SOREANG-DPRD Kabupaten Bandung meminta Pemerintah Kabupaten Bandung segera membuat kebijakan lokal untuk menyikapi keluhan masyarakat terhadap layanan pembuatan akta kelahiran yang harus melalui penetapan pengadilan. Pasalnya, prosedur tersebut dinilai memperpanjang rantai birokrasi dan memberatkan ekonomi masyarakat kecil dalam salah satu pelayanan mendasar yang seharusnya gratis tersebut.
Seperti diketahui, sejak habisnya masa berlaku Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.472.11/5111/SJ, habis pula masa dispensasi pembuatan akta kelahiran pada 30 Desember 2011 lalu. Pelayanan akta kelahiran pun kembali mengacu pada Undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam Bab V Bagian Kesatu Paragraf 4 Pasal 32 Pasal 2, dijelaskan bahwa pencatatan kelahiran yang melampaui waktu satu tahun setelah kelahiran, maka harus dilaksanakan berdasarkan pengadilan negeri setempat.
Menurut anggota Komisi A DPRD Kabupaten Bandung Cecep Suhendar, acuan tersebut pada kenyataannya sangat memberatkan masyarakat. Tidak hanya memperpanjang rantai birokrasi dan waktu yang harus ditempuh, masyarakat juga dibebani dengan biaya proses penetapan yang berlaku di pengadilan.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Cecep menyebutkan bahwa masyarakat harus mengeluarkan Rp141.000 sampai Rp250.000 untuk mendapatkan ketetapan pengadilan dengan membawa saksi sendiri. “Kalau tidak bawa saksi, mereka harus membayar saksi dari luar dengan tarif Rp500.000 sampai Rp1 juta,” ujarnya kepada wartawan, kemarin (10/4).
Kondisi tersebut juga sempat diakui salah seorang warga Kabupaten Bandung berinisial Ti (39). Dua mengaku harus membayar biaya administrasi Rp250.000, jasa panitera Rp200.000 dan hakim Rp500.000. Besaran biaya tersebut sempat membuat Ti mencurigai adanya pungutan tak resmi yang kemungkinan diberlakukan oleh oknum Pengadilan Negeri Bale Bandung (PNBB).
Menurut Cecep, kondisi tersebut jelas bertentangan dengan Undang-undang perlindungan anak yang menyebutkan bahwa setiap anak mendapatkan akta kelahiran secara gratis. Seperti diketahui, dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 28 memang disebutkan bahwa pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah, harus diberikan paling lambat 30 hari setelah permohonan, dan tanpa biaya.
Dasar hukum tersebut, kata Cecep, sudah cukup bagi Pemkab Bandung untuk membuat kebijakan lokal guna menghapuskan keharusan penetapan pengadilan dalam pelayanan akta kelahiran. Terlebih lagi pada awal Januari lalu, Mendagri Gamawan Fauzi juga sudah memberikan sinyal bahwa dispensasi akan diperpanjang lagi tahun ini, akibat banyaknya laporan dan masukan dari berbagai daerah terkait tingginya antusias masyarakat mengurus akta kelahiran dan permintaan dispensasi perpanjangan masa pengurusannya.
Bahkan, pada 16 Februari 2012, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnyzar Moenek melansir bahwa Mendagri sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) resmi yang ditujukan ke seluruh bupati/walikota terkait perpanjangan masa dispensasi pengurusan akta kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) seluruh Indonesia sampai akhir Desember 2012.(mg8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamanan Khusus Papua Dinilai Bukan Solusi
Redaktur : Tim Redaksi