jpnn.com, JAKARTA - Wakil Rektor Bidang Akademik dan Perencanaan Unhan Laksma TNI Agus Adriyanto mengatakan bahwa isu pengungsi Rohingnya menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia.
Pasalnya, ada keterbatasan sumber daya, baik manusia, makanan, dan penampungan.
BACA JUGA: 65 Pengungsi Rohingnya Terdampar di Thailand
"Juga kebutuhan akan integrasi sosial, dan ketidakpastian status hukum jangka panjang bagi pengungsi. Ini juga menjadi concern yang dipikirkan oleh Indonesia saat ini," ujar Laksma Agus.
Hal itu diungkapkan Laksamana Agus dalam Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk Kerentanan Kawasan Indo-Pasific Kesiapan Indonesia. FGD digelar bersama dengan Indo-Pasific Strategic Intelligence (IPSI), di Gedung Pascasarjana Unhan, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (5/1).
BACA JUGA: Perahu Mengangkut 20 Warga Rohingnya Terdampar di Aceh Timur
Dia menyebut Indonesia sebenarnya tidak tergabung dalam Konvensi Pengungsi 1951.
Namun, dengan alasan kemanusiaan, Indonesia tetap membantu pengungsi Rohingnya untuk bertahan hidup.
"Indonesia belum mengaktivasi Konvensi Pengungsi 1951, sehingga kita tidak memiliki kerangka hukum formal yang baik untuk para pengungsi. Kita menyediakan perlindungan sementara dan bantuan kemanusiaan, itu khusus untuk yang sudah terlanjur sampai ke Indonesia," ungkapnya.
Di sisi lain, Indonesia juga masih memiliki pekerjaan rumah terkait Papua.
Guru Besar Hubungan Internasional Unhan Prof. Anak Agung Banyu Perwita menilai konflik tersebut sudah terjadi selama puluhan tahun, bukan baru-baru saja terjadi.
"Mungkin kita semua belum sadar bahwa konflik Papua ini sudah berlangsung lebih dari 60 tahun. Awalnya mungkin 1 Mei 1963, dan banyak literatur yang saya pikir cukup tidak berimbang, bagaimana mereka melihat Papua, orang-orang asing," kata Prof. Banyu.
Menurut, dia permasalahannya saat ini apakah konflik di Papua hendak diselesaikan atau di-manage.
Dia juga mengatakan ada banyak aspek geopolitik dan hubungan internasional dalam melihat isu konflik di Papua.
"Jadi, misalnya saja ketika bicara bicara geopolitik dan hubungan internasional, itu tidak bisa dilepaskan oleh begitu banyak aktor, sektor, yang terlibat di Indonesia. Salahs atunya tentu bicara kementerian luar negeri. Tidak bisa kita melihat isu Papua pada satu aspek saja, sehingga kita harus melihatnya secara keseluruhan," pungkas Banyu.(mcr10/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul