JAKARTA - Tim Kuasa Hukum PT Aneka Tambang (Antam) Tbk mengingatkan polisi agar tidak diperalat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe Utara (Konut) yang memerintahkan eksekusi lahan tambang milik Antam. Aparat kepolisian diharapkan bertindak independen dan tidak memihak agar tidak ada yang merasa diuntungkan dari pihak yang bersengketa.
Permintaan itu disampaikan salah seorang Kuasa Hukum Antam, Todung Mulya Lubis di Jakarta, Senin (9/1). Menurutnya, aparat kepolisian harus jernih melihat persoalan lahan Antam yang disengketakan, meskipun Bupati Konut, Aswad Sulaiman P telah bermohon agar mengamankan kebijakannya dengan memeritahkan pengosongan lahan milik Antam.
"Kepada pihak-pihak yang berwenang terutama pihak Kepolisian agar dapat bersikap imparsial dan tidak memihak, mengingat saat ini sedang ada proses hukum yang sedang berjalan di PT TUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Kendari. Kami percaya Kapolres setempat selaku aparat negara akan melindungi aset negara dan bukan sebaliknya ikut membantu menggerogoti aset negara sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh Bupati Konut,” pinta Todung.
Todung lantas menyinggung peran polisi dalam insiden berdarah di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat yang menewaskan tiga orang demonstran karena menolak izin pertambangan. Menurutnya, insiden berdarah itu terjadi karena polisi menjadi alat untuk mengamankan kebijakan kepala daerah.
"Kita lihatlah seperti kasus di Bima, polisi yang dipake, ya bisa aja. Tapi polisi kan juga harus kembali kepada fungsinya, polisi ini tahu nggak bahwa perintah eksekusi ini harus datang dari Pengadilan, bukan dari bupati. Nah itu yang polisi betul-betul sangat sadari. Kalau polisi tidak sadar karena itu, lantas mau saja diperintah oleh bupati, negara ini jadi negara polisi," ujarnya.
Alumnus Universitas Indonesia ini kembali menegaskan bahwa perintah pengosongan lahan milik Antam tidak berlandaskan hukum. Kata dia, setidaknya ada empat hal yang dilanggar Bupati Konut.
Pertama, putusan Mahkamah Agung (MA) No. 129/B/2011/PT.TUN.JKT yang dijadikan pijakan Pemkab Konut memerintahkan pengosongan lahan tidak ada dalam amar. Kedua, Antam juga tidak pernah menjadi pihak yang berperkara dalam kasus yang diputus berdasarkan putusan MA.
Ketiga, justru dalam putusan MA pihak yang dikalahkan dalam perkara tersebut adalah Bupati Konut yang dihukum untuk mencabut SK No. 4, 5, 6, berupa SK-SK yang mencabut pemberian kuasa pertambangan kepada PT Duta Perkasa Inti Mineral (DIPM).
Dan yang keempat, isi penetapan eksekusi yang dijadikan dasar Bupati Konut memerintahkan pengosongan lahan Antam ternyata tidak pernah berisi perintah pengosongan, melainkan hanya berisi perintah agar panitera PTUN menyampaikan salinan putusan MA.
Todung mengatakan dengan penerbitan Surat Keputusan (SK) No.153 Tahun 2011 oleh Aswad yang berisi mencabut SK No. 4,5,6 membuktikan bahwa isi putusan Mahkamah Agung No. 129/B/2011/PT.TUN.JKT sebenarnya sudah dilaksanakan. Hanya saja kata dia, pada pelaksanaan putusan MA, Pemkab Konut melakukan rekayasa dan manipulasi yang merugikan Antam.
“Menurut kami pelaksanaannya masih sarat rekayasa dan manipulasi yang merugikan Antam karena SK No.153 Tahun 2011 isinya juga ternyata mengesahkan Kuasa Pertambangan PT DIPM yang telah kadaluwarsa. Saat ini SK No.153 tahun 2011 tersebut juga telah kami gugat ke PTUN Kendari," ucapnya.
Perintah pengosongan lahan milik Antam kata Todung hanya bentuk kekhawatiran dan rasa tidak percaya diri Pemkab Konut menghadapi gugatan yang dilakukan Antam di PTUN Kendari. Sebab, ia yakin, gugatan Antam sangat kuat sehingga Aswad memanfaatkan kekuasannya dengan memerintahkan pengosongan lahan Antam.
"Kami percaya gugatan kami sangat kuat, sehingga kami menduga bahwa bupati khawatir dan apabila hanya melawan kami di pengadilan maka posisinya akan sangat sulit namun sekali lagi kami menyayangkan apabila proses hukum yang saat ini sedang berjalan di PTUN Kendari harus diintervensi dengan cara-cara yang menunjukan arogansi kekuasaan seperti ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Antam lainnya, Ahmad Irfan Arifin mengungkapkan kewenangan mengeksekui riil harus datang dari pengadilan. Itupun kata dia, harus berdasarkan putusan yang memang berisi perintah secara tegas.
"Apabila pihak Bupati Konut memang belaku adil selaku pejabat publik, kami meminta yang bersangkutan untuk membacakan isi putusan MA dihadapan publik yang dijadikan dasar untuk mengusir Antam dari Konut, agar nantinya publik dapat melihat sendiri adanya manipulasi dan rekayasa yang sengaja dilakukan oleh bupati,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, juru sita PTUN Kendari menyerahkan surat penetapan Ketua PTUN Kendari tertanggal 21 Desember tentang penetapan eksekusi objek sengketa pada Aswad Sulaiman di Kantor Bupati Konut 22 Desember lalu. Hanya saja, saat Aswad Sulaiman menginginkan eksekusi lapangan, Polres Unaaha menyarankan untuk menunda dahuludengan alasan untuk menghindari kericuhan. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tower Sebelahnya Ikut Miring
Redaktur : Tim Redaksi