Tsunami Pokir

Oleh: Dahlan Iskan

Minggu, 14 Juli 2024 – 08:11 WIB
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Awalnya KPK mengumumkan: telah ditetapkan 12 tersangka baru dari kasus pokir di Jatim. Tidak sampai seminggu kemudian diumumkan lagi oleh KPK: tersangka barunya 21 orang.

Mungkin masih akan bertambah lagi. "Memang akan terjadi tsunami di Jatim," ujar Heru Satriyo, ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jatim.

BACA JUGA: Tugas S-3

MAKI memang terus membongkar dan mengawal perkara itu. Sejak dua tahun lalu.

MAKI Jatim adalah lembaga mandiri. Tidak ada hubungan organisasi dengan MAKI Jakarta yang diketuai pengacara Boyamin.

BACA JUGA: Pemilu Dungu

"Perhitungan saya, tersangkanya akan sampai 124 orang," ujar Satriyo.

Tentu Satriyo mendasarkan perhitungannya pada usulan proyek dari anggota DPRD yang begitu masif.

BACA JUGA: Rantai Ginting

Pokir adalah singkatan dari pokok pikiran. Yang punya pokok pikiran adalah anggota DPRD Jatim.

Setiap anggota boleh mengajukan pokok pikiran. Satu pokok pikiran bisa mendapat anggaran APBD sebesar Rp 100 juta sampai Rp 400 juta.

Satu anggota boleh mengajukan banyak pokok pikiran. Plafonnya: satu anggota Rp 8 miliar. Satu tahun anggaran.

Pokir itu dikirim ke fraksi masing-masing. Fraksilah yang mengirimkan semua pokir anggota DPRD itu ke gubernur Jatim. Gubernur lantas menyediakan anggarannya.

Maafkan, saya salah. Tersangka baru yang 21 orang itu tidak ada hubungannya dengan pokir. Mereka jadi tersangka dalam kaitan dengan pokmas –akronim dari kelompok masyarakat.

Apa beda pokir dan pokmas? Beda nama. Esensinya sama.

Setiap anggota DPRD Jatim bisa menerima usulan proyek dari kelompok-kelompok masyarakat.

Satu usulan bernilai antara Rp 100 sampai Rp 400 juta.

Satu anggota bisa menerima banyak usulan, total Rp 8 miliar/anggota.

Beda tipisnya: di pokmas anggota DPRD yang menentukan kontraktornya. Di pokir Pemprov Jatim yang menentukan pelaksana proyeknya.

Proses usulan pokir dan pokmas sama: sama-sama lahir dari kunjungan jaring aspirasi ke masyarakat di dapil masing-masing.

Pokmas melahirkan banyak tersangka. Maka pokmas diubah. Jadi pokir. Secara hukum pokir lebih aman bagi para anggota DPRD Jatim.

Peraturannya begitu.

Dulu juga begitu.

Yang pertama ditangkap KPK adalah Sahat Tua Simanjuntak, wakil ketua DPRD Jatim.

Sahat adalah tokoh Golkar Jatim yang sangat populer. Dia sudah disidangkan di pengadilan sejak jauh sebelum Pemilu. Sudah dijatuhi hukuman 9 tahun penjara tambah bayar Rp 39,5 miliar.

Banyak nama disebut di persidangan Sahat. Maka tensi para anggota DPRD sangat tinggi. Banyak yang merasa akan menyusul jadi tersangka sebelum masa pencalonan Pemilu 2024.

Lalu muncul spekulasi: mereka tidak akan bisa masuk daftar calon anggota legislatif di Pileg 2024.

Ternyata setelah Sahat dijatuhi hukuman, lanjutan perkara ini seperti ditelan bumi. Pun ketika proses Pemilu dimulai. Seperti tidak akan kelanjutannya.

Mereka pun aman semua. Bisa mendaftar kembali sebagai caleg. Lolos di KPU. Banyak juga yang terpilih kembali.

Sepertinya semuanya berjalan normal. Sampai dua hari lalu –ketika KPK mengumumkan tersangka baru.

Maka banyak caleg yang selama ini sudah putus asa akibat kalah suara kini bisa penuh harap: bisa jadi peraih suara terbanyak kedualah yang akan dilantik jadi wakil rakyat.

Pokmas, pokir atau apa pun adalah cara. Yang penting uangnya.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Kesatria


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler