Tiongkok Kembali Merilis Laporan Tahunan Pelanggaran HAM di AS

Minggu, 02 Juni 2024 – 09:00 WIB
Ilustrasi masyarakat Tiongkok. Foto: Wccftech

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Tiongkok merilis laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sepanjang 2023.

Laporan dari Kantor Informasi Dewan Negara Bagian Republik Rakyat China itu menyoroti memburuknnya situasi HAM di Negeri Paman Sam.

BACA JUGA: Indonesia-Tiongkok Perdalam Kerja Sama Bidang Investasi dan Ketenagakerjaan

Dilansir Xinhua, laporan itu menyebut bahwa di AS, hak asasi manusia menjadi makin terpolarisasi, sementara minoritas yang berkuasa memiliki dominasi politik, ekonomi, dan sosial.

Warga biasa yang merupakan mayoritas makin terpinggirkan dengan hak -hak dasar dan kebebasan mereka diabaikan. Kekerasan senjata meluas dan kebijakan kontrol yang diberlakukan pemerintah AS, tidak efektif menekan angka kasus yang terjadi.

BACA JUGA: Luhut Sebut Tiongkok Bersedia Kembangkan Pertanian di Kalteng

Sepanjang 2023, tercatat ada 654 penembakan massal di Amerika Serikat, dengan sekira 43.000 orang terbunuh akibat kekerasan senjata, atau rata-rata 117 kematian per hari.

Disebutkan bahwa kelompok-kelompok polarisasi dan kepentingan partisan mendorong makin banyak pemerintah negara bagian telah mengambil inisiatif mengesahkan undang-undang untuk memperluas hak penduduk untuk memiliki dan membawa senjata api.

BACA JUGA: Tiongkok Memerintahkan Apple Menghapus WhatsApp dan Threads dari App Store

Pada 2023, setidaknya 27 negara bagian tidak memerlukan lisensi untuk membawa pistol. Hal lain yang menjadi sorotan adalah kematian akibat kebrutalan polisi yang mencapai rekor tertinggi.

Laporan HAM China ini menuduh terjadinya manipulasi pemilihan umum oleh kedua belah pihak, partai besar di Amerika Serikat, Demokrat dan Republik. Kedua pihak terus mengubah cara mereka untuk memanipulasi dan mendistorsi opini publik demi kepentingan diri sendiri.

Masyarakat umum di Amerika Serikat sangat kecewa dengan pemerintah federal dan politik di semua tingkatan. Sebanyak 76 persen orang Amerika percaya bahwa negara mereka menuju ke arah yang salah.

Etnis minoritas di Amerika Serikat menghadapi diskriminasi rasial yang sistematis, menurut laporan tersebut. Hampir tiga perempat orang China -Amerika telah mengalami diskriminasi rasial dalam setahun terakhir.

Ketidaksetaraan ekonomi dan sosial yang meningkat membuat kehidupan makin sulit bagi orang miskin. Amerika Serikat telah menolak untuk meratifikasi Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kesenjangan kekayaan telah mencapai rekor tertinggi sejak Great Depression pada 1929 di bawah desain sistematis untuk mengeksploitasi orang miskin, mensubsidi orang kaya, dan memisahkan kelas.

Jumlah tunawisma di Amerika Serikat melebihi 650.000, tertinggi sejak pelaporan dimulai pada 2007. Penyalahgunaan obat dan narkoba terus meroket dan tingkat bunuh diri terus meningkat.

Amerika Serikat belum meratifikasi konvensi tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan menjadi satu satunya negara anggota PBB yang belum meratifikasi Konvensi Hak -hak Anak.

Konstitusi AS tidak melarang diskriminasi berbasis gender dan satu-satunya negara yang menghukum anak -anak dengan vonis penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.

Krisis kemanusiaan di sepanjang perbatasan telah meningkat. Setidaknya, 149 migran tewas di wilayah Patroli Perbatasan El Paso dalam 12 bulan yang berakhir pada 30 September 2023, sementara jumlah imigran yang ditangkap atau dideportasi di perbatasan selatan AS mencapai lebih dari 2,4 juta.

Laporan ini mengeklaim bahwa hegemonisme telah membuat AS menciptakan krisis kemanusiaan, melanggar kedaulatan dan hak asasi di negara-negara lain. AS disebut mengirimkan pasukan proksi dan memasok senjata ke zona konflik yang menyebabkan jatuhnya banyak korban sipil. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler