Tim Penjemput Novel Diduga Dipimpin Polisi Bermasalah

Senin, 08 Oktober 2012 – 06:06 WIB
JAKARTA - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengaku mendapatkan informasi bahwa Kombes Dedy Iriyanto yang menjadi Ketua Tim Penjemput Novel Baswedan, ternyata memiliki masa lalu bermasalah. Berdasar catatan KontraS, Dedy saat menjabat sebagai Kasatserse Polresta Jogjakarta tahun 2002 pernah dilaporkan. Saat itu Dedy masih berpangkat Kompol.

"Ini belum benar-benar resmi, tapi jika informasi ini benar, maka harus adil lah. Kasus yang melibatkan Dedy juga harus dibongkar," jelas Haris pada Jawa Pos, Minggu (7/10).
      
Haris menekankan, jika kasus tersebut terbukti, maka Dedy harus mundur dari penyidikan kasus Novel Baswedan. Saat ini Kontras masih memperdalam informasi terkait kasus Dedy itu.

"Akan segera kita tanyakan pada kawan-kawan kita di Jogja. Yang jelas, kalau kasus tersebut memang betul ada, maka dia tidak etis dan tidak tepat mengurus kasus di mana dia juga jadi bagian dari kasus yang sama. Dan kalau kasusnya terbukti, jelas dia tidak boleh menangani kasus Novel,"tegasnya.
     
Kontras juga merilis data praktik pengabaian kasus dan kekerasan dari aparat polisi di sejumlah daerah di Indonesia periode Juli hingga September 2012. Haris memaparkan pihaknya banyak menerima pengaduan dari masyarakat, khususnya komunitas minoritas keagamaan, etnis, pedagang, petani, buruh, pekerja, mahasiwa, pengusaha, bahkan pengaduan individual. Mereka semua melaporkan adanya praktik pengabaian kasus dan kekerasan yang potensial menimbulkan pelanggaran HAM dari aparat polisi.
     
Haris menyebutkan, setidaknya 40 kasus menunjukkan kecenderungan adanya pengabaian kasus maupun ketidakmampuan polisi dalam mencegah dan mengusut kasus-kasus kekerasan yang terjadi. "Hal-hal tersebut juga diikuti dengan beberapa model tindakan pelanggaran HAM yang kerap terjadi dari tahun ke tahun,"jelasnya.
     
Kasus-kasus tersebut diantaranya menyangkut praktik kriminalisasi dan rekayasa kasus, seperti contoh kasus Tiaka Morowali (2011), penggusuran Pasar Raya Padang (2011), Jemaat Gereja Baptis Papua (2011), Kongres Rakyat Papua III (2011), Ustadz Tajul Muluk kelompok Syiah Sampang (2012), dan Serikat Pekerja Indonesia (2012).
     
Selain itu, juga terdapat sejumlah kasus kriminalisasi dan rekayasa kasus individual seperti kasus Koh Seng Seng (Jakarta, 2012), Aguswandi Tanjung (Jakarta, 2012), Enny Umbas (Sulut, 2012), Paulus Demon Kotan (NTT, 2012).

"Kriminalisasi ini biasanya juga diikuti dengan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, intimidasi penembakan hingga menimbulkan korban jiwa,"paparnya. (rdl/ken/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Melindungi, Novel Tak Akan Lari

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler