Turki Diguncang Demonstrasi

Minggu, 09 Juni 2013 – 04:13 WIB
KRISIS politik yang belum mereda di Turki dan bahkan telah memakan tiga korban jiwa dalam sepekan terakhir disebut-sebut bakal menjadi efek Revolusi Arab atau Arab Spring. Gerakan itu berhasil menumbangkan sejumlah diktator di Timur Tengah serta Afrika.

LAPANGAN Taksim atau Taksim Square di Istanbul serupa dengan Lapangan Tahrir di Mesir, Martyr Square di Libya, atau Lapangan Trafalgar di London. Kini ribuan warga menduduki lapangan tersebut sebagai episentrum demonstrasi anti pemerintah Turki yang sudah berkuasa lebih dari satu dekade.

Demo itu berawal dari aksi kecil menolak rencana pembangunan mal di Gezi Park, Istanbul. Tapi, polisi membabi buta membubarkan demo tersebut. Setelah aksi kekerasan itu, ribuan warga yang tak dikomando bergabung dengan aktivis yang sudah lebih dulu turun ke jalan. Demonstrasi pun meluas (lihat grafis).

Pada satu sisi, konflik di Turki merupakan cermin polarisasi ideologi antara kelompok sekuler atau mereka yang berhaluan liberal dengan kelompok agamis yang memenangkan dua per tiga suara pada pemilu 2011. Kelompok sekuler Turki berkeberatan dengan cara pemerintah Islam pimpinan Erdogan yang dianggap tidak toleran dengan kritik dan gaya hidup majemuk. Sejauh ini, sikap perdana menteri yang keras dan tegas dalam merespons para demonstran justru memperkuat argumen tersebut.

Dalam sebuah situs sekuler internasional, National Secular Society, seorang aktivis, Octavia Nasr, berseloroh. Dia menyatakan, bapak bangsa Republik Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, bakal terbangun dari kuburnya jika melihat kepemimpinan Erdogan yang memaksakan reformasi Islam dan justru memimpin seperti diktator.

Contoh kasus yang dipakai para kritikus untuk menyerang gaya pemerintah Erdogan adalah kebijakan pengetatan penjualan dan promosi minuman beralkohol. Padahal, survei pengeluaran rumah tangga Turki memperkirakan, hanya enam persen keluarga di negeri tersebut yang minum alkohol. ’’Sementara itu, kurang dari 1,5 persen kecelakaan mobil pada 2012 terkait dengan alkohol,’’ terang menurut Emre Deliveli, seorang ekonom Turki. 

Di saat yang sama, kritikus juga tidak happy dengan tingginya urbanisasi di kota-kota metropolitan Turki. Erdogan berencana membangun bandara ketiga di Istanbul, Jembatan Bosphorus ketiga di atas Selat Istanbul, dan sebuah kanal yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara. Proyek ambisius tersebut diperkirakan merusak jutaan pohon dan ekosistem yang sudah rusak di utara kota terbesar di Turki itu. Pemerintah menghabiskan anggaran USD 4,7 miliar untuk pembangunan proyek-proyek di Istanbul saja selama tahun lalu.

Karena itu, aksi kecil kelompok sekularis Ataturk di Lapangan Taksim, Istanbul, menolak rencana penggusuran Gezi Park yang bakal dibangun pusat pertokoan baru menjadi bentuk akumulasi kemarahan oposisi. Gezi Park adalah satu-satunya lahan terbuka hijau yang tersisa di Istanbul. Kemarahan tersebut menggelinding bak bola salju ketika media mem-blow up aksi kekerasan polisi dalam menghadapi demonstran.

Pernyataan Erdogan dalam merespons demonstrasi akhir pekan lalu justru menyulut kemarahan massa anti pemerintah. ’’Kalian mengerahkan ratusan ribu (orang), kami kerahkan satu juta!’’ tantangnya.

Pola berikutnya adalah keberpihakan militer dalam menyikapi krisis politik. Militer Turki pun dinobatkan sebagai pelindung negara yang berpijak pada prinsip sekularisme yang diadopsi dari Barat. Militer, dengan dalih sebagai pelindung ideologi negara, telah melakukan empat kali kudeta, yakni pada 1960, 1971, 1980, dan 1997. Isu besar yang dibawa demonstran sekuler kali ini sangat sensitif karena menyisir soal ideologi. Posisi militer akan sangat menentukan pada kelanjutan perjuangan oposisi di Turki.

Dalam beberapa hari ke depan, nasib krisis Turki akan sangat tergantung pada respons pemerintah dalam menyikapi tuntutan para demonstran. (CNN/Al-Jazeera/AP/cak/c17/dos )

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wanita Simpanan Putin Pesenam Peraih Emas Olimpiade

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler