JAKARTA - Masyarat sempat cemas menjelang pengesahan RUU Pendidikan Tinggi (PT) yang rencananya digelar dalam sidang paripurna DPR hari ini (11/4). Untungnya, karena pemerintah menilai RUU itu tidak lengkap, mereka mengusulkan perpanjangan pembahasan lagi. Usul itupun direstui dewan.
Kecemasan masyarakat terhadap RUU PT itu muncul karena publik menilai rancangan undang-undang ini merupakan reinkarnasi UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) . Karena dinilai masih sejenis, masyarakat khawatir biaya kuliah kian mahal setelah RUU PT ini disahkan. Pasalnya, RUU ini bisa melahirkan kampus-kampus BHMN (Badan Hukum Milik Negara) baru yang bertarif mahal.
Puncak pengambilan keputusan apakah RUU PT ini akan disahkan atau ditunda pengesahannya, digelar dalam raker Komisi X DPR dengan beberapa kementerian hingga menjelang Selasa dinihari kemarin (10/4). Pada awal perjalanan raker, sejumlah anggota dewan sempat mengutarakan jika SMS yang isinya penolakan pengesahan RUU ini masih berseliweran.
Tanda-tanda penundaan pengesahan RUU PT ini dimulai saat Mendikbud Mohammad Nuh membuka kesempatan untuk mengutarakan instrupsi. "Draf RUU ini sudah baik. Tapi perlu dilengkapi lagi," kata dia malam itu. Interupsi Nuh ini langsung memicu interupsi-interupsi dari anggota dewan.
Akhirnya, setelah disekors beberapa menit, raker dilanjutkan lagi dengan keputusan mengabulkan permintaan pemerintah supaya menunda dulu pengesahan RUU PT itu. "Komisi X menerima permohonan pemerintah yang disampaikan dalam Rapet kerja untuk menunda jadwal pengesahaan RUU Pendidikan Tinggi," kata Ketua Komisi X dan merangkap ketua sidang Mahyudin.
Catatan dalam rapat itu, dewan meminta jaminan dari pemerintah bahwa tidak akan ada pembatalan dan dapat diselesaikan pada satu kali masa sidang berikutnya. Yaitu masa sidang IV tahun sidang 2011-2012.
Pemerintah yang diwakilan Kemendikbud menyimpulkan ada tiga poin yang belum terkandung dalam draf RUU PT ini. Diantara yang paling penting adalah kampus wajib menyiapkan pemimpian masa depan dan menjalankan nilai-nilai demokrasi.
Dengan penundaan pengesahan ini, masyarakat yang sempat cemas terhadap peluang lahirnya lagi kampus-kampus negeri berbiaya mahal bisa sedikit lega.
Dalam paparannya kemarin, Nuh mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir jika RUU PT ini merupakan titisan dari UU BHP yang sudah dibatalkan MK beberapa tahun lalu. "RUU PT kali ini saya rasa sangat pro rakyat," ujarnya.
Menurut mantan rektor ITS itu, munculnya kekhawatiran masyarakat terhadap RUU ini karena mereka membaca hasil panja (panitia kerja) RUU PT per Februari 2012 lalu. Nuh menegaskan, dalam perkembangannya RUU ini terus mengalami perbaikan. Perbaikan terakhir adalah draf RUU PT per 4 Januari.
"Jika membaca draf yang paling baru, tidak benar jika nantinya ada kampus negeri yang biayanya ugal-ugalan karena bersifat otonomi," katanya. Mantan Menkominfo itu mengatakan, memang benar nantinya kampus memiliki sifat otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan thridarma.
Namun, Nuh mengatakan otonomi yang dijalankan kampus negeri maupun swasta wajib berjalan berdasarkan beberapa prinsip. Yaitu prinsip nirlaba, akuntanbilitas, transparansi, penjaminan mutu, efektivitas, dan efisiensi.
Dengan adanya prinsip tadi, Nuh mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir jika kampus yang bersifat otonom nantinya akan serta merta menaikkan biaya kuliahnya secara ugal-ugalan. Menurut dia, prinsip nirlaba ini sudah membatasi kampus supaya tidak mengkomersialisasi pelayanan pendidikannya. "Nirlaba dan komersialisasi itu bertentangan. Ibarat minyak dengan air, atau kucing dengan anjing," urainya.
Nuh menuturkan, memang betul otonomi kampus ini nantinya akan mengarahkan PTN ke dalam bentuk badan hukum (PTBH). Namun, penetapan PTBH ini sangat ketat. Sebab, jika asal-asalan menetapan sebuah PTN menjadi PTBH, maka kampus yang tidak siap bisa limbung. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Unas Tetap Jalan Terus
Redaktur : Tim Redaksi