SABAH – Konflik di Sabah antara gerilyawan Sulu dan tentara Malaysia hingga hari ke-18 (Kamis, 21/3), masih berlangsung. Bahkan, sudah merembet hingga ke Kampung Kembara Sakti Felda Sahabat 43 yang berjarak 300 meter dari pusat belajar anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di bawah binaan Yayasan Peduli Pendidikan Anak Indonesia (YPPAI)-KB Oma Atawuwur.
Ketua YPPAI-Felda Sahabat Firdaus G Atawuwur, siang hingga sore Kamis (21/3) kemarin suasana mencekam. Ini lantaran beberapa pasukan Sulu menceroboh masuk ke rumah salah satu pekerja kilang bernama Suhaimi sekira pukul 15.00 waktu setempat. Pasukan Sulu menyandera istri Suhaimi hingga beberapa jam lamanya. Beruntung kemudian dilepaskan. Tapi, drama sandera tidak berhenti begitu saja, giliran orangtua Suhaimi yang ditawan.
Suasana makin mencekam saat tentara dan polisi Malaysia mengepung kediaman Suhami. Baku tembak pun terjadi. Tak pelak ini membuat penghuni kampung Kembara Sakti ketakutan, mereka memilih bertahan di dalam rumah tanpa keluar kemana pun.
“Semua cikgu (guru, Red), anak-anak TKI langsung evakuasi, belajar stop dulu. Semua ditampung jadi satu dalam rumah besar tak jauh dari sekolah. Rumah itu dianggap teraman untuk sementara waktu. Tapi, kami tetap waspada dan waswas, jangan sampai langkah pasukan Sulu sampai juga ke sekolah atau rumah cikgu,” beber Firdaus kepada Radar Tarakan (JPNN Grup).
Lanjut Firdaus aktivitas belajar mengajar anak-anak TKI akan dilanjutkan setelah ada rekomendasi resmi pemerintah Malaysia khususnya di Sabah, bahwa Felda Sahabat 43 telah aman dari pasukan Sulu. Demikian pula rumah-rumah pekerja atau TKI yang dikelilingi hutan sawit berpotensi besar menjadi incaran pasukan Sulu bersembunyi, sudah bersih dari pasukan asal Filipina itu.
“Karena itu, kami berharap tentara dan Polis Malaysia bisa memukul mundur pasukan Sulu, atau berhasil menangkap aksi gerilyawan Sulu,” harapnya.
Ditambahkan, saat ini TKI beserta keluarganya telah diungsingkan ke masjid atau gedung-gedung milik perusahaan dan pemerintah yang dijaga tentara maupun polis Malaysia. Dan Sementara waktu, khususnya pekerja ladang juga tidak bekerja seperti biasa.
Sebelumnya, TKI banyak yang pulang ke Indonesia melalui pintu Nunukan. Namun Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nunukan mengaku tidak dilapori terkait ratusan TKI yang memilih meninggalkan Sabah, Malaysia, Minggu lalu (17/3).
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan TKI, Pardamean Siahaan mengaku tidak tahu-menahu soal aksi pulang kampung besar-besaran tersebut. “Kami tidak tahu. Kami tidak terima laporan soal itu. Lagipula kalau TKI-TKI yang punya inisiatif sendiri pulang kampung, memang tidak melapor di BP3TKI,” kata Pardamean.
Meski tidak membenarkan apakah TKI yang bertolak ke kampung halaman via Nunukan Minggu (17/3) merupakan pekerja di daratan Sabah, Pardamean beranggapan bahwa TKI-TKI yang umumnya mudik ke kampung halaman adalah mereka-mereka yang sudah berakhir masa kerjanya. Ia kemudian menginformasikan, pasca konflik yang terjadi di Lahad Datu belum menunjukkan dampak yang signifikan terhadap pemulangan TKI. Malah, deportasi yang biasanya dilakukan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Tawau, baru berlangsung sekali dalam bulan ini.
“Awal Maret ini baru satu kali (deportasi, Red). Itu pun cuma 47 orang. Setelah itu, belum ada lagi deportasi sampai sekarang. Ini kita berbicara soal deportasi. Bukan TKI-TKI yang katanya pulang kampung itu,” kata Pardamean lagi.
Diberitakan sebelumnya, ratusan TKI yang bekerja di perusahaan Felda Plantations Sabah di Lahad Datu pulang lantaran khawatir menjadi korban konflik antara aparat keamanan pemerintah Malaysia dengan gerilyawan Kesultanan Sulu. “Iya, saya ini pulang karena takut di sana (Lahad Datu, Red). Tambah kacau karena sudah banyak orang pelipin (Filipina, Red.) yang masuk ke Lahad Datu,” kata Mustamin, seorang TKI. (ica/c1)
Ketua YPPAI-Felda Sahabat Firdaus G Atawuwur, siang hingga sore Kamis (21/3) kemarin suasana mencekam. Ini lantaran beberapa pasukan Sulu menceroboh masuk ke rumah salah satu pekerja kilang bernama Suhaimi sekira pukul 15.00 waktu setempat. Pasukan Sulu menyandera istri Suhaimi hingga beberapa jam lamanya. Beruntung kemudian dilepaskan. Tapi, drama sandera tidak berhenti begitu saja, giliran orangtua Suhaimi yang ditawan.
Suasana makin mencekam saat tentara dan polisi Malaysia mengepung kediaman Suhami. Baku tembak pun terjadi. Tak pelak ini membuat penghuni kampung Kembara Sakti ketakutan, mereka memilih bertahan di dalam rumah tanpa keluar kemana pun.
“Semua cikgu (guru, Red), anak-anak TKI langsung evakuasi, belajar stop dulu. Semua ditampung jadi satu dalam rumah besar tak jauh dari sekolah. Rumah itu dianggap teraman untuk sementara waktu. Tapi, kami tetap waspada dan waswas, jangan sampai langkah pasukan Sulu sampai juga ke sekolah atau rumah cikgu,” beber Firdaus kepada Radar Tarakan (JPNN Grup).
Lanjut Firdaus aktivitas belajar mengajar anak-anak TKI akan dilanjutkan setelah ada rekomendasi resmi pemerintah Malaysia khususnya di Sabah, bahwa Felda Sahabat 43 telah aman dari pasukan Sulu. Demikian pula rumah-rumah pekerja atau TKI yang dikelilingi hutan sawit berpotensi besar menjadi incaran pasukan Sulu bersembunyi, sudah bersih dari pasukan asal Filipina itu.
“Karena itu, kami berharap tentara dan Polis Malaysia bisa memukul mundur pasukan Sulu, atau berhasil menangkap aksi gerilyawan Sulu,” harapnya.
Ditambahkan, saat ini TKI beserta keluarganya telah diungsingkan ke masjid atau gedung-gedung milik perusahaan dan pemerintah yang dijaga tentara maupun polis Malaysia. Dan Sementara waktu, khususnya pekerja ladang juga tidak bekerja seperti biasa.
Sebelumnya, TKI banyak yang pulang ke Indonesia melalui pintu Nunukan. Namun Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nunukan mengaku tidak dilapori terkait ratusan TKI yang memilih meninggalkan Sabah, Malaysia, Minggu lalu (17/3).
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan TKI, Pardamean Siahaan mengaku tidak tahu-menahu soal aksi pulang kampung besar-besaran tersebut. “Kami tidak tahu. Kami tidak terima laporan soal itu. Lagipula kalau TKI-TKI yang punya inisiatif sendiri pulang kampung, memang tidak melapor di BP3TKI,” kata Pardamean.
Meski tidak membenarkan apakah TKI yang bertolak ke kampung halaman via Nunukan Minggu (17/3) merupakan pekerja di daratan Sabah, Pardamean beranggapan bahwa TKI-TKI yang umumnya mudik ke kampung halaman adalah mereka-mereka yang sudah berakhir masa kerjanya. Ia kemudian menginformasikan, pasca konflik yang terjadi di Lahad Datu belum menunjukkan dampak yang signifikan terhadap pemulangan TKI. Malah, deportasi yang biasanya dilakukan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Tawau, baru berlangsung sekali dalam bulan ini.
“Awal Maret ini baru satu kali (deportasi, Red). Itu pun cuma 47 orang. Setelah itu, belum ada lagi deportasi sampai sekarang. Ini kita berbicara soal deportasi. Bukan TKI-TKI yang katanya pulang kampung itu,” kata Pardamean lagi.
Diberitakan sebelumnya, ratusan TKI yang bekerja di perusahaan Felda Plantations Sabah di Lahad Datu pulang lantaran khawatir menjadi korban konflik antara aparat keamanan pemerintah Malaysia dengan gerilyawan Kesultanan Sulu. “Iya, saya ini pulang karena takut di sana (Lahad Datu, Red). Tambah kacau karena sudah banyak orang pelipin (Filipina, Red.) yang masuk ke Lahad Datu,” kata Mustamin, seorang TKI. (ica/c1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusuh di Myanmar, Masjid Dibakar
Redaktur : Tim Redaksi