Ulama Syiah Ditembak Mati di Kota Suni, Iran Makin Tak Terkendali

Jumat, 04 November 2022 – 09:20 WIB
Belum selesai demo antipemerintah yang dipicu kematian Mahsa Amini, Republik Islam Iran kini menghadapi ancaman konflik sektarian klasik antara Suni versus Syiah. Foto: AFP

jpnn.com, TEHRAN - Konflik sektarian antara kaum Sunni dan Syiah di Iran kembali memanas saat stabilitas republik Islam tersebut masih diguncang gelombang demonstrasi pendukung Mahsa Amini yang terus meluas.

Kantor berita milik pemerintah, IRNA, melaporkan bahwa seorang ulama Syiah telah ditembak mati di Zahedan, kota yang sebagian besar penduduknya adalah kaum Suni, Kamis (3/11).

BACA JUGA: Republik Islam Iran Korban Terbesar Aksi Terorisme di Dunia

IRNA menyebut ulama yang meninggal itu bernama Sajjad Shahraki.

"Satuan tugas khusus telah dibentuk untuk mengidentifikasi dan menangkap para pelaku," kata Ahmad Taheri, komandan polisi provinsi Sistan-Baluchistan.

BACA JUGA: Punya Bukti Baru, Iran Minta Dunia Percaya Mahsa Amini Bukan Tewas karena Dianiaya

Kematian Zahedan dikritik secara luas, termasuk oleh seorang ulama Suni terkemuka yang mengatakan para pejabat senior rezim Syiah, termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan.

Zahedan merupakan lokasi salah satu bentrokan paling berdarah antara aparat keamanan dengan demonstran pro-Amini.

BACA JUGA: Bantu Rusia Bantai Warga Ukraina, Iran Langgar Resolusi 2231

Amnesty International mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 66 demonstran di kota tersebut pada 30 September lalu.

Tak lama setelah itu, komandan dan kepala kantor polisi setempat dipecat oleh otoritas yang berwenang.

Demonstrasi nasional, yang selalu diwarnai seruan kematian bagi Khamenei, telah menjadi unjuk rasa antipemerintah paling lantang sejak Revolusi Islam 1979.

Iran menyalahkan musuh asing dan agen mereka atas protes dan menuduh mereka mencoba mengacaukan negara.

Zahedan, dekat perbatasan tenggara Iran dengan Pakistan dan Afghanistan, adalah rumah bagi minoritas Baluch yang diperkirakan berjumlah hingga 2 juta orang yang telah menghadapi diskriminasi dan penindasan selama beberapa dekade, menurut kelompok hak asasi manusia.

Wilayah Sistan-Baluchistan di sekitar Zahedan adalah salah satu yang termiskin di negara itu dan telah menjadi sarang ketegangan di mana pasukan keamanan Iran telah diserang oleh militan Baluch.

Empat puluh pengacara hak asasi manusia terkemuka Iran secara terbuka mengkritik teokrasi Syiah Iran, mengatakan tindakan keras yang telah menghancurkan perbedaan pendapat selama beberapa dekade tidak akan lagi berhasil dan pengunjuk rasa yang mencari tatanan politik baru akan menang.

"Pemerintah masih tenggelam dalam ilusi dan percaya dapat menekan, menangkap dan membunuh untuk membungkam," kata pengacara, beberapa di dalam negeri dan beberapa di luar, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke Reuters.

"Tetapi banjir orang pada akhirnya akan menghapus pemerintahan karena kehendak ilahi berpihak pada rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan."

Siapa pun di wilayah Iran berisiko besar ditangkap karena membuat komentar semacam itu. 

Namun, pernyataan para pengacara itu adalah gambaran bagaimana semakin banyak orang Iran kini tidak lagi dibayangi oleh ketakutan akan hukuman keras negara.

Di antara pengacara yang menandatangani pernyataan itu adalah Saeid Dehghan, yang telah mewakili dua warga negara yang dipenjara di Iran atas tuduhan terkait keamanan.

Yang lainnya adalah Giti Pourfazel, yang termasuk di antara aktivis yang dipenjara karena menandatangani surat terbuka pada 2019 yang mendesak Khamenei untuk mengundurkan diri. Dia dibebaskan pada tahun 2021.

Video yang dibagikan di media sosial menunjukkan ratusan orang berkumpul pusat kota Karaj untuk memberi penghormatan kepada Hadis Najafi, seorang wanita muda yang ditembak mati oleh pasukan keamanan, menurut saudara perempuannya dan media sosial.

Para pengunjuk rasa di Karaj, yang terletak di sebelah barat ibukota Teheran, terlihat dalam sebuah video online membakar dan merobek "abah", jubah panjang yang dikenakan ulama Syiah.

Seorang anggota milisi garis keras Basij tewas di Karaj dan lima petugas polisi terluka dalam sebuah kerusuhan, kantor berita semi-resmi Tasnim melaporkan.

Human Rights Watch mengatakan pihak berwenang Iran telah meningkatkan serangan mereka terhadap perbedaan pendapat dan protes yang meluas dengan mengajukan tuntutan keamanan nasional yang meragukan terhadap aktivis yang ditahan dan melakukan pengadilan yang sangat tidak adil.

“Aparat keamanan Iran yang kejam menggunakan setiap taktik dalam bukunya, termasuk kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa, menangkap dan memfitnah pembela hak asasi manusia dan jurnalis, dan pengadilan palsu untuk menghancurkan perbedaan pendapat yang meluas,” kata Tara Sepehri Far, peneliti senior Iran di Human Rights Watch.

“Namun setiap kekejaman baru hanya memperkuat mengapa orang Iran menuntut perubahan mendasar pada otokrasi yang korup.” (reuters/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler