Uria Novita, Berjuang Lewat Dendang Minang

Kamis, 30 Desember 2021 – 15:25 WIB
Penyanyi dendang Minang, Uria Novita di Padang Panjang, Sumatra Barat, Rabu (29/12). Foto: Dedi Yondra/JPNN.com

jpnn.com, SUMATERA BARAT - Uria Novita tidak pernah menyangka hidupnya akan seperti sekarang, menjadi salah satu penyanyi dendang ternama di Ranah Minang.

Kisah hidupnya lebih pelik daripada cengkok suaranya yang mahamerdu.

BACA JUGA: Ini Sosok Penting dalam Perjalanan Karier Elly Kasim

Saat baru berumur 19 hari di dunia, Uria Novita telah ditinggal orang tuanya yang memilih bercerai.

Bayi yang lahir di Pariaman, 25 tahun silam itu kemudian dirawat oleh kakek neneknya.

BACA JUGA: Dari Kisah Nyata, Alkawi Rilis Lagu Buai Anak

Uria Novita dididik penuh kasih sayang oleh kakek neneknya, meski dengan segala keterbatasan.

Sejak kecil, dia hidup dengan keterbatasan ekonomi, bahkan sempat tidak punya biaya untuk masuk sekolah menengah kejuruan (SMK).

BACA JUGA: Begini Suasana Kawasan Jam Gadang Jelang Libur Natal dan Tahun Baru

"Kakek enggak punya biaya buat Nita masuk SMK," kata Uria Novita saat berbincang dengan JPNN.com di Padang Panjang, Sumatra Barat, Rabu (29/12).

Bermodal Rp 100 ribu di saku, Uria Novita yang pada masa itu menetap di Lubuk Alung memberanikan diri berangkat menuju Kota Padang.

Tujuannya, yakni mendaftar ke SMK 7 Padang yang diidam-idamkannya.

Nita, sapaannya, ingin masuk ke Program Keahlian Seni Karawitan di sana, meski tidak punya latar belakang seorang seniman.

"Keluarga tidak punya darah seni satu pun," ucapnya.

Demi menempuh pendidikan di SMK 7, Uria Novita rela bolak-balik dari Lubuk Alung ke Padang yang berjarak 39 kilometer dengan menumpangi angkot.

Saking terlalu sering duduk di angkot hingga berjam-jam, Nita sempat mengalami sakit pinggang.

"Nita nyaris lumpuh, enggak bisa menunduk," kenangnya.

Oleh sebab itu, Uria Novita kemudian memutuskan menyewa indekos di Padang.

Kesulitan biaya membuatnya kerap telat membayar indekos.

Pada masa sekolah tersebut, Uria Novita kemudian berkenalan dengan guru yang bernama Najma Hanum alias Ibu Ema.

Dari sanalah, dia kemudian belajar bernyanyi, khususnya dendang Minang.

Nita setiap hari mengasah suara dan cengkoknya di sekolah atau pun di indekos.

"Kadang nyanyi di toilet sampai dua jam," ucapnya lantas tertawa.

Api semangat Uria Novita belajar berdendang begitu membara demi mengubah hidup.

Dia ingin berjuang bisa hidup dari apa yang dicintainya.

Proses belajar yang dijalani Nita tidak melulu berjalan mulus.

Dia kerap direndahkan bahkan dicaci oleh seorang penyanyi lain yang lebih dahulu memulai karier.

"Nita sakit hati direndahkan," ujar perempuan bersuku Tanjung itu.

Nita menjadikan rasa sakit hati itu sebagai bensin pembakar semangat.

Perlahan tetapi pasti, dia mulai menunjukkan bakat sebagai penyanyi dendang mumpuni.

Beberapa tawaran berdendang di acara-acara mulai datang.

Nita pun mulai mendapat penghasilan meski tidak seberapa.

"Waktu itu dendang dari jam 9 malam sampai dini hari cuma dibayar Rp 35 ribu atau Rp 50 ribu," tuturnya.

Karier Uria Novita kemudian berlanjut dengan grup dendang, Talang Sarueh.

Bersama grup tersebut, dia makin dikenal publik, khususnya penggemar dendang di Sumatra Barat.

Nita akhirnya bisa mengumpulkan biaya untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi.

Dia sempat kuliah di Universitas Negeri Padang (UNP) selama beberapa bulan, sebelum akhirnya masuk Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang.

Meski sibuk berdendang, Nita tetap mengutamakan kuliah.

Semasa kuliah, sama seperti mahasiswa lainnya, dia juga merasakan jatuh cinta kepada lawan jenis.

Namun, Uria Novita malah patah hati karena diselingkuhi sang kekasih.

"Dari situ, Nita bikin video dendang dan upload di Instagram, ternyata viral," beber mahasiswi pascasarjana Seni Karawitan tersebut.

Video Nita berdendang tentang kerapuhannya ternyata viral di media sosial.

Namanya spontan makin diperbincangkan masyarakat, termasuk anak muda.

Popularitas Uria Novita sampai ke telinga produser-produser kenamaan di Sumatra Barat.

Bahkan, pihak Koko Records yang bermarkas di Pekanbaru tertarik memproduksi album Uria Novita.

Nita akhirnya bisa melepas album perdana, Dendang Rancak Bana dan album kedua di tahun yang sama.

Tidak sekadar berdendang, dia turut andil dalam menjaga kualitas karya dalam album tersebut.

Nita menuliskan sejumlah lirik dan berimprovisasi membuat cengkok sesuai dengan kemauannya.

"Nita akan protes kalau hasilnya tidak sesuai kemauan," ucap penggemar Misramolai itu.

Setelah merilis 2 album, ketenaran Uria Novita makin meluas hingga luar daerah Sumatra Barat.

Dia bahkan pernah diundang untuk tampil di luar negeri seperti Tiongkok dan Malaysia.

Meski sudah terkenal, perjuangan Uria Novita lewat dendang Minang belum selesai.

Dia kini coba melawan sejumlah stigma tentang pendendang Minang yang telah melekat dari dahulu.

Banyak anggapan bahwa tukang dendang merupakan perempuan murahan.

Uria Novita mengaku masih sering direndahkan dan dilecehkan oleh sebagian orang.

"Ada yang pernah mengajak kencan, ada tetangga yang menuduh Nita hamil di luar nikah, pokoknya sering direndahkan," ceritanya.

Stigma tersebut kini coba dilawan oleh Uria Novita.

Dia membuktikan bahwa perempuan pendendang tidak semuanya murahan.

Meski kerap diprotes lantaran belum tetap memakai hijab, Nita selalu berusaha menjadi pribadi yang baik dan menghargai orang lain.

"Kalau suka karya Nita, terima kasih. Kalau ada yang jelek, jangan ditiru," imbuh Nita.

Saat ini, Uria Novita tengah menyiapkan album ketiga sembari melanjutkan pendidikan S2 di ISI Padang Panjang. (ded/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Dedi Yondra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler