jpnn.com, JAKARTA - Pengusutan kasus monopoli cabai rawit merah ternyata berpengaruh langsung pada harga bumbu pedas itu.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim yang memantau perkembangan harga di Pasar Induk Kramat Jati memastikan harga cabai rawit merah turun menjadi Rp 120 ribu dari harga Rp 180 ribu per kilogram.
BACA JUGA: Rica Nona Naik Lagi, Keriting Turun
Penurunan itu karena pasokan cabai rawit merah tidak lagi tersedot ke perusahaan atau industri.
Dirtipideksus Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan, memang penyidik melakukan pemantauan terhadap harga cabai rawit merah di Pasar Kramat Jati, pemantauan itu ditujukan untuk mendeteksi apakah kembali terjadi permainan dalam distribusi komoditi tersebut.
BACA JUGA: Harga Rica Nona dan Keriting Ternyata Masih Mahal
”Hasilnya, ternyata harga cabai rawit merah menurun. Ini tanda yang baik, bahwa apa yang dilakukan Bareskrim berdampak,” paparnya.
Penurunan harga cabai rawit merah ini dikarenakan pasokan secara normal masuk ke Pasar Kramat Jati.
BACA JUGA: Bukan Hanya Cabai Dicuri, Pohonnya pun Dicabuti, Parah!
Berbeda dengan sebelumnya, dimana dari pasokan yang seharusnya 50 ton, justru 80 persennya dialihkan ke perusahaan atau industri. ”Tapi, tidak hanya berhenti di sini lho,” ungkapnya.
Bareskrim juga berkomunikasi secara intens dengan setidaknya tujuh perusahaan yang menawar untuk membeli cabai rawit dengan harga tinggi.
Salah satu yang disepakati dalam komunikasi itu adalah perusahaan menahan diri untuk membeli cabai rawit merah dengan harga tinggi.
”Sehingga, harga di pasaran tidak terpengaruh permintaan yang besar ini,” jelasnya.
Pemeriksaan terhadap tujuh industri yang membutuhkan bahan baku cabai rawit merah ini masih berlangsung.
Ada industri dari Jawa Tengah, ada pula industri dari Jawa Timur.
”Kami mendalami terkait harga beli industri yang begitu tinggi pada cabe rawit merah,” paparnya.
Perusahaan mematok harga Rp 180 ribu per kilogram cabai rawit merah.
Pertanyaannya, mengapa perusahaan bisa mematok harga begitu tinggi.
”Ada kemungkinan karena perusahaan tentunya ingin memenuhi stok bahan baku, sehingga produksi perusahaan tersebut tidak terpengaruh,” ungkapnya.
Dia menuturkan, memang sebuah perusahaan itu memiliki kapasitas produksi yang harus dipenuhi. Kapasitas produksi ini membutuhkan bahan baku yang harus aman dalam jangka waktu tertentu.
”Semua itu sedang disusun semua dan benarkan persangkaan ini,” paparnya.
Persangkaan lainnya, memang ada kemungkinan perusahaan menawarkan harga tinggi untuk membeli cabe rawit merah karena ingin mempengaruhi masyarakat.
Misalnya, mengalihkan konsumsi cabai rawit merah ke sambal instan yang dibuat perusahaan.
”Persangkaan ini tentu harus berdasar pada fakta hukum, seperti bukti. Semua itu tentunya perlu berdasarkan kondisi tersebut. Kita lihat saja bagaimana selanjutnya,” papar jenderal berbintang satu tersebut.
Sementara Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Rikwanto mengungkapkan, ada dugaan masih ada pengepul cabe rawit merah yang dengan sengaja menahan komoditi tersebut beredar.
”Yang sengaja membelokkan barang juga masih ada, semua ini masih dalam penelusuran,” terangnya.
Dia memastikan, Bareskrim berupaya untuk mengawasi rantasi distribusi.
Targetnya, tidak ada lagi pihak yang menyelewengkan atau menimbun komoditi tersebut. ”Jadi, harga bisa normal,” paparnya.
Sebelumnya, Dittipideksus menangkap tiga pengepul cabe rawit merah yang mengalihkan pasokan 50 ton cabe rawit merah yang seharusnya ke pasar Kramat Jati, justru dijual ke tujuh perusahaan.
Ketujuh perusahaan juga sedang dalam pemeriksaan untuk memahami secara utuh kasus tersebut. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Capek Deh...Harga Cabai Masih Mahal
Redaktur : Tim Redaksi