Ubaid: Banyak Orang Tua Murid Alami Kesulitan Ekonomi, PPDB Ditunda Saja

Senin, 08 Juni 2020 – 14:23 WIB
Siswi ikut PPDB. Foto: JawaPos.com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang menetapkan tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020 dikritik Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Menurut Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, pendaftaran peserta didik baru (PPDB) kali ini terlalu dipaksakan karena hanya untuk mengikuti kalender pendidikan.

BACA JUGA: Cegah Penyebaran Covid-19, Kemendikbud Dorong Pemda Terapkan PPDB 2020 Secara Daring

"Kenapa harus dipaksakan tahun ajaran baru dimulai bulan depan, tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi yang mendera masyarakat Indonesia, khususnya rakyat kecil. Untuk makan saja, mereka tak tercukupi, apa lagi untuk bayar pendaftaran sekolah, uang gedung, dan juga kuota internet untuk mengawal proses PPDB. Ini sungguh kami menilai sebagai kebijakan yang tidak manusiawi," beber Ubaid dalam pesan elektroniknya pada Senin (8/6).

Dia menyebutkan, di kala pandemi ini, JPPI mendapat banjir pengaduan dari masyarakat terkait rencana pemerintah untuk membuka kembali sekolah. Juga soal memaksakan PPDB dan tahun ajaran baru bulan Juli 2020.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Corona Mengganas Lagi, Ketua Dewan Bunuh Diri, Don Juan

Dari semua pengaduan yang terkumpul, hanya ada 24% yang setuju dengan PPDB dan tahun ajaran baru pada Juli 2020.

Sisanya, sebanyak 59% setuju diundur sampai situasi pandemi berakhir, dan sejumlah 17% yang setuju diundur pada Januari 2021.

BACA JUGA: KPAI Buka Posko Pengaduan PPDB 2020, Ini Nomor Kontaknya

"Ini menunjukkan masyarakat memang masih belum siap untuk menghadapi tahun ajaran baru," ucapnya.

Ubaid mengungkapkan, ada beberapa alasan orang tua tidak setuju PPDB di bulan ini dan mereka juga menolak kalender pendidikan akan dimulai Juli 2020.

Di antaranya, orang tua terkendala ekonomi karena terdampak COVID-19. Biaya SPP semester kemarin saja banyak yang menunggak, apalagi harus bayar untuk PPDB.

"Banyak uang yang harus dikeluarkan orang tua saat PPDB. Karenanya kenyataannya proses PPDB tetap berbayar, apalagi di jenjang SMA/SMK/MA, dan juga sekolah-sekolah swasta. Ini sangat memberatkan orang tua," ujarnya.

Alasan lainnya, PPDB online tidak akan berjalan efektif. Pada situasi normal saja, seperti tahun sebelumnya, PPDB online menuai banyak masalah, apalagi sekarang situasi pandemi, tentu sangat tidak efektif.

Tahun lalu, PPDB online saja harus mengantre datang ke sekolah dari subuh untuk bisa memasukkan data, bagaimana dengan sekarang? Kemungkinan besar kekacauan akan kembali terulang.

"Orang tua khawatir terpapar COVID-19 karena pandemi belum usai. Ini dikhawatirkan oleh orang tua karena anak-anaknya berpeluang besar terpapar COVID-19. Banyak sekolah yang belum siap menerapkan protokol COVID-19 karena keterbatasan sarana dan juga sumber daya," tuturnya.

Ubaid menambahkan, selama ini pembelajaran online berjalan tidak optimal karena keterbatasan sarana dan juga akses.

Ini diperparah dengan banyaknya guru dan tenaga kependidikan yang terdampak COVID-19. Selain itu para guru juga terkendala dalam memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran.

"Jika ini dipaksakan, pembelajaran tidak akan optimal," tutupnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler