jpnn.com, JAKARTA - Bakal Capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan melontarkan visi re-industrialisasi saat berbicara di acara Tiga Bacapres Bicara Gagasan yang dipandu Najwa Shihab di Grha Sabha Pramana UGM, Selasa (19/9) malam.
Menurutnya, jika terpilih jadi presiden nanti, industri di berbagai wilayah Indonesia harus kembali dibangun.
BACA JUGA: Anies Kenang Masa Kecil di Depan Cermin, Mahasiswa UGM: Relate Banget sih
“Re-industrialisasi. Kita harus membangun kembali industri-industri baru di berbagai wilayah indonesia, sebagaimana industrialisasi pernah kita lakukan di era 1970-an, 1980-an dan awal 1990-an,” ujar Anies.
Gagasan ini merupakan salah satu solusi Anies untuk membuka akses lapangan pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia.
BACA JUGA: Anies Baswedan Dukung Penuh Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM
Saat ini, fenomena de-industrialisasi tengah terjadi di Tanah Air. Kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional terus mengalami penurunan.
Banyak sektor manufaktur di Indonesia justru berhenti berproduksi. Pemilik usahanya justru beralih ke sektor jasa, sekadar menjual produk impor dari negara lain.
BACA JUGA: Bersama Anies, Relawan Penyandang Tuli Siap Perjuangkan Status Bahasa Isyarat
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, yang juga juru bicara Anies Baswedan, menjelaskan lebih lanjut keterkaitan antara visi reindustrialisasi dengan pembukaan akses lapangan pekerjaan di seluruh Indonesia untuk mengurangi pengangguran yang kini jadi masalah besar di seluruh dunia.
“Kunci dari visi re-industrialisasi Pak Anies adalah menggeser fokus kita dari sektor industri yang padat modal, ke industri yang padat karya. Pabrik nikel (smelter), pabrik mobil (automotif) dan sebagainya tidak masalah berdiri. Tapi industri ini adalah jenis industri yang padat modal alias capital-intensive dan relatif tidak memperkerjakan banyak orang,” terang Thomas Lembong.
Dia menerangkan, industri padat karya itu biasanya termasuk industri ringan.
“Seperti industri tekstil, industri mebel, industri elektronik, yang sayangnya dianggap oleh pemerintah saat ini sebagai sunset industry (industri masa lalu yang market size atau ukuran pasarnya kian menyusut). Padahal potensi lapangan kerja sebenarnya di situ. Satu brand atau merek tekstil terkemuka dari Amerika saja memperkerjakan 600.000 tenaga kerja di Indonesia. Tapi mereka mengeluh bahwa pemerintah tak peduli kepada mereka, karena pemerintah lebih concern dengan industri nikel, baterai, dan mobil listrik,” ujar Thomas Lembong.
“Industri mobil listrik memang menggunakan teknologi tinggi, high-tech dan terlihat seksi. Tapi kalau Anda berkunjung ke pabrik mobil listrik, Anda akan kaget melihat di pabrik itu yang bekerja kebanyakan robot bukan manusia,” pungkasnya. (jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif