jpnn.com - SAAT pasangan baru memiliki anak, tak jarang orang di sekitar mereka memberi nasihat tentang perkembangan si bayi. Bahkan, terkadang nasihat yang diberikan berkaitan erat dengan mitos-mitos seputar bayi.
Nah, apakah mitos-mitos itu benar adanya? Asisten profesor pediatri dari Indiana University School of Medicine, Indianapolis, Dr Rachel Vreeman, menyatakan bahwa ada beberapa hal yang dikatakan orang tua justru berbahaya bagi kesehatan bayi.
BACA JUGA: Sensasi Anyar, Ngafe dengan Susu Sehat
"Padahal itu tidak selamanya terjadi. Sebaliknya ada beberapa mitos yang mungkin justru menyebabkan kerugian bagi si bayi," kata Vreeman seperti dilansir laman Live Science, Rabu (14/8)
Setidaknya ada tujuh mitos mengenai perkembangan bayi yang ditepis oleh para ahli. Apa saja?
BACA JUGA: Kian Banyak Anak Usia SD Jerawatan
Pertama adalah mitos bahwa tumbuh gigi bisa menyebabkan bayi demam. "Faktanya, orang tua seringkali mengabaikan demam pada anak yang giginya sedang tumbuh. Ini salah satu contoh mitos yang berbahaya," kata Vreeman.
Menurutnya, belum ada penelitian yang menunjukkan hubungan kuat antara keduanya. Tapi, keterkaitan ini sudah sangat dipercaya sebagian besar orang tua. Vreeman menegaskan, demam pada saat bayi tumbuh gigi tidak boleh diabaikan dan harus segera mendapat penanganan medis.
BACA JUGA: Sperma Beku Berkualitas Buahi Sel Telur
Kedua adalah mitos bahwa pemberian sedikit obat dewasa pada bayi itu aman. Faktanya, obat orang dewasa bisa berbahaya jika diberikan pada bayi meskipun dosisnya sudah dikurangi.
Bukan ide yang baik jika obat batuk untuk anak-anak diberikan pada bayi atau mereka yang berumur di bawah empat tahun. Akibatnya, bisa saja mempengaruhi denyut jantung atau depresi pernapasan pada bayi dan anak di bawah empat tahun. Obat untuk hidung tersumbat dan sinus untuk orang dewasa juga berbahya bagi bayi dan anak-anak.
"Contohnya antihistamin atau antibiotik mungkin cocok diberikan untuk orang dewasa yang sesak napas atau memiliki sinus. tapi bagi bayi atau anak yang sinusnya masih berkembang, hal itu justru bisa mengakibatkan sakit perut, diare, atau ruam," jelas Dr. Sarah Denny, dokter sekaligus peneliti di Center for Injury Research and Policy Nationwide Children's Hospital di Columbus, Ohio.
Mitos ketiga adalah bayi membutuhkan air saat ia kepanasan. Faktanya, bayi layaknya anak-anak dan orang dewasa perlu air agar terhindar dari dehidrasi. Pada beberapa kasus, dokter anak bisa saja merekomendasikan bayi diberi air sebagai solusi rehidrasi oral. Tapi, sebagian besar cairan yang diperoleh bayi harus berasal dari ASI atau susu formula.
Karena ginjal pada bayi belum sepenuhnya berfungsi, tubuhnya belum siap untuk mengeluarkan air. Akibatnya, bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan sodium. Sesekali, bayi bisa minum air setelah berusia enam bulan. Namun, lebih baik konsultasikan terlebih dulu dengan dokter. Setelah berusia satu tahun, mereka mulai bisa minum air putih dengan teratur.
Keempat adalah mitos video tertentu bisa membuat bayi belajar lebih cepat. Faktanya, penelitian menunjukkan program edukasi anak melalui video tertentu memang bisa membuat mereka belajar lebih cepat. Tapi itu hanya bermanfaat bagi mereka yang berusia dua tahun atau lebih.
Pada Tahun 2011, American Academy of Pediatrics (AAP) menegaskan bahwa pendidikan kepada bayi usia di bawah dua tahun melalui video tetap tidak terbukti, meskipun faktanya tiga per empat dari video edukasi bagi bayi yang paling laris mengklaim bisa memberi pendidikan secara eksplisit atau implisit.
"Bayi-bayi tampaknya menonton video itu dengan kekaguman dan perhatian. Tapi sebenarnya tayangan tersebut menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan bahasa karena mereka melihat video tersebut melalui layar dan bisa saja terjadi efek tunda dalam pembelajaran bahasa," kata Vreeman.
Mitos kelima adalah baby walker sebagai alat yang aman untuk membantu bayi agar bisa berjalan lebih cepat. Padahal, faktanya banyak orang tua menggunakan baby walker atau alat bantu bagi bayi supaya buah hati mereka sedikit terhibur dan bisa berjalan lebih cepat.
Menurut Sarah Denny, sebenarnya tidak ada manfaat nyata dari cara itu. Bahkan, cara itu justru berbahaya. Beberapa penelitian menunjukkan baby walker justru memperlambat kemampuan bayi untuk berjalan sendiri. Selain itu, mobilitas bayi juga lebih mudah, terkadang mereka tiba-tiba sudah mendekati tangga atau benda berbahaya lain saat orang tua tidak mengawasinya.
Sarah menambahkan, pilihan yang lebih tepat adalah standing activity discs. Yakni cakram yang membantu bayi berdiri di satu pusat dan ia tetap bisa belajar berdiri dan melangkah.
Mitos keenam adalah penggunaan ASI untuk mengatasi infeksi telinga bayi. "Strategi itu tidak akan membantu, justru menimbulkan infeksi baru. ASI memang mengandung beberapa antibodi yang berguna bagi tubuh, tapi di dalamnya juga banyak gula yang memungkinkan bakteri untuk tumbuh," papar Vreeman.
Menurutnya, gendang telinga menutup daerah yang terinfeksi sehingga ASI tidak akan bisa mencapai infeksi itu. Justru ketika ASI menggenang, hal itu akan menimbulkan bakteri.
"Manfaat ASI memang besar hanya jika anda menelannya, tapi menempatkannya di daerah yang tidak seharusnya, itu justru menimbulkan risiko besar," katanya.
Ketujuh adalah mitos penggunaan jeruji pada boks bayi sebagai cara aman melindungi kepalanya saat tidur. Beberapa orang tua bahkan percaya memasang jeruji di sisi boks bayi mereka akan melindungi kepala si kecil.
Padahal, penggunaan jeruji justru berbahaya bagi bayi. "Bayi juga punya kekuatan cukup yang menyebabkan kepalanya mengalami cedera serius akibat terbentur jeruji pada boks," kata Sarah.
Selain itu, risiko mati lemas atau sudden infant death syndrome (SIDS) akibat pemakaian jeruji pada boks bayi juga lebih tinggi. Maka dari itu AAP merekomendasikan selimut dan jeruji tidak digunakan dalam boks bayi.(fny/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rajin Olah Raga, Ibu Hamil Lebih Memungkinkan Melahirkan Normal
Redaktur : Tim Redaksi