jpnn.com - LIHATLAH daftar terbaru ranking 50 universitas terbaik di Indonesia. Namanya belum ada di sana. Bahkan belum pernah ada. Kadang dia dipanggil ”Undip”. Tapi, jumlah mahasiswanya jauh melebihi Undip yang Universitas Diponegoro Semarang.
Undip yang satu ini bahkan mengalahkan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Dalam hal jumlah mahasiswa. Ternyata dia yang terbesar. Mengalahkan semua universitas di Indonesia. Negeri maupun swasta.
BACA JUGA: Medan Cahaya di Lokasi Medan Perang
”Kadang kami memang dipanggil Undip,” ujar Dayat Hidayat, rektornya. Dengan kalemnya. ”Universitas di Pamulang,” tambahnya. ”Jumlah mahasiswa kami 58.000,” kata Dayat.
Catat baik-baik. Nama resminya: Universitas Pamulang. Singkatan resminya: Unpam. ”Unpam juga sering dipelesetkan dengan Universitas Paling Miskin,” ujar H Darsono, ketua yayasannya.
BACA JUGA: Mengapa Kursi Itu Panas Membara?
Dayat tidak tersinggung dengan pelesetan itu. Ini memang universitas rakyat jelata. ”Kami memang mengabdikan diri untuk orang miskin,” ucap Dayat. ”Orang miskin yang ingin maju,” ujar alumnus D-1 IKIP Jakarta, Unmuh Jakarta (S-1), STIM Jakarta (S-2), dan Universitas Pasundan (S-3) itu.
Lihatlah uang kuliahnya: hanya Rp 1,2 juta per semester. Bahkan praktis tidak pakai uang masuk. Hanya Rp 100.000. Itu pun untuk membeli jaket almamater. Dan kartu mahasiswa.
BACA JUGA: Serbasulit untuk Freeport yang Serbaberat
Heeem… 58.000 mahasiswa. Betapa besarnya. UGM, yang selama ini kita kira terbesar, punya 53.000 mahasiswa.
Saya diundang ke Unpam itu bulan lalu. Oleh mahasiswa jurusan akuntansi. Saya mengajukan topik bahasan perbedaan antara ahli keuangan dan sikap keuangan. Topik itu tidak ada dalam literatur. Tapi, saya menerapkannya dalam praktik sehari-hari.
Mahasiswa Jurusan Akuntansi Unpam ternyata 7.000 orang. Hanya satu jurusan. Salah satunya tampil di panggung hari itu: Ade Irma. Menyanyikan Cindai dengan suara yang layak ikut audisi D’Academy-nya Indosiar.
Ada jurusan lain yang mahasiswanya lebih gila lagi: 14.000 orang. Jurusan manajemen. Fakultas Ekonomi Unpam memang terlaris. Dibanding lima fakultas lainnya. ”Kami akan terus mempertahankan biaya murah ini,” ujar Dayat.
Lihatlah Pak, katanya sambil menunjuk wilayah Pamulang yang luas dan padat di selatan Jakarta ini, ke mana anak-anak itu mau kuliah? Kalau universitas kian tidak terjangkau.
Memang aturan baru pemerintah menantangnya. Untuk mahasiswa barunya yang 19.000 orang. Untuk memenuhi aturan Unpam jadi kekurangan 1.000 dosen. Ini akan membuat pengeluaran Undip, eh Unpam naik. ”Kami akan penuhi dalam dua tahun,” katanya. ”Kami sudah menyekolahkan 600 dosen S-1 ke S-2.”
Saya menyempatkan diri dialog panjang dengan Dayat. Ingin belajar: bagaimana gaya manajemennya. Kok bisa.
Pertama, ketua yayasan dan rektornya ternyata seperti nama bus antarkota: rukun abadi.
Ini agak langka. Biasanya, yang kita dengar, dua pejabat itu bertengkar. Kadang di bawah selimut. Di mana-mana. Ya, kan? Di Unpam keduanya rukun dalam segala hal. Terutama dalam memilih cara hidup: sama-sama sederhana.
Penampilan pak rektornya seperti Oemar Bakri dalam lagu Iwan Fals. Demikian juga ketua yayasannya. Demikian juga ruang kerjanya. Demikian juga cara bicaranya.
Dayat memang guru. Asli. Tamatan SPG (sekolah pendidikan guru). ”Sampai sekarang saya masih guru SMP. Masih mengajar,” ungkap Dayat.
Kedua, fleksibel. Mahasiswa boleh memilih. Kuliah jam berapa saja boleh. Pilihan jam itu boleh berubah-ubah. Setiap saat. Sesuai dengan waktu kosong mahasiswa. Malam pun bisa. Di sini perkuliahan sampai jam 22.00.
Ini karena ini: banyak mahasiswa sambil mencari uang untuk biaya kuliah dan biaya hidup. Sebanyak 30 persen mahasiswanya kos di kampung Pamulang. Betapa hidupnya kampung ini. ”Saya jualan bakso,” ujar seorang mahasiswa.
Unpam boleh dibilang didirikan oleh hati. Bukan oleh ambisi materi. Awalnya H Darsono melihat begitu banyak tamatan SMP yang tidak bisa masuk SMA. Maka dia dirikan SMEA. Sekolah ekonomi ini maju pesat. Siswanya 5.000 orang. Orang tua siswalah yang menuntut Darsono mendirikan universitas.
”Cita-cita kami punya 200.000 mahasiswa,” kata Dayat. Cius? ”Serius. Serius sekali,” jawabnya. ”Akan terjadi sepuluh tahun lagi.”
Darsono-Dayat adalah contoh guru paripurna. Asli. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sentimentil Kecil di Kegaduhan Besar
Redaktur : Tim Redaksi