jpnn.com, JAKARTA - Upah buruh tani pada Juli 2017 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, baik secara nominal maupun riil.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), upah nominal harian buruh tani nasional naik sebesar 0,18 persen dibanding upah buruh tani Juni 2017.
BACA JUGA: Kembangkan Jagung di Lahan Marginal, FAO Siap Bersinergi Dengan Kementan
Pada Juni 2017 tercatat upah nominal harian buruh tani senilai Rp 49.912, pada Juli 2017 tercatat senilai Rp 50.003.
Sementara itu, upah riil juga meningkat sebesar 0,03 persen dari bulan Juni 2017 senilai Rp 37.296 menjadi Rp 37.408 pada Juli 2017.
BACA JUGA: Mentan Serahkan Penghargaan kepada Pelaku Pertanian yang Berjasa
Kenaikan upah buruh tani yang terjadi pada bulan Juli 2017 ini melanjutkan tren positif pada bulan sebelumnya.
Pada Juni 2017, upah nominal harian buruh tani naik sebesar 0.26 persen dibandingkan bulan Mei 2017, yaitu Rp 49.782 menjadi Rp 49.912 per harinya.
BACA JUGA: Pertanian di Perbatasan Sebagai Beranda Negara
Sementara upah riil juga mengalami kenaikan sebesar 0.04 persen, yaitu Rp 37.380 menjadi Rp 37.396.
Plt. Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi menilai peningkatan upah buruh tani ini sebagai sesuatu yang positif karena menjadi salah satu tolok ukur peningkatan pendapatan petani.
“Dengan meningkatnya nilai upah riil ini bisa disebut adanya peningkatan dari pendapatan yang diterima buruh. Semakin tinggi upah riil maka bisa disebut semakin tinggi pula daya beli buruh tani,” ungkap Suwandi.
Meningkatnya nilai upah buruh tani juga diikuti dengan peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP).
NTP Juli 2017 tercatat sebesar 100,65 atau naik sebesar 0,12 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.
Sementara NTUP Juli 2017 tercatat sebesar 109,75 persen atau naik 0.15 persen dibandingkan NTUP bulan sebelumnya.
“Kenaikan upah harian buruh tani yang diikuti kenaikan NTP maupun NTUP ini bisa disebut sebagai indikasi kesejahteraan petani terus membaik. Capaian ini menjadi pemicu kami untuk dapat terus menjalankan kebijakan dan program yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani, seraya juga meningkatkan produktivitas pangan kita,” papar Suwandi.
Suwandi menambahkan, petani akan selalu menjadi pertimbangan utama Kementan dalam merumuskan kebijakan dan programnya. Petani disebutnya sebagai pelaku utama swasembada pangan.
“Keberhasilan swasembada pangan akan sangat ditentukan oleh petani sebagai pelaku utama. Tentunya kesejahteraan petani akan selalu menjadi concern utama kami,” tegas Suwandi.
Selama ini, Kementan menjalankan program-program yang diharapkan dapat mendorong pemberdayaan dan kesejahteraan petani.
Misalnya, pelatihan dan pendampingan, perlindungan harga petani dengan kebijakan harga pembelian maupun harga eceran, serta membangun kemitraan dalam penyerapan hasil tani, baik dengan badan usaha milik negara (BUMN) maupun pengusaha swasta.
Selain itu, Kementan juga menambah alokasi anggaran untuk sarana produksi pertanian, seperti perbaikan jaringan irigasi, pembangunan embung, bantuan alat dan mesin pertanian, bantuan benih unggul, subisdi pupuk, perluasan areal tanam, serta bantuan lainnya yang dapat berdampak pada peningkatan produksi pangan.
“Peningkatan produktivitas pangan tentunya dapat turut berdampak terhadap perbaikan kesejahteraan petani,” pungkas Suwandi. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Promosi Buah Nusantara, Kementan Bagikan Ribuan Kilogram Buah Lokal di Car Free Day
Redaktur : Tim Redaksi