jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi telah menerbitkan sejumlah peraturan presiden (Perpres) Nomor 199, 120, 121, dan 122 terkait kenaikan tunjangan kinerja PNS di beberapa kementerian. Yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, meningkatkan kesejahteraan PNS dengan tunjangan kinerja memang hak presiden. Namun demikian, pemerintah perlu menjelaskan ke publik terkait kebijakan tersebut.
BACA JUGA: Tukin 120 Ribu Guru PNS Kemenag Ngadat sejak 2015
"Ini harus transparan karena uang masyarakat. Harus dipastikan uang ke mana," ujarnya kepada Jawa Pos.
Apalagi, lanjutnya, tunjangan kinerja erat kaitannya dengan prestasi. Secara teori, tunjangan kinerja baru bisa diberikan setelah ada ukuran yang jelas terkait kemajuan kinerja yang dilakukan. Oleh karenanya, perlu dijelaskan secara terang.
BACA JUGA: Ini Penyebab Tukin 120 Ribu Guru PNS Kemenag Ngadat
"Menterinya naik 150 persen, ada jabatan yang berapa persen. Misal menperin apanya yang diukur, itu perlu dijelaskan," imbuhnya.
Sementara itu, dalam perpres yang diterbitkan, tidak dijelaskan detail ukuran yang digunakan. Hanya saja, dalam sub pertimbangan disebutkan, perpres tersebut mempertimbangkan adanya perbaikan kinerja pegawai dan organisasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.
BACA JUGA: Baca, Ternyata Ini Alasan Jokowi Naikkan Operasional Babinsa
Untuk besaran tunjangan kinerja yang diterima sangat beragam bergantung pada kelas jabatan. Yaitu sebesar Rp 2,53 juta per bulan untuk kelas jabatan 1 hingga Rp 33,24 juta per bulan untuk golongan tertinggi, yakni kelas jabatan 17.
Sementara untuk Menteri, besarannya sebanyak 150 persen dari tunjangan tertinggi. Tunjangan tersebut mulai diberikan terhitung sejak Mei 2018. Adapun untuk menteri, terhitung sejak Januari 2017.
Kebijakan tersebut berlaku untuk semua pegawai. Kecuali lima kelompok yang diatur berbeda. Yakni pegawai yang tidak mempunyai jabatan tertentu, pegawai yang diberhentikan sementara atau dinonaktifkan, pegawai yang diberhentikan dari jabatan organiknya dengan diberikan uang tunggu yang belum diberhentikan sebagai pegawai.
Selain itu, dua kelompok lainnya adalah pegawai yang diberikan cuti di luar tanggungan negara atau dalam bebas tugas untuk menjalani masa persiapan pensiun. Serta pegawai pada badan layanan umum yang mendapatkan remunerasi.
Lina menambahkan, jika memang berbasis kinerja, maka besaran tunjangan tidak bersifat statis. Namun harus fleksibel menyesuaikan kualitas pekerjaan yang dilakukan. “Kalau 2018 gak berprestasi, ya turun lagi tunjangannya,” pungkasnya.
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi enggan berkomentar saat dikonfirmasi. Dia beralasam tengah bertugas di luar kota. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Gembira untuk Anggota TNI, Polri, dan Babinsa
Redaktur & Reporter : Soetomo