jpnn.com, JAKARTA - Staf Ahli Menteri Agama Prof Abu Rokhmad meradang atas ulah Saiful Arif (44), warga Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang memicu kegaduhan publik. Ini lantaran Saiful diduga sengaja menikah dengan kambing dan viral di YouTube.
Prof Abu Rokhmad menilai tindakan Saiful tergolong sangat kelewat batas karena menggunakan pernikahan yang merupakan bagian dari ajaran agama Islam sebagai bahan lelucon.
BACA JUGA: Alasan Pria Ini Menikahi Kambing Bikin Jengkel, Kemenag Merespons TegasÂ
“Bagi para YouTuber, kreatif memang wajib dan harus, tetapi jangan menabrak aturan hukum dan syariat Islam," ujar Prof Abu di Jakarta, Sabtu (11/6).
Dia juga mengingatkan para kreator konten agar tidak menjadikan ajaran agama sebagai bahan lelucon.
"Konsekuensinya sangat berat, baik di mata manusia lebih-lebih di hadapan Allah SWT," lanjut Prof Abu.
Dia menjelaskan, perkawinan dalam Islam sudah jelas diatur secara perinci di Al-Qur’an dan Hadis.
Hakikat perkawinan, tujuan perkawinan, hukum perkawinan, siapa yang boleh dinikahi dan tidak boleh dinikahi juga telah jelas tertuang di sumber utama hukum Islam tersebut.
Dalam syariat Islam, lanjut dia, pernikahan hanya dapat dilakukan antara sesama manusia, yakni antara laki-laki dan perempuan.
Ulama juga sudah bulat menyatakan bahwa perkawinan manusia dengan seekor hewan hukumnya haram secara mutlak. Pelakunya berdosa karena telah menyimpang dari hukum Islam.
Lantas apakah seorang muslim yang mengawini seekor hewan otomatis keluar dari Islam? Menurut Prof Abu, jawaban pertanyaan tersebut tergantung dari niat dan motif pelakunya.
"Ya, bisa jadi murtad atau keluar dari Islam jika pelakunya pada saat menikahi seekor hewan tersebut memang berniat keluar dari Islam," ungkapnya.
Menurut dia, jika perkawinan dengan hewan didasari karena ketidaktahunan atau kebodohan pelakunya tentang hukum pernikahan Islam, jelasnya, maka pelakunya tergolong berdosa dan wajib bertaubat kepada Allah. Pelaku wajib segera menghentikan perkawinan tersebut.
“Pelaku tetap muslim, tetapi kategorinya muslim yang telah berbuat dosa kepada-Nya (fasiq),” terang guru besar sosiologi hukum UIN Walisongo Semarang tersebut.
Nah, apabila motif atau niatnya (secara sengaja) untuk konten YouTube dan ia mendapatkan uang dari konten tersebut, lanjut Prof Abu, maka pelaku dosanya lebih besar.
Sebab, dia secara sengaja telah merusak keagungan dan kesakralan perkawinan yang sudah diatur secara lengkap oleh syariat Islam.
Menertawakan atau menjadikan perkawinan sebagai bahan lelucon, apalagi dengan seekor hewan sebagai pasangannya, merupakan perbuatan tidak elok dan tidak pantas dilakukan, apalagi oleh seorang muslim.
"Dia jelas berdosa tetapi tetap muslim. Dia wajib bertobat kepada Allah SWT. Jadi, jangan pernah jadikan ajaran agama sebagai bahan lelucon karena, minimal, pemeluk agama tersebut pasti akan tersinggung akibat perbuatan tidak bijak tersebut," tegasnya.
Dikatakan Prof Abu, uang yang dihasilkan akibat perbuatan tersebut bisa dikategori sebagai rezeki yang tidak halal mengingat cara menghasilkanya dari usaha yang bertentangan dengan syariat Islam.
"Uang yang dihasilkan akibat perbuatan tersebut juga dapat dikategori sebagai rezeki yang tidak halal mengingat cara menghasilkannya dari usaha yang bertentangan dengan syariat Islam," tandasnya.
Prof Abu mengimbau kepada umat Islam untuk berhati-hati dalam berucap dan bertindak, lebih-lebih berkaitan agama dan ajaran agama karena dapat berkonsekuensi dengan akidah atau keyakinan kita.
Terkait ajakan kepada pelaku dan seluruh kru yang terlibat dalam pembuatan konten perkawinan untuk membaca syahadat tidak salah.
"Ini untuk mengantisipasi, jangan-jangan, pelaku atau krunya ada yang secara sengaja ingin keluar dari Islam. Syahadat yang dilafalkan oleh pelaku dan seluruh kru akan memastikan mereka tetap muslim dan tetap berakidah Islam," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad