DAMASKUS - Kekerasan yang masih terus mewarnai krisis politik di Syria mencemaskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Apalagi anggota Misi Pengawas PBB di Syria (UNSMIS) sempat terjebak dalam baku tembak oposisi dan pasukan pemerintah. Kemarin (8/6) PBB langsung mengevaluasi penugasan tim khusus tersebut.
Susan Rice, duta besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB, menyamakan 300 individu yang tergabung dalam UNSMIS dengan boneka itik yang menjadi sasaran tembak. "Mereka seperti 300 itik yang menjadi target bidik dalam latihan tembak," ujarnya dalam pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB tentang Syria beberapa waktu lalu. Keselamatan tim UNSMIS, menurut dia, selalu terancam.
Sebenarnya, wajar PBB mencemaskan keselamatan 300 personel UNSMIS yang sudah bertugas selama hampir dua bulan tersebut. Sebab, tidak satu pun dari anggota tim pengawas PBB itu yang menyandang senjata. Sebaliknya, pasukan pemerintah yang agresif melancarkan serangan ke kubu oposisi memiliki senjata lengkap. Para pejuang oposisi pun mempersenjatai diri mereka dengan senapan.
Selain senapan dan meriam, Syria pun kini penuh dengan ranjau dan peledak rakitan ala gerilyawan Iraq alias IED. Bulan lalu, UNSMIS nyaris menjadi korban ledakan IED saat melawat Kota Khan Sheikhun. Untungnya, ledakan itu tidak sampai melukai satu orang pun. Kemarin tim yang diketuai Mayjen Robert Mood pun kembali dihadapkan pada maut. Mereka terjebak dalam baku tembak sengit di Al-Kubeir.
"Tak ada yang terluka. Tim berencana kembali ke Al-Kubeir hari ini (kemarin)," terang UNSMIS dalam pernyataan tertulisnya. Bersamaan dengan itu, DK PBB memerintah Mood mengevaluasi kembali penugasan UNSMIS di Syria. AS berharap, evaluasi tersebut sudah bisa diselesaikan sebelum mandat UNSMIS berakhir pada 20 Juli mendatang.
"Ada beberapa opsi yang bisa ditempuh UNSMIS untuk menyikapi perkembangan terbaru di Syria. Di antaranya, mengirimkan personel tambahan yang dipersenjatai dan menarik tim dari lapangan," ungkap seorang diplomat tinggi PBB yang tidak mau menyebutkan namanya. Tetapi, hingga kemarin, baik DK PBB maupun UNSMIS masih belum mengambil keputusan apa pun.
Sejauh ini, memang tidak ada seorang pun anggota UNSMIS yang menjadi korban di Syria. Namun, kian meningkatnya ancaman terhadap keselamatan personel tim PBB itu membuat sekitar 50 negara yang warganya tergabung dalam UNSMIS protes. "Negara-negara yang terlibat dalam misi ini sepertinya tidak ingin keselamatan warganya terus terancam," kata seorang pejabat PBB.
Kabarnya, beberapa negara mulai mempertimbangkan keterlibatan mereka dalam misi PBB di Syria. Termasuk, AS dan Inggris. "Kami tidak yakin, mandat UNSMIS akan diperpanjang. Apalagi rezim Presiden Bashar al-Assad tidak mau menerapkan konsep damai yang disepakati bersama," papar Rice dalam pertemuan di markas besar PBB di Kota New York.
Sementara itu, Sekjen PBB Ban Ki-moon mengecam kekerasan yang terus terjadi di Syria. "Pembunuhan sedikitnya 78 warga sipil oleh pasukan dan milisi yang loyal terhadap Presiden Bashar al-Assad merupakan aksi barbar yang sangat keji," ungkap diplomat asal Korea Selatan (Korsel) tersebut. Sekali lagi, tokoh 67 tahun itu menegaskan bahwa Syria sudah berada di ambang perang sipil.
Ban menyampaikan peringatan tersebut berdasar laporan Kofi Annan soal konsep damai yang dia rancang untuk Syria. Penerapan konsep damai yang diawali dengan gencatan senjata pada 12 April lalu itu, menurut Annan, sudah tidak efektif lagi. Bahkan, gencatan senjata sudah tidak berlaku. "Konsep damai PBB dan Liga Arab gagal dan harus ada konsekuensi bagi mereka yang tidak mematuhinya," kata Annan.
Kendati demikian, Ban tetap mengharapkan adanya solusi damai untuk menyudahi krisis politik Syria. "Rakyat Syria berdarah-darah. Mereka marah. Mereka mendambakan perdamaian dan kehidupan yang bermartabat. Saat ini, yang mereka butuhkan adalah tindakan," papar Ban tanpa menyebutkan aksi apa yang dimaksud. Namun, Rusia dan Tiongkok jelas menentang segala macam aksi militer terhadap Syria. (AP/AFP/RTR/hep/c1/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paraguay Larang Hewan untuk Sirkus
Redaktur : Tim Redaksi