jpnn.com - PARIS - Teror mencengkeram ibu kota Prancis, Paris, dalam tiga hari terakhir. Salah satu megapolitan di Eropa itu berada dalam situasi mencekam setelah tiga tersangka teroris menyekap para sandera di dua tempat terpisah di dalam dan pinggir kota Jumat (9/1). Salah satu drama melibatkan dua pelaku dan satu sandera. Drama yang lain melibatkan satu pelaku dan lima sandera.
Teror tersebut adalah lanjutan drama pembunuhan 12 orang di kantor redaksi majalah satir Charlie Hebdo, Rabu (7/1) dan pembunuhan seorang polwan Kamis (8/1) yang dilakukan orang-orang berbeda.
BACA JUGA: Rentetan Insiden Charlie Hebdo, Masjid di Prancis Dilempar Granat
Dua tersangka penyerangan kantor Charlie Hebdo, yaitu Cherif Kouachi, 32, dan kakaknya, Said Kouachi, 34, yang sedang melarikan diri terkepung di sebuah gudang pabrik percetakan di Kota Dammartin-en-Goele, pinggiran Paris.
Saat aparat sibuk di Dammartin-en-Goele, satu lagi drama penyanderaan terjadi. Kali ini lokasinya terletak di pasar yang menjual makanan dan minuman halal di sisi timur Paris. Pelaku yang diduga kuat adalah penembak polwan, Amedy Coulibaly, menyandera lima orang.
BACA JUGA: Naik Lift Harus Bayar, Bocah-bocah SD Menangis
Setelah beberapa perburuan tidak membuahkan hasil, aparat menemukan Cherif dan Said di salah satu sudut kawasan industri yang berjarak sekitar 30 kilometer dari ibu kota itu. Saat terpojok, dua pria bersenjata tersebut menyandera seorang staf percetakan. Polisi tidak membagi banyak informasi kepada media tentang situasi penyanderaan itu.
"Tim juru runding kepolisian sempat berbincang dengan pelaku melalui telepon. Kepada kami, para pelaku menegaskan bahwa mereka ingin mati sebagai martir," kata salah seorang pejabat pemerintah yang merahasiakan namanya. Konon, aparat sedang bernegosiasi dengan dua pelaku yang memang masuk daftar cekal Amerika Serikat (AS) tersebut.
BACA JUGA: ISIS Paling Rajin Tebar Ancaman di Kantor Redaksi Charlie Hebdo
Selama negosiasi berlangsung, situasi di kawasan industri yang lokasinya tidak jauh dari Bandara Charles de Gaulle itu berubah sangat cepat. Para penembak jitu terlihat mengambil posisi siaga di atap-atap bangunan. Polisi dengan pakaian antihuru-hara dilengkapi tameng dan senjata berjaga di sekitar lokasi penyanderaan. Sejumlah helikopter pun terus berpatroli di dekat percetakan.
Dalam hitungan menit, Dammartin-en-Goele yang biasanya ramai oleh suara mesin pabrik dan aktivitas warga menjadi senyap. Kawasan berpenduduk sekitar 8.000 orang itu tak ubahnya medan perang. "Kota kami terkepung. Kami terpenjara di dalam rumah masing-masing dan hanya bisa mendengar suara bising baling-baling helikopter," kata Michel Carn, penduduk setempat.
Adalah Didier, salah seorang salesman pada percetakan yang dikenal sebagai CTD Printing itu, yang kali pertama mengenali Kouachi bersaudara. Saat itu dia sedang menggelar pertemuan bisnis dengan kliennya, Michel. "Saya kaget melihat dua pria bersenjata Kalashnikov masuk ruangan. Mereka berdiri di sebelah klien saya. Saya pikir mereka polisi," ujarnya.
Tak lama kemudian, Michel menyuruh Didier meninggalkan ruangan. Dua pria bersenjata itu juga menyuruh Didier pergi. Awalnya dia tidak curiga terhadap dua pria tersebut. Tapi, saat salah seorang pria mengatakan bahwa mereka tidak membunuh warga sipil, Didier baru sadar ada yang salah. "Setelah berhasil keluar dari gedung itu, saya segera menelepon polisi. Saya rasa Michel telah menjadi sandera," ungkapnya.
Polisi pun berdatangan ke lokasi. Setelah memastikan dua pelaku penyanderaan itu Kouachi bersaudara, aparat mengerahkan ambulans dan pemadam kebakaran. "Saya harap ambulans ini tidak perlu dipakai," kata Jean-Pierre Mateo, wakil wali kota setempat. Dia juga mengimbau seluruh warga mengamankan diri di dalam rumah masing-masing.
Sementara itu, penyanderaan di pasar makanan dan minuman halal dilakukan sendirian oleh Amedy Coulibaly. Di awal aksinya, pria berkulit hitam tersebut melepaskan tembakan dan berkata, "Kalian semua tahu siapa saya?"
Polisi mengerahkan tim SWAT untuk mengepung pelaku di kawasan Porte de Vincennes tersebut. Kabarnya, sempat terjadi ketegangan antara polisi dan pelaku. Salah seorang sandera bahkan sempat terluka. Selain Coulibaly, aparat berfokus pada seorang perempuan bernama Hayat Boumeddiene yang diduga kuat sebagai komplotan pelaku. Kepada aparat, Coulibaly mengklaim kenal dengan Kouachi bersaudara dan mengancam membunuh para sandera jika polisi menyerbu dan meringkus Kouachi bersaudara.
Meski sebagian besar aparat berfokus pada penyanderaan, investigasi terhadap Kouachi bersaudara tetap berjalan. Belakangan diketahui, Cherif dan Said sama-sama berada dalam daftar individu yang tidak boleh masuk AS. Selama bertahun-tahun, kiprah kriminal mereka juga telah menjadi perhatian intelijen. Bahkan, Cherif pernah mendekam di penjara karena terbukti terlibat terorisme.
Sejauh ini aparat telah mengamankan sembilan orang yang diduga berkomplot dengan Kouachi bersaudara. Mereka tertangkap di beberapa wilayah berbeda. Selain itu, polisi telah menginterogasi sedikitnya 90 orang terkait aksi teror di markas Charlie Hebdo. "Kami masih terus menghimpun informasi tentang kedua pelaku," tegas Menteri Dalam Negeri Bernard Cazeneuve. (AP/AFP/hep/c9/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Serbahitam, Pembantai Surat Kabar di Paris Pakai Mobil Curian
Redaktur : Tim Redaksi