Uji Materi Jabatan Wapres di MK Dianggap Langkah Mundur

Kamis, 26 Juli 2018 – 19:00 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Freedom Institute Rizal Mallarangeng menilai uji materi soal masa jabatan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan langkah mundur terhadap regenerasi bangsa.

"Sejak 20 tahun tidak ada yang men-challenge. Kami berharap dari satu generasi ke satu yang lain, dari satu pemilu ke pemilu yang lain, aturan dasarnya jangan diotak-atik," kata Rizal dalam diskusi yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (26/7).

BACA JUGA: Cak Imin: Parpol Koalisi Tetap Solid Mengusung Jokowi

Menurut Rizal, aturan soal masa jabatan presiden dan wapres sudah jelas sehingga tidak bisa diperdebatkan.

Menurutnya, Pasal 7 Undang-undang Dasar 1945 jabatan keduanya saling mengikat dan melekat.

BACA JUGA: Kiai Maruf Amin Mau Saja Jadi Cawapres Jokowi, Tapi...

Rizal juga menyebutkan langkah uji materi tidak mengakomodasi kepentingan bangsa.

Dia menilai seharusnya langkah tesebut harusnya dilakukan jauh sebelum pendaftaran Pilpres 2019.

BACA JUGA: Pak SBY Terlalu Perasa, Berlebihan Menafsirkan Fakta

"Kok ini dua minggu, tiga minggu sebelum pendaftaran capres-cawapres? Harusnya tahun lalu. Kalau mau demi kepentingan bangsa dan negara, tunggu setelah pemilu. Bikin tim kecil dulu bagaimana membahasnya," ujar dia.

Sementara Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, uji materi soal jabatan presiden dan wapres mengganggu sakralitas dari hukum sendiri.

"Kita jangan mengacaukan judical review terhadap undang-undang, mengotak-atik atau mengakali konstitusi. Karena ini bukan melakukan judical review terhadap konstitusi, jadi judical review terhadap undang-undang. Kalau judical review itu harus ada ukurannya, apa ukurannya? Ya, konstitusi," kata Djayadi.

Menurut Djayadi, Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama.

Djayadi menambahkan anggapan wapres hanya pembantu presiden adalah pemikiran yang sah. Namun, dalam UUD 1945, sudah sangat jelas disebutkan ada wapres.

"Jadi bukan konstitusinya diakal-akali, tapi undang-undangnya dicek. Apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak," jelas Djayadi. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Akui Capres yang jadi Superstar


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler