Untuk Warga Jateng, Ada Fatwa Terbaru dari MUI

Rabu, 03 Juni 2020 – 18:45 WIB
Petugas saat memberi tanda silang pada barisan shaf salat di masjid untuk menerapkan protokol kesehatan saat dimulainya new normal. Foto : Ricardo/JPNN

jpnn.com, SEMARANG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng memutuskan memperbaiki fatwa tentang tata cara beribadah selama pandemi COVID-19.

Dalam fatwa sebelumnya MUI melarang kegiatan beribadah di seluruh tempat ibadah khususnya masjid.

BACA JUGA: Ganjar: Pak Polisi dan Tentara, Tolong Diatur Sekarang!

Kali ini, dalam perbaikan fatwa pelaksanaan ibadah diperbolehkan digelar di masjid khusus yang berzona hijau.

Keputusan itu diambil usai puluhan ulama se-Jateng menggelar halakah tentang tatanan beribadah di era normal baru di gedung A lantai 2 kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu (3/6).

BACA JUGA: Jateng Kapan New Normal? Ganjar: Sekarang Aja Ada Masyarakat yang Tak Mau Pakai Masker

Hadir dalam halakah itu sejumlah ulama dan perwakilan pengasuh pondok pesantren se-Jateng.

"Hasil halakah ini, kami memutuskan akan memberikan kelonggaran untuk beribadah di masjid khusus untuk daerah zona hijau. Namun pelaksanaannya tetap harus menggunakan protokol kesehatan yang ketat," kata Ketua MUI Jateng, KH Ahmad Daroji.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Apa Kabar Perpres Gaji PPPK? Sanksi untuk yang Nekat Berangkat Haji

Daroji menerangkan, selama ini masyarakat sudah rindu untuk beribadah di masjid. Mereka rindu untuk jumatan atau salat berjemaah di masjid-masjid kampung.

Namun, kondisi Jawa Tengah saat ini dilihat dari perkembangan kurva penularan COVID-19 belum turun drastis sehingga, kondisi itu belum mengizinkan digelarnya kegiatan di tempat ibadah secara menyeluruh.

"Besok kami dari Komisi Fatwa MUI akan menggelar sidang terkait hasil halakah ini. Nantinya, akan ada kelonggaran beribadah di daerah zona hijau namun tetap menggunakan protokol kesehatan ketat. Untuk daerah kuning dan merah, nanti dulu karena itu bahaya," terangnya.

Jika sebelumnya MUI meminta seluruh masyarakat Jateng beribadah di rumah, kali ini akan ada beberapa daerah yang diperbolehkan menggelar kegiatan ibadah di masjid.

"Tapi karena virus ini masih ada dan penularannya masih terjadi, sehingga meskipun diberikan kelonggaran harus dengan protokol kesehatan ketat. Sebab selama ini, masih banyak masyarakat yang belum sadar memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan menggunakan sabun," tegasnya.

Disinggung terkait usulan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo agar pelaksanaan salat Jumat dibuat shift, Daroji mengatakan sudah membahasnya bersama para ulama.

Sebenarnya usulan itu memungkinkan, tetapi terkendala oleh fatwa MUI pusat yang pernah melarang pelaksanaan salat Jumat secara shift.

"Kendalanya MUI pusat pernah mengeluarkan fatwa larangan itu (Jumatan shift), tapi kan itu dulu dan kondisinya berbeda. Tapi aturannya fatwa MUI daerah tidak boleh bertentangan dengan pusat. Untuk itu, kami akan usulkan ke pusat agar ada pembahasan soal ini," tegasnya.

Sebab jika tidak ada pembatasan secara shift, maka pelaksanaan salat Jumat di era pandemi ini bisa berbahaya. 

Dia mencontohkan di masjid Baiturrahman Semarang, setiap pelaksanaan salat Jumat selalu dipenuhi jemaah.

"Sebelum salat itu jemaah sudah berjubel, antre sampai luar. Kalau tidak dibuat shift bisa bahaya. Maka nanti kami segera usulkan ini ke pusat. Mudah-mudahan ada fatwa soal jumatan secara shift ini dikeluarkan oleh MUI pusat," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, para ulama se-Jateng berkumpul untuk menggelar halakah tentang tatanan peribadatan di era new normal.

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen juga hadir dalam halakah tersebut.

Dalam acara itu, Ganjar berharap, halakah ulama itu nantinya memutuskan berbagai hal tentang panduan dan tata cara penerapan normal baru dari segi peribadatan.

Nantinya, hasil halakah dijadikan pedoman bagi pemerintah mengeluarkan kebijakan baru.

"Saya minta para ulama merumuskan ini, agar nantinya bisa menjadi formula yang baik sehingga Jateng benar-benar siap. Mudah-mudahan ada alternatif dan masukan dari para ulama yang akan kami jadikan acuan untuk menerapkan normal baru itu, agar semuanya lebih aplikatif dan aman," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Ganjar juga tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Menurutnya, semua harus dipersiapkan dengan matang agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Dia juga mendorong masyarakat menggelar latihan penerapan normal baru. Apabila ada daerah yang sudah hijau, maka boleh melakukan uji coba menggelar ibadah di tempat ibadah dengan standar protokol yang ketat.

"Yang hijau saya izinkan untuk uji coba misalnya menggelar salat berjamaah, tapi yang merah atau yang kuning jangan dulu. Meski Menteri Agama sudah memperbolehkan, tapi tidak terus tumplek brek, kalau Kota Semarang yang sekarang masih naik terus kurvanya, ya jangan dulu. Bahaya nanti," pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler