jpnn.com, JAKARTA - Guru besar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Profesor Budi Haryanto mengingatkan pentingnya penggunaan BBM dengan RON tinggi.
Budi mengatakan kualitas BBM memang berkontribusi terhadap kualitas udara. Dan jika kualitas BBM bagus berarti kandungan sulfur semakin kecil.
BACA JUGA: Pakar ITB: Gunakan BBM Berkualitas, Performa Kendaraan Akan Lebih Optimal Â
“Kalau kualitas bahan bakar bagus, maka kualitas udara pencemaran berkurang,” jelas Budi.
Dan ketika masyarakat menggunakan BBM berkualitas, tentu akan mengurangi polusi udara.
BACA JUGA: 6 Jenis Sayuran ini Harus Diwaspadai Penderita Diabetes
Di sisi lain, polusi udara dapat memunculkan penyakit kronis, yang merupakan kormobit Covid-19, seperti penyakit jantung, diabetes, dan gangguan pada paru-paru.
Artinya, semakin banyak kendaraan memakai BBM berkualitas, otomatis emisi yang keluar di udara juga semakin berkurang.
BACA JUGA: Undangan Sudah Tersebar, Boy William Tunda Pernikahan Lagi, Ada Apa?
Oleh karena itu, Budi menyambut positif tren peningkatan konsumsi Pertamax series akhir-akhir ini. Hanya saja, Budi berharap, tren tersebut harus dipertahankan dan terus ditingkatkan.
Bahkan, lebih baik lagi kalau penyediaan BBM dengan RON rendah dikurangi atau bahkan dihentikan, karena akan berdampak buruk terhadap kualitas udara.
Dampak polusi terhadap penyakit kronis, imbuh Budi, membutuhkan waktu lama dan terus-menerus. Tidak serta-merta muncul kormobit, seperti jantung, diabetes, dan gangguan paru-paru.
Menurut Budi, udara yang bersih dan berkualitas memang penting. Berbagai penelitian menunjukkan, terdapat hubungan antara polusi udara dan tingkat kematian penderita Covid-19.
Penelitian di Harvard, misalnya, mengungkapkan pasien Covid-19 di wilayah tinggi polusi memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan di wilayah rendah polusi.
Dari penelitian diketahui, mereka yang tinggal di wilayah polusi udara tinggi mempunyai risiko 4,5 kali lipat lebih tinggi meninggal akibat Covid-19 dibandingkan yang tinggal di wilayah polusi udara rendah.
“Secara teori, ini dikaitkan bahwa banyak kormobit yang diderita orang-orang di daerah tinggi polusi, akibat pencemaran udara tadi,” jelas Budi.
Penelitian serupa juga dilakukan di Eropa. Antara lain Italia, Prancis, Spanyol, dan Jerman. Dalam hal ini, European Public Health Alliance menyatakan polusi udara mengurangi peluang seseorang bertahan hidup dari wabah Covid-19.
Karena itulah, World Health Organization (WHO) mengimbau agar setiap negara memperhatikan faktor risiko polusi udara dan kaitannya terhadap pengendalian COVID-19.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy