Tommy Soeharto Dinilai Layak Jadi Ketum Partai Golkar

Minggu, 11 Agustus 2024 – 20:44 WIB
Tommy Soeharto. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah nama dinilai layak menggantikan Airlangga Hartarto yang mengundurkan dari jabatan sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Pengamat sosial budaya, politik dan hukum Agus Widjajanto menyebut nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto  layak jika maju menjadi calon ketum Partai Golkar bersaing dengan beberapa nama yang diisukan maju dalam Munas Golkar.

BACA JUGA: Bu Mega Prihatin dan Khawatir dengan Demokrasi Setelah Airlangga Mundur dari Ketum Golkar

Dia menyebut ada beberapa alasan Tommy Soeharto sangat layak maju sebagai bursa caketum Partai Golkar.

Pertama, putra Presiden ke-2 RI Soeharto itu diketahui tidak haus dengan kekuasaan. Selama 20 tahun terakhir, alih-alih masuk dan bermain dalam pusaran kekuasaan, Tommy lebih fokus menjalankan dan membesarkan bisnis.

BACA JUGA: Airlangga Mundur karena Ada Tekanan Internal Golkar?

“Alasan kedua, Tommy layak meneruskan kepemimpinan Airlangga Hartarto. Sebab, orang tua Tommy Soeharto, yakni Soeharto merupakan tokoh pendiri Partai Golkar yang dalam sejarah pendiriannya identik dengan berdirinya Orde Baru dan bapaknya telah  membesarkan Partai Golkar,” ujar Agus dalam keterangan pada Mingg (11/4).

Selain itu, Agus berharap Tommy Soeharto dapat mengembalikan mumuruah Partai Golkar dan terakhir yang bersangkutan merupakan tokoh politik yang tidak tersandera kasus dugaan tindak pidana korupsi.

BACA JUGA: Zulfikar: Menurut AD/ART, Kahar Muzakir Seharusnya Jadi Plt Ketum Golkar Menggantikan Airlangga

Dia menyebut pergelaran Munas Golkar pada Desember 2024 mendatang menjadi momentum yang sangat bagus dalam pusaran bursa caketum.

“Jika Tommy maju maka tentu banyak kader yang berharap akan mengembalikan muruah dan kejayaan Partai Golkar. Momentumnya sangat tepat, setelah Pemilu 2024,” ujar Agus.

Airlangga yang juga Menko Perekonomian itu sebelum mundur dikabarkan sempat bertemu empat dengan Presiden Jokowi.

Untuk diketahui, alasan pengunduran diri Airlangga adalah menjaga keutuhan Partai Golkar.

Setelah Airlangga mundur banyak kalangan akan menduga-duga soal siapa pengganti Ketua Umum Golkar itu yang akan melakukan Munas pada Desember 2024.

Tidak terkecuali, muncul wacana bergabungnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka bergabung menjadi kader hingga pimpinan tertinggi Partai Golkar.

Tidak sedikit ada 'menolak' secara halus bergabungnya Jokowi dan Gibran ke Golkar.

Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie misalnya, menyebut Golkar memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) atau aturan internal partai yang mengatur syarat menjadi ketua umum.

Menanggapi hal itu, Guru Besar Senior Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof DR I Gde Pantja Astawa menyatakan Partai Golkar sejak Era Reformasi ada perubahan orientasi kepemimpinan sehingga semua kader mempunyai peluang menjadi Ketua Umum Golkar.

"Golkar sekarang tidak lagi berorientasi pada tokoh, tetapi pada kader. Dengan melihat Golkar yang berorientasi pada kader, ini peluang bagi kader-kader Golkar, siapapun dia. Ini pintu masuk, andaikata Mas Tommy mau masuk," kata Prof Pantja.

Namun demikian, soal peluang Tommy Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum, Prof Gde Pantja memberikan sejumlah catatan.

Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.

Hal itu menurutnya bisa menjadi batu sandungan. Sebab, misalnya Tommy sudah bukan bagian dari Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.

“Kalau misalnya Mas Tommy mampu mempengaruhi kader-kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung. Tetapi ini urusannya, bagaimana pendekatan Mas Tomy," ujar Prof Gde Pantja.

Catatan kedua, Tommy Soeharto disebutkan dia mempunyai beban sejarah. Sebab, akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru.

Meski secara objektif, selain ada beberapa kelemahan selama dipimpin Pak Harto, banyak juga kelebihan selama Indonesia dipimpin Pak Harto.

“Tommy mampu enggak mengemban beban itu kalau nanti mau tampil dipanggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya dan itu tidak mudah," kata Prof Gde Pantja.

Dia menambahkan Tommy Soeharto mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosial dan tidak berbeda jauh dengan bapaknya dan jiwa nasionalismenya tidak perlu diragukan.

Akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Publik akan melihat juga bagaimana kemampuan manajerial, leadership, termasuk di bidang strategi seperti ayahnya yang membuat Indonesia relatif aman dan stabil baik ekonomi dan keamanan selama puluhan tahun.

"Mampu enggak begitu? Tidak mudah memang menurut saya, tetapi bukan tidak mungkin dia menjadi "rising star" kalau mampu menjawab beban sejarah," tegasnya.

"Kalau saya jadi seorang Tommy Soeharto, saya akan berani dan maju, demi menjaga muruah keluarga dan nama baik bapaknya yang sudah mendirikan Partai Golkar dan membesarkannya,” ujar Prof Gde Pantja.

Prof Gde Pantja lantas menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Menurut dia, kemunculan Mega di panggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Mega dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.

"Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya kuat, belum tergoyahkan," tuturnya.

"Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh-sungguh dan serius, demi masa depan bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan," ujar Prof Pantja.

Di sisi lain, menanggapi pendapat Prof Dr I Gde Pantja Astawa, Agus Widjajanto menyatakan sudah pantas dan wajar jikalau Golkar harus jatuh dan dipimpin oleh kekuarga cendana yakni salah satu putra mantan Presiden Soeharto.

Sebab, mempunyai Historis Sejarah yang panjang serta masih punya basis masa yang kuat di akar rumput.

Saat ini tergantung pada DPD di seluruh Indonesia bersepakat untuk mencari tokoh pembaharu yang diharapkan mengembalikan muruah partai sebagai partai yang sarat akan kekaryaan berbasis nasionalis, tetapi religius yang pengaderannya telah matang secara konsolidasi dari bawah ke atas.

Partai Golkar dahulu bernama Sekber Golongan Karya dibentuk pada tanggal 20 Oktober 1964  oleh Soeharto dan Suhardiman. Tentunya mempunyai ikatan sejarah yang sangat erat dengan keluarga Cendana sebagai pendiri.

Ini yang harus dipahami oleh fungsionaris Partai Golkar, tentu sebagai orang politikus juga tentu harus mempunyai rasa hormat terhadap pendirinya, yang ironisnya saat ini kekuarga Cendana justru tidak satupun menjadi pengurus di partai berlambang pohon Beringin tersebut.

“Sang pangeran Cendana sudah 20 tahun digebukin secara politis, diperlakukan sebagai pihak yang dianggap lawan politik yang harus diadang dari berbagai lini. Pdahal Partai Golkar adalah sebuah Legaci dengan mantan presiden Soeharto,” ujar Agus Widjajanto.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler