Menjamurnya restoran dan kafe di Melbourne, Victoria, Australia, diwarnai oleh kehadiran food truck atau bentuk usaha yang menjual makanan dan minuman di sebuah kendaraan besar yang berjalan sehingga bisa berpindah  tempat.

Fenomena food truck memberi alternatif bagi para pecinta kuliner di Melbourne dan sekitarnya, baik dari segi harga, rasa maupun sensasi suasana yang ditawarkan. Harga makanan dan minuman yang ditawarkan lebih murah, tetapi rasanya tetap lezat.

BACA JUGA: ELL: Memulai Percakapan di Kantor

Food truck pun dilirik sebagai salah satu bisnis yang menjanjikan di Melbourne. Setiap hari, mereka beroperasi di sejumlah titik di kota dan daerah pinggiran meski jumlahnya tidak banyak. Food truck terlihat bergerombol ketika ada acara tertentu, seperti konser musik dan pertandingan olahraga.

"Kehadiran food truck sebenarnya belum lama di Melbourne, baru beberapa tahun belakangan ini. Namun, perkembangannya cukup signifikan. Saat ini saja, setiap hari ada sektar 105 food truck yang beroperasi di Melbourne," kata Scott Assender, Co-owner dari ‘Welcome to Thornburry’ Food Truck, pada akhir Mei 2016.

BACA JUGA: Pasangan Adelaide Ini Bawa Putra Autis Mereka Bersepeda Keliling AS

Scott Assender, Co-owner dari ‘Welcome to Thornburry’ Food Truck, pada akhir Mei 2016. (Foto: KOMPAS.com/Caroline Damanik)

Setiap foodtruck, lanjutnya, menawarkan menu yang berbeda-beda, mulai dari makanan dan minuman ala barat hingga Timur Tengah. Biasanya makanan yang dijual tergolong makanan cepat saji. Harganya beragam, mulai dari 6 dolar Australia.

Bisnis ini menjanjikan. Scott yang memiliki puluhan food truck mengatakan penghasilan yang didapatkannya dari menjual burger dengan merk “Mr Burger” tidak main-main.

BACA JUGA: Chris Hemsworth Syuting Film Thor Terbaru di Jalanan Brisbane

Padahal, burger yang dijualnya berkisar pada harga 10-15 dolar Australia, sedangkan makanan dan minuman pelengkap lainnya berkisar di harga 4-9 dolar Australia.

"Kadang kami bisa mendapatkan lebih dari 4.000 dolar Australia di akhir pekan. Itu khusus untuk yang berada di sini," ungkap Scott merujuk kepada truk-truk yang mangkal di lokasi ‘Welcome to Thornbury’.

Ya, mayoritas food truck milik Scott berkeliling Melbourne setiap hari, hanya lima unit yang mangkal di lokasi food court tersebut. Pada akhir pekan, jumlah yang mangkal bertambah menjadi 10 unit.

"Truk-truk tersebut berkeliling Melbourne setiap hari, memarkirkan truk di keramaian lalu menjual makanan. Bisnis ini cukup lumayan," tuturnya kemudian.

Namun, dia menolak menyebut, angka omset penjualannya setiap bulan secara rinci.

Jadi ancaman

Tak dapat dipungkiri, kehadiran food truck yang menawarkan makanan dan minuman dengan harga murah tetapi tetap lezat itu lalu dinilai mengancam bisnis restoran dan kafe. Menurut Scott, para pemilik restoran dan kafe itu lalu mengirimkan protes kepada pemerintah setempat. Sejak itu, food truck harus mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Para pemilik food truck bisa berjualan minimal dalam jarak 500 meter dari restoran yang ada. Anda bisa bayangkan, ada restoran setiap 10-20 meter di pusat kota Melbourne. Jadi  hampir mustahil kami bisa bisa berjualan di pusat kota," tutur Scott.

Ruang gerak food truck juga menjadi terbatas karena mereka dilarang beroperasi lintas wilayah. Scott mengatakan, mereka hanya boleh beroperasi di wilayah tertentu sesuai izin yang dipegang.

"Kami tidak bisa berjualan di sembarang tempat, harus sesuai dengan izin yang kami pegang dari wilayah suburb mana kami dapat izin. Di beberapa tempat, perizinan sangat mahal dan itu menyulitkan," ujar pria yang pernah bekerja sebagai bartender di sebuah restoran di London tersebut.

Selain itu, pemilik food truck  juga harus membayar pajak yang besarnya berbeda-beda di setiap daerah. Paling besar, mereka harus membayar pajak sebesar 20 persen dari hasil penjualan. Suasana di taman food truck di ‘Welcome to Thornburry’ Food Truck, Melbourne, Victoria, Australia, pada akhir Mei 2016. (Foto: KOMPAS.com/Caroline Damanik)

Taman food truck

Scott lalu melihat peluang untuk mempermudah terus berjalannya bisnis ini dengan berinisiatif menyatukan para pemilik food truck secara rutin pada satu tempat.

Bersama rekannya, dia membeli sebuah lahan di wilayah Thornbury, wilayah suburb sekitar8 kilometer dari pusat kotaMelbourne. Lahan di 520 High Street, Northcote, ini lalu dijadikan semacam taman tempat mangkal berbagai food truck.

Scott dan rekannya membangun bar di tempat ini yang menjual berbagai minuman dan juga tempat makan indoor dengan taman terbuka yang bisa dimasuki hingga puluhan food truck. Di bagian belakang, ada tempat parkir luas untuk food truck milik Scott.

Berdasarkan jadwal yang dipajangnya di salah satu tembok ruangan bar, Scott mengatakan, setiap bulannya ada 75 food truck yang berjualan di taman ini. Namun, tidak setiap hari mereka boleh berjualan di tempat ini. Scott dan rekannya menggilir dengan membuat jadwal. Jadwal ini bisa dilihat di dinding bar atau di situs welcometothornbury.com.

"Setiap hari ada lima food truck yang mangkal di sini. Kami selalu membuat jadwalnya dengan sangat rinci," katanya.

Menurut Scott, para pemilik food truck harus membayar sekitar 50 dolar Australia per hari saat hari kerja dan 150 dolar Australia pada akhir pekan untuk berjualan di Welcome to Thornbury. Dalam delapan bulan pertama saja, lanjutnya, sudah lebih dari 500.000 orang yang datang berkunjung.

“Anda bisa bayangkan berapa yang didapat para pemilik food truck," tuturnya. Suasana indoor di ‘Welcome to Thornburry’ Food Truck, Melbourne, Victoria, Australia, pada akhir Mei 2016. (Foto: KOMPAS.com/Caroline Damanik)

James Anderson, seorang pemilik food truck yang ikut berjualan di Welcome to Thornbury mengatakan, pada hari biasa, dia bisa meraup 1.000 dolar Australia. Jangan ditanya berapa yang didapat pada akhir pekan, lanjutnya. Menurut pria yang menjajakan makanan khas Amerika Latin, seperti nachos, tempat ini biasanya ramai dikunjungi pada Rabu dan Jumat malam.

"Orang-orang Australia sangat suka hari Rabu karena itu sudah mendekati Jumat. Jadi mereka akan mampir ke sini setelah pulang kerja," ungkap James.

 

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendapat Warga Indonesia Soal Melbourne

Berita Terkait