jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu mengingatkan para pembantu Presiden Joko Widodo tidak bekerja amatiran dalam penanganan maupun mencegah penyebaran virus Corona (Covid-19) yang berlaku secara nasional.
Hal ini disampaikan politikus PDI Perjuangan itu merespons lolosnya 49 orang Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China, masuk Kendari, Sulawesi Tenggara pada 15 Maret 2020 lalu.
BACA JUGA: 49 TKA Tiongkok Masuk Indonesia, Ini Rute Penerbangan Mereka
Parahnya, antarkementerian dan lembaga pemerintah terdapat silang pendapat di muka publik.
"Kesimpangsiuran informasi soal kedatangan TKA asal China bersumber dari adanya elemen pemerintah yang tidak taat asas perundang-undangan," kata Masinton dalam keterangan yang diterima jpnn.com, Kamis (19/3).
BACA JUGA: Corona Merajalela, Kok Puluhan TKA Tiongkok Masuk Dibiarkan Saja?
Keempat elemen pemerintahan yang tidak taat asas perundang-undangan itu, menurut Masinton, yakni Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, pejabat Kementerian Ketenagakerjaan, Imigrasi serta Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam.
"Keempat elemen ini memberikan informasi yang tidak solid dan tidak valid ke masyarakat, yang bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan pemerintah," tegas Masinton.
Selain itu, katanya, silang pendapat antara Menko Kemaritiman dan pejabat Kemenaker tentang proses izin TKA asal China, serta perbedaan informasi antara Imigrasi dan Polda Sultra menegaskan bahwa antarkementerian dan lembaga pemerintahan bekerja amatiran. Sistem data dan distribusi informasinya pun amburadul.
Masinton menganggap bahwa Menko Kemaritiman, Kemenaker, Imigrasi dan Polda Sultra belum memahami tentang “disaster management” pelaksanaan tugas dalam situasi darurat dan tidak pernah membaca UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
"Harusnya menko kemaritiman serta menaker tidak berpolemik amatiran di publik. Karena fokus publik bukan sekadar perizinan kerja, tetapi kecemasan masyarakat terhadap 49 TKA asal negeri China yang masuk tanpa prosedur pengarantinaan sesuai arahan Presiden dan WHO," tegas mantan aktivis ini.
Legislator asal DKI Jakarta itu menerangkan bahwa Presiden Jokowi telah mengadopsi protokol WHO dengan menerbitkan Kepres No. 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Terkait lalu lalang orang keluar masuk Indonesia diatur melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona. Namun semua itu tak ditaati.
Padahal, lanjutnya, Thailand adalah negara yang tidak bebas dari virus corona. Tanggal 22/2/2020, otoritas setempat mengumumkan bahwa 35 warganya terkena virus corona.
Sedangkan TKA China yang dengan bebas masuk Kendari, sebelumnya tiba di Thailand tanggal 29/2/2020.
"TKA asal China tiba di Kendari 15/3/2020 setelah transit di Jakarta dengan tanpa proses karantina terlebih dahulu 14 hari," tukas mantan aktivis ini.
Mengacu aturan WHO yang diadopsi dalam Permenkumham No.7/2020, setiap orang yang akan mengunjungi Indonesia wajib mengikuti proses karantina 14 hari di negara yang belum terkena dampak virus corona.
Berdasarkan hal itu, meskipun sudah ada surat keterangan dari otoritas Thailand yang menyatakan 49 TKA itu bebas Covid-19, seharusnya otoritas Indonesia yang bertugas di Bandara Soekarno-Hatta berdaulat penuh untuk tetap melakukan proses pengarantinaan terhadap mereka sebagai pencegahan.
"Selain tidak baca undang-undang, keempat elemen pemerintah ini juga tidak memahami Keppres No.7/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)," jelas politikus kelahiran Sibolga ini.
Untuk itu dia mengingatkan agar kementerian dan lembaga yang tidak masuk dalam gugus tugas penanganan corona, disiplin dalam tugasnya membantu presiden menanggulangi penyebaran virus corona. Bukan justru memberikan informasi yang menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat.(fat/jpnn)
VIDEO: Lihat Kondisi Terkini Menhub Budi Karya
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam