jpnn.com - JAKARTA – Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan mengaku kurang setuju dengan rencana pemerintah menghapus bahan bakar minyak (BBM) dengan Research Octane Number (RON) 88 atau sejenis Premium dan menggantinya dengan BBM yang memiliki RON 92. Alasannya, harga jual BBM dengan RON 92 tentu jauh lebih mahal ketimbang RON 88 sehingga akan membebani masyarakat yang saat ini masih belum punya daya beli yang tinggi.
“Selain itu juga RON 88 juga kan sudah tidak disubsidi lagi, sehingga harganya bisa mengikuti harga pasar dan masih di bawah RON 92,” ujar Mamit, Senin (18/5).
BACA JUGA: Perum Perhutani Gandeng Kementerian Desa PDTT
Jika RON 88 dihapus 100 persen, kata Mamit, maka yang terkena dampak langsung adalah masyarakat kelas bawah. Karenanya, pemerintah perlu kembali memikirkan rencana itu. Apalagi kemampuan kilang minyak Indonesia juga masih belum mampu memproduksi RON 92 secara keseluruhan.
Mamit justru tak sepenuhnya percaya pada tim reformasi tata kelola migas pimpinan Faisal Basri yang kini sudah berakhir masa kerjanya. Sebab, bukan tidak mungkin rekomendasi yang dihasilkan tim bentukan Menteri ESDM Sudirman Said itu juga memiliki kepentingan tertentu.
BACA JUGA: Pertamina Kembangkan Solar Campur Air
“Saya kira tim reformasi tata kelola migas saya kira juga tidak semuanya baik. Pasti ada beberapa yang memiliki kepentingan dari antara mereka. Sebagai contoh salah satu anggota tim bahkan menjadi vice presiden di ISC (Integrated Supply Chain, red) jauh-jauh hari saat mereka masih bertugas. Jelas keputusan yang diambil tidak akan bisa lepas dari kepentingan walaupun dibuat secara kolektif,” kata Mamit.(gir/jpnn)
BACA JUGA: 4 Hari lagi, Jokowi Resmikan Green Port Pertama di Indonesia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekstensifikasi Pajak, Minuman Bersoda Perlu Dikenakan Cukai
Redaktur : Tim Redaksi