Titi Meyakini Langkah Ini Salah satu Cara Mengatasi Kompleksitas Pemilu

Kamis, 05 Agustus 2021 – 22:02 WIB
Ilustrasi - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengomentari gagasan penyederhanaan surat suara Pemilu 2024.

Menurutnya, penyederhanaan surat suara merupakan gagasan yang progresif dan konstruktif.

BACA JUGA: Lihat nih Kapal Perang TNI AL yang Baru, Asli Buatan Dalam Negeri

"Ini merupakan salah satu jawaban atas kompleksitas dan kerumitan pemilu kita," ujar Titi dalam keterangannya, Kamis (5/8).

Menurutnya, kompleksitas pemilu berdampak pada pada gangguan terhadap kemurnian suara pemilih.

BACA JUGA: Jenguk Perwira Muda yang Mengidap Kanker, KSAD: Sakka Harus Bisa Lanjutkan Cita-cita Papa

Data Perludem menunjukkan 17,5 juta suara dinyatakan tidak sah di pemilu DPR pada 2019 lalu.

Angka tersebut telah melampaui standar toleransi suara tidak sah dalam praktik global.

BACA JUGA: Kasus COVID-19 di Desa Meningkat, Berdampak Serius Pada Ketahanan Pangan?

Adapun standar suara tidak sah berada pada kisaran 2-4 persen.

"Sedangkan pemilu DPR 2019 bahkan mencapai 11,12 persen (suara tidak sah, red)," ucap mantan Direktur Eksekutif Perludem ini.

Untuk itu, Titi menilai masyarakat membutuhkan penyederhanaan surat suara untuk mengatasi kompleksitas pemilu Indonesia.

Khususnya, untuk memudahkan pemilih dalam memberikan suara dan memudahkan petugas dalam memahami intensi pemilih di surat suara.

Titi juga mengatakan terdapat faktor-faktor lain yang juga memengaruhi mudah atau tidaknya suara diberikan.

Faktor-faktor dimaksud antara lain, mudah tidaknya pemilih mencapai tempat pemungutan suara, mutakhir tidaknya daftar pemilih dan sejauh mana pemilih yakin suara yang diberikan bersifat rahasia.

"Penyederhanaan surat suara hanya salah satu dari upaya untuk mengurai kerumitan pemilu kita," ucapnya.

Di sisi lain, kerumitan pemilu juga bisa membuat beban kerja petugas pemilihan menjadi berlebihan.

Sebagaimana yang terjadi pada Pemilu 2019, petugas pemilihan mengalami kelelahan dan bahkan menimbulkan lebih dari 500 korban jiwa.

Berangkat dari pengalaman tersebut, penyederhanaan surat suara diharapkan bisa membuat kerja-kerja petugas pemilihan di lapangan menjadi lebih proporsional dan logis.

Akan tetapi, sambung Titi, pemilu tidak akan bermakna bagi rakyat apabila pada akhirnya suara mereka tidak membuat perbedaan dalam cara suatu pemerintahan berjalan.

Guna memenuhi hal tersebut, penting bagi pemilih untuk memahami calon dalam pemilu atau partai yang mencalonkan diri.

Dengan demikian, rakyat akan merasa bahwa suara yang mereka berikan memiliki pengaruh pada jalannya suatu pemerintahan.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan simulasi pada enam model surat suara yang telah didesain ulang dalam rangka melakukan penyederhanaan.

Upaya tersebut disambut positif oleh beberapa kalangan, meski masih terdapat perdebatan akibat perubahan yang dianggap terlalu fundamental.(Antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler