Tiga Langkah Kewirausahaan Pesantren versi HIPMI Jatim

Sabtu, 13 Mei 2017 – 15:01 WIB
Wasekum HIPMI Jatim Mufti Anam dalam seminar kewirausahaan di Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Situbondo. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com, SITUBONDO - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur mendorong kalangan pesantren di Jatim mengembangkan semangat kewirausahaan. Hal ini mengingat keberadaan pesantren masih memiliki peran penting, dengan jumlah santri yang mencapai ratusan ribu kaum muda.

”Santri-santri di pesantren harus jadi pelopor. Negeri kita ini masih punya masalah kemiskinan, dan itu harus diselesaikan bersama. Santri-santri harus ambil peran lewat kewirausahaan, sehingga bisa membantu pemerintah mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Santri bisa menjadi ujung tombak penguatan ekonomi umat,” ujar Wakil Sekretaris Umum HIPMI Jatim Mufti Anam, Sabtu (13/5),

BACA JUGA: Jusuf Kalla Dorong Mantan Aktivis jadi Pengusaha

Anam menyampaikan hal itu dalam acara ”Pemuda Berkarya 2017” yang diikuti ratusan santri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo, Sabtu (13/5).

Menurut Anam, terdapat tiga langkah kebijakan yang bisa ditempuh untuk semakin membumikan semangat kewirausahaan di pesantren. Pertama, perubahan paradigma soal kewirausahaan. Harus ditanamkan paradigma bahwa berwirausaha adalah aktivitas mulia, bukan sekadar mengejar nafsu duniawi semata.

BACA JUGA: Mahasantri Harus Berani Bersaing dengan Mahasiswa

”Selama ini masih ada anggapan bahwa orang bisnis itu rakus. Padahal, santri harus berbisnis untuk memperkuat umat, membantu orang lain, memberi beasiswa ke anak-anak muda agar punya pendidikan yang baik, dan sebagainya,” ujar dia.

Untuk mengubah paradigma tersebut, pesantren bisa secara berkala menggelar workshop kewirausahaan dengan mendatangkan pengusaha muslim sukses untuk memberi inspirasi. Ajak juga santri mengunjungi perusahaan yang telah sukses agar para santri semakin bersemangat.

BACA JUGA: MUI Kawal Janji Jokowi Bagi-bagi Tanah untuk Ormas dan Pesantren

Langkah kedua adalah menerapkan kewirausahaan berbasis potensi lokal di sekitar pesantren. Bisnis pesantren ini harus dijalankan SDM lokal pesantren sendiri, menggunakan bahan baku lokal yang mudah dijangkau, dan melibatkan institusi lokal di sekitar pesantren.

”Rangkul kelompok warga, ajak berbisnis bersama, bermitra dengan baik, sehingga pondok dan warga saling mengisi. Warga punya pekarangan yang banyak buahnya, misalnya, itu dikelola oleh santri-santri untuk dibikin minuman, makanan, dan sebagainya,” papar Anam.

Langkah ketiga adalah melakukan pemasaran produk dan jasa pesantren secara berkelanjutan. Menurut Anam, pesantren mempunyai jejaring luas yang bisa dimanfaatkan sebagai jalur pemasaran. Di antaranya adalah jaringan alumni yang tersebar di seluruh Indonesia.

”Aspek pemasaran ini termasuk dari sisi kemasan. Beri bumbu-bumbu marketing yang menarik, misalnya cerita tentang bagaimana produk itu dilahirkan dari pesantren. Manfaatkan pula digital marketing yang jangkauannya luas dan terukur, sehingga produk santri bisa dijangkau lebih banyak konsumen,” pungkas Anam. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menaker Ajak Nahdiyin Gembleng Karakter Anak di Pesantren


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler