jpnn.com - JOGJA – Kebijakan Pemkot Jogja melarang kendaraan berbadan besar atau bus dengan delapan seat ke atas masuk kawasan keraton menuai penolakan dari pelaku pariwisata. Mereka yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai sopir, guide, travel agen, dan pelaku wisata lain, beraudiensi untuk mengadukan persoalan ini ke DPRD Kota, Senin (6/4).
Kepada dewan, mereka menyam paikan keluhan larangan yang mematikan gairah pariwisata. Bahkan saking geramnya mereka mendesak para wakil rakyat untuk menggunakan hak angket
BACA JUGA: Peserta KAA Akan Diajak Plesiran ke Tangkubanparahu
“Kalau sekarang di Jakarta Ahok dipanggil dewan karena hak angket, bisa saja di Kota Jogja juga menggunakan hak angket,” usul Edy, seorang sopir dilansir Radar Jogja (Grup JPNN.com), Selasa (7/4).
Di hadapan Komisi B DPRD Kota Jogja, Edy menegaskan, mereka mendukung dewan untuk menggunakan hak angket tersebut. Sebab, kebijakan pemkot yang melarang bus masuk dalam beteng ini sangat berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan.
BACA JUGA: Gelar Aksi, Massa PMII Desak Jokowi Lengser
“Saya bawa wisatawan asing. Mereka sangat sensitif, kalau digebrok-gebrok mobilnya, itu kan membuat Jogja berhenti nyaman,” tandasnya.
Senada dengan rekannya, salah seorang guide yang sehari-hari mendampingi wisatawan dari Jepang juga menyuarakan hal serupa. Dengan kebijakan pelarangan yang sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir ini, membuat dirinya memilih tak menawarkan kunjungan ke keraton.
BACA JUGA: NasDem Timang Airin Maju Lagi
“Daripada malah membuat wisatawan kapok berkunjung,” terangnya.
Erwin Santoso dari Asosiasi Pariwisata Indonesia (Aspi) Jogja menambahkan, kebijakan pelarangan ini jika tetap mereka paksakan kontra produktif.
“Mulai dari waktu, sekarang ini butuh lebih tiga jam untuk mengunjungi keraton. Dampaknya jika itu dilakukan, beberapa wisatawan terlambat terbang,” sesalnya.
Demi menjaga kenyamanan wisatawan, pihaknya memilih tidak menyertakan kunjungan ke keraton dalam paket kunjungan wisatawan. Kecuali, jika wisatawan meminta untuk mengunjungi keraton.
“Daripada malah serba sulit. Masuk keraton sekarang harus parkir di Ngabean. Kemudian menggunakan Si Thole. Padahal, waktu mereka ini terbatas,” ujarnya.
Menanggapi tuntutan pelaku pariwisata di Jogjakarta ini, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Jogja Rifki Listianto mengaku, dewan hanya bisa memperjuangkan. Tuntutan pelaku pariwisata mendapatkan kepastian, pihaknya tak bisa menjamin.
“Kami akan undang terlebih dahulu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait,” terang Rifki.
Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Jogja ini mengatakan, rapat akan mereka gelar dengan melibatkan komisi lain yaitu komisi A terkait dengan peraturan itu dan C yang berwenang mengenai lalu lintas.
“Besok (hari ini, 7/4) pasti akan kami laksanakan rapat,” imbuhnya.
Asisten Sekretaris Kota II Bidang Pembangunan dan Perekonomian Aman Yuriadjaya mengatakan, dengan keluhan tersebut pihaknya mesti koordinasi dengan Pemprov DIJ dan keraton. Ini karena Pemprov DIJ yang selama ini melakukan penataan di Alun-Alun Utara dan Keraton sebagai pemilik lahan.
“Tidak bisa kami putuskan sepihak saja,” kata mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jogja ini.(eri/laz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Jajaki Gandengan dengan Gerindra
Redaktur : Tim Redaksi