Tokoh Berpantun di Panggung Rakyat: Kalau Penguasa Bapakmu, Jadi Apa Pun Kesampaian 

Minggu, 10 Desember 2023 – 05:09 WIB
Pengunjung acara Panggung Rakyat bertema Bongkar di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (9/12). Foto: Aristo Setiawan/jpnn.com

jpnn.com - JAKARTA - Tokoh dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Alif Iman berpantun di acara Panggung Rakyat bertema Bongkar yang dilaksanakan di Stadion Madya Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (9/12), dengan menyinggung penguasa dan interpelasi.

Diketahui, Alif menjadi satu di antara beberapa tokoh yang ikut berorasi dalam acara Panggung Rakyat yang diinisiasi Aliansi Selamatkan Demokrasi Indonesia (ASDI).

BACA JUGA: Spanduk Penyelesaian HAM Jadi Primadona Pengunjung Panggung Rakyat

Selain dia, tokoh lain yang ikut berorasi ialah pakar politik Ikrar Nusa Bhakti dan aktivis HAM Usman Hamid.

Awalnya, Alif dalam orasi mengajak peserta acara yang mayoritas milenial untuk mengucapkan sumpah sembari merekamnya memakai ponsel masing-masing.

BACA JUGA: Panggung Rakyat: Bongkar Digelar, Kolaborasikan Konsep Orasi & Konser Musik

"Sumpah rakyat Indonesia, kami rakyat Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan. Kami rakyat Indonesia bersumpah berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Kami rakyat Indonesia bersumpah berbahasa satu, bahasa kebenaran," kata pria berkacamata itu memandu para peserta bersumpah.

Alif dalam pidato kemudian memilih berpantun, karena beberapa tokoh sebelumnya sudah menyampaikan orasi dengan keras.

BACA JUGA: ASDI Bikin Panggung Rakyat Bongkar, Ingatkan Calon Pemimpin Akan Agenda Penyelesaian Kasus HAM

"Jadi, karena sudah banyak yang pidato, saya kira saya pantun saja. Enggak usah pakai cakep. Konsepnya enggak pakai cakep. Mari berpantun," kata dia.

Dia kemudian memulai pantun dengan menyinggung soal seseorang bisa menjadi apa pun pada masa kini asalkan anak penguasa.

"Berakit-rakit ke hulu, berenang renang ke tepian. Kalau penguasa itu bapakmu, jadi apa pun kesampaian," kata Alif dalam pantunnya.

Dia dalam pantun kemudian menyinggung seorang presiden yang bisa diinterpelasi sampai korupsi yang membuat rakyat miskin.

"Layang-layang bertali besi, tanam selasih di dekat beringin. Presiden mestinya diinterpelasi, tetapi DPR-nya masuk angin," ujarnya.

Dia dalam pantunnya kemudian turut menyinggung sosok yang kurang ajar karena figur tersebut terus meminta lebih.

"Berburu ke padang datar, dapat rusa belang di kaki. Bagaimana tidak kurang ajar, sudah dua kali tetapi minta lagi," kata Alif.

Selanjutnya, dia dalam pantun menyindir sosok yang pernah meminta tiga periode, lalu mendorong sang anak berkontestasi di politik.

"Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, minta tiga periode kita adang, kok, ya, sorong anak yang belum mandi," ujar Alif mengakhiri pantun. (ast/jpnn)


Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler