jpnn.com, KIEV - Ukraina masih tidak percaya penjelasan Iran soal jatuhnya pesawat penumpang milik maskapai Ukraine International Airlines. Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menegaskan bahwa alasan kelalaian manusia tidak dapat diterima.
"Hari ini saya ingin menekankan dengan jelas bahwa terlalu dini untuk mengatakan pesawat itu ditembak jatuh akibat kelalaian manusia, sebagaimana diklaim pihak Iran. Kami memiliki banyak pertanyaan, dan kami membutuhkan banyak sekali jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, tidak memihak, dan objektif," ujar Kuleba dalam konferensi pers daring, Selasa (14/7).
BACA JUGA: PNS Iran Nekat Jual Informasi ke Amerika, Begini Nasibnya Sekarang
"Saat ini, Ukraina tidak sepakat bahwa pesawat itu ditembak jatuh akibat kelalaian manusia. Kami yakin isu ini harus dipelajari selama penyelidikan," tambah Kuleba.
Kuleba menambahkan lagi bahwa Iran harus bertanggung jawab atas insiden itu sesuai hukum internasional, dan Kementerian Luar Negeri Ukraina akan melakukan apa pun demi memastikan Iran menanggung konsekuensi dari apa yang terjadi.
BACA JUGA: Bangun Pangkalan Rudal di Teluk Persia, Iran Tunggu Amerika Lakukan Kesalahan
Pesawat Boeing-737 yang sedang dalam perjalanan dari Teheran menuju Kiev itu ditembak jatuh oleh dua roket tak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Imam Khomeini di Teheran pada 8 Januari lalu. Tragedi tersebut menewaskan seluruh 167 penumpang dan sembilan anggota kru di dalam pesawat, yang terdiri dari warga negara Ukraina, Iran, Kanada, Swedia, Afghanistan, dan Inggris.
Militer Iran kemudian mengonfirmasi bahwa insiden itu disebabkan oleh peluncuran sebuah rudal militer yang tidak disengaja.
BACA JUGA: Iran Punya Kota Bawah Tanah Penyimpan Rudal, Konon Mengerikan
Menurut Kuleba, pihak Iran telah mengungkapkan kesiapannya untuk mengunjungi Ukraina guna bernegosiasi mengenai kompensasi antara 20 hingga 30 Juli.
Kuleba menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap "kotak hitam" pesawat itu akan dimulai di Prancis pekan depan, dengan melibatkan sejumlah pakar dari Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Inggris, dan Ukraina. (xinhua/ant/dil/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Adil