jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan menilai upaya pemerintah untuk menekan prevalensi perokok belum maksimal.
Pasalnya, prevalensi perokok di Indonesia masih belum mengalami penurunan signifikan. Saat ini, sekitar 65,7 juta penduduk Indonesia masih tercatat sebagai perokok.
BACA JUGA: Ekspor Minyak Atsiri Makin Melonjak
Khususnya, setelah rencana untuk mengadakan aturan khusus untuk produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) masih belum terealisasi.
Padahal, produk ini telah cukup banyak diteliti dan terbukti memiliki profil risiko yang lebih rendah daripada rokok, sehingga bisa membantu menekan bahaya kesehatan akibat rokok.
BACA JUGA: Pandemi Belum Usai, Kominfo Ajak Komunitas Startup Tingkatkan Layanan Digital & Inovasi Produk
“Regulasi yang sempat dicanangkan untuk HPTL masih mandek,” seru Satria.
Menurut Aji, saat ini pemerintah masih gamang. Pasalnya, industri tembakau merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Salurkan Bantuan Oksigen Sebanyak 286 Ton ke Berbagai Daerah
Belum lagi, di era pandemi seperti saat ini.
“Saya pikir pemerintah berpikir dua kali untuk melakukan inovasi radikal di bidang rokok,” tutur Satria.
Sementara itu, Director of University of Michigan Tobacco Research Network Cliff Douglas dalam diskusi Global Forum on Nicotine, mengatakan pembentukan kebijakan terkait produk ini perlu mempertimbangkan riset-riset yang sudah ada, termasuk riset yang dilakukan industri.
Hal ini demi menciptakan kebijakan yang proporsional.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy