besok apalagi masalah di Kemenag Kota Depok. Kami curiga, jangan-jangan dana itu sengaja diperlambat agar MI dan MTs tidak beroperasi,” cetusnya.
Menanggapi keluhan telatnya pencairan dana BOS selama tiga bulan, Kasie Mapenda Kemenag Depok H Ujang Supriyatna membenarkan. Dia mengaku belum mencairkan dana BOS seluruh MI dan MTs yang tersebar di Kota Depok. Alasannya adalah adanya peraturan dan kebijakan baru dalam sistem pencairan BOS dari Kemenag pusat.
Peraturan itu berlaku secara nasional, yakni dengan mendata ulang jumlah peserta penerima BOS. Serta meninjau kembali badan hukum yayasan yang sudah berdiri. ”Memang BOS belum cair dan ini adalah kebijakan dari pusat. Jadi kami minta pengelola yayasan jangan pernah berpikiran macam-macam. Kalau sudah turun pasti akan kami cairkan langsung ke masing-masing rekening,” ucapnya dengan nada tinggi. (cok)
Akibatnya, dana kegiatan operasional seperti pembayaran honor guru hingga kini belum terbayarkan. Selain itu juga pembelian perlengkapan sekolah, seperti buku pelajaran menjadi tersendat. Bahkan, puluhan pemilik yayasan yang menaungi MI dan MTs harus memutar kepala mencari pinjaman untuk tetap beroperasi.
Seperti yang terjadi di Yayasan MI Ianatul Ihwan, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoranmas. Pengelola yayasan itu harus mengumpulkan dana pribadi dan pinjaman untuk membayar gaji tenaga pendidiknya. Belum lagi menyiapkan buku pelajaran kepada siswa kelas 3 dalam menghadapi Ujian Nasional (UN).
”Saya harus pinjam uang dari keluarga dan teman untuk menutupi biaya operasional MI. Dampaknya luar biasa, apalagi jelang UN. Makanya ini menghambat sekali,” keluh Kepala MI Ianatul Ihwan, Indra Karmawan, kepada INDOPOS (Grup JPNN), Minggu (28/4). Indra mengakui, dalam satu bulan harus membayar gaji guru Rp 24 juta melalui kas sekolah.
Di tambahkannya, pihaknya menyediakan pengadaan alat tulis, kegiatan dan perlengkapan lainnya bagi siswa dalam menghadapi UN menjadi terganggu. Bahkan, kejadian itu pun dialami oleh madrasah lain yang ada di Kecamatan Pancoranmas. ”Biasanya tiap tiga bulan dana BOS cair, tapi sampai saat ini belum juga turun. Kalau sudah begini, pemilik yayasan yang mengusahakan biar guru gajian guru dan kegiatan belajar tetap jalan,” cetusnya juga.
Dia menambahkan, setiap tiga bulan sekali pihaknya menerima pencairan dana BOS dari Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jawa Barar sebesar Rp 7,5 juta. Jumlah itu sesuai dengan 300 peserta penerima, karena setiap siswa mendapatkan dana Rp 25 ribu. Jika ditambah dengan dana BOS dari Pemerintah Kota (Pemkot) Depok Rp 3 juta dengan rincian setiap peserta mendapatkan jatah Rp10 ribu/orang.
Maka total yang dia terima tiap bulan Rp 10,5 juta. ”Itu hanya tiga bulan sekali, kalau dihitung dengan pengeluaran Rp 24 juta/bulan masih belum cukup menutupi biaya operasinal. Makanya kami sangat terbantu dengan adanya dana BOS ini,” papar Indra juga.
Senada juga diutarakan Mohammad Abduh, Ketua Komite MI Ar-Rahmaniyah, Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung. Dia mengatakan, resah dengan belum cairnya dana BOS tersebut. Sebab, di tingkat MI semua pembiayaan bersumber dari BOS. Karena, mayoritas siswa didiknya tersebut datang dari keluarga tidak mampu.
”Kami cuma berharap agar dana bisa turun tepat waktu dan bisa dimanfaatkan. Jangan sampai, banyak guru yang belum digaji,” ungkapnya. Abduh mengatakan, setiap tiga bulan pihaknya menerima dana BOS Rp 11.875.000 dengan jumlah penerima 475 siswa. Ditambah dengan BOS tingkat Kota Depok Rp 4.750.000 untuk keperluan membeli buku pelajaran dan persiapan UN.
Namun, karena belum menerima dana bantuan itu operasional sekolah ini terancam tersendat menggelar KBM. Untuk itu pihaknya akan segera mendatangi kantor Kemenag Kota Depok guna mempertanyakan tertundanya pencarian BOS tersebut. ”Kemarin biaya makan guru yang belum dibayar, sekarang dan BOS. Besok apalagi masalah di Kemenag Kota Depok. Kami curiga, jangan-jangan dana itu sengaja diperlambat agar MI dan MTs tidak beroperasi,” cetusnya.
Menanggapi keluhan telatnya pencairan dana BOS selama tiga bulan, Kasie Mapenda Kemenag Depok H Ujang Supriyatna membenarkan. Dia mengaku belum mencairkan dana BOS seluruh MI dan MTs yang tersebar di Kota Depok. Alasannya adalah adanya peraturan dan kebijakan baru dalam sistem pencairan BOS dari Kemenag pusat.
Peraturan itu berlaku secara nasional, yakni dengan mendata ulang jumlah peserta penerima BOS. Serta meninjau kembali badan hukum yayasan yang sudah berdiri. ”Memang BOS belum cair dan ini adalah kebijakan dari pusat. Jadi kami minta pengelola yayasan jangan pernah berpikiran macam-macam. Kalau sudah turun pasti akan kami cairkan langsung ke masing-masing rekening,” ucapnya dengan nada tinggi. (cok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Diminta Kaji Peran BSNP
Redaktur : Tim Redaksi