jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan agenda Bank Indonesia yang akan meluncurkan uang pecahan Rp 75 ribu harus dikaji apakah akan efektif atau sebaliknya menjadi kontraproduktif dalam upaya pemulihan perekonomian nasional.
Apalagi di luar konteks pemulihan perekonomian, kata politikus Gerindra ini, pemerintah telah menyiapkan agenda-agenda besar seperti redenominasi rupiah Rp 1000 menjadi Rp 1 dan perluasan penggunaan uang elektronik.
BACA JUGA: Merdeka! Besok Ada Peluncuran Uang Pecahan Rp 75 Ribu
"Maka perlu dikaji secara mendalam apakah agenda launching uang pecahan Rp 75 ribu hanya semata untuk simbolik meramaikan peringatan Kemerdekaan ke-75 RI ataukah akan dilempar ke masyarakat?" kata Hergun -panggilan akrab Heri Gunawan di Jakarta, Minggu malam (16/8).
Bila uang baru tersebut akan dilempar ke masyarakat, maka perlu dikaji dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkannya. Pertama, uang baru akan membutuhkan proses produksi.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Peringatan untuk Amien Rais, Din Syamsuddin Tak Main-main
Bila produksinya di dalam negeri, katanya, maka akan baik untuk perekonomian. Setidaknya sektor percetakan akan menerima manfaatnya.
"Namun bila dicetak di luar negeri maka keuntungan tersebut akan dinikmati oleh percetakan asing," sambung politikus Gerindra ini.
BACA JUGA: Bank Dunia Prediksi Ekonomi Indonesia Mulai Pulih Agustus 2020
Kedua, perbankan harus menyesuaikan berbagai instrumen untuk menyambut uang baru tersebut. Ada beban biaya yang harus disiapkan misalnya menyangkut IT pada ATM harus bisa menerima pecahan Rp 75 ribu.
Bila biaya yang ditanggung perbankan cukup besar maka bisa dijadikan alasan untuk makin lama menurunkan suku bunga pinjaman karena adanya penambahan beban biaya tersebut.
"Padahal salah satu kendala pemulihan perekonomian adalah keengganan perbankan untuk segera menurunkan suku bunga pinjaman mengikuti penurunan suku bunga acuan BI7DRR yang sudah diturunkan oleh Bank Indonesia ke level empat persen," tutur Hergun.
Ketiga, launching uang pecahan Rp 75 ribu bisa mengganggu agenda redenominasi rupiah. Pemerintah telah menyiapkan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi).
Rencana tersebut juga telah dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2020-2024 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 77/2020.
Urgensi redenominasi adalah menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit rupiah. RUU Redenominasi ditargetkan akan selesai pada 2020-2024.
"Kehadiran pecahan Rp 75 ribu akan semakin menambah banyak mata uang yang akan diredenominasi sehingga otomatis akan semakin membengkaknya biaya," lanjut wakil ketua Fraksi Gerindra DPR ini.
Keempat, langkah BI ini dinilai tidak sejalan dengan perkembangan transaksi non-tunai. Pada 17 Agustus 2019 BI meluncurkan QR Indonesia Standard (QRIS) dan mulai diterapkan secara menyeluruh pada 1 Januari 2020.
Seharusnya, kata Hergun, BI konsisten dengan program digitalisasi alat pembayaran. Kehadiran uang pecahan Rp 75 ribu hanya akan menghambat perkembangan penggunaan uang digital yang sudah setahun ini digalakkan oleh BI," tegasnya.
Hergun menyimpulkan, secara simbolik peluncuran uang pecahan Rp 75 ribu sangat baik menyambut momentum kemerdekaan yang ke-75 RI. Capaian pembangunan selama 75 tahun patut dirayakan dengan kehadiran hal-hal baru, di antaranya uang pecahan baru ini.
"Namun dalam momentum Pandemi Covid-19, kehadiran uang baru Rp 75 ribu masih perlu dikaji efektivitasnya dalam mendorong pemulihan ekonomi. Jangan sampai kehadiran uang baru lebih banyak kontraproduktifnya dibanding unsur kemanfaatannya," tandas Hergun.(fat/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam