Usai Melahirkan, Perhatikan Risiko Psikis

Kamis, 20 Juni 2013 – 08:12 WIB
PROSES kehamilan dan melahirkan adalah momen terindah bagi seorang wanita. Menjadi ibu adalah dambaan setiap wanita. Karena terlalu gembira, kadang calon ibu dan ayah hanya memikirkan pada nutrisi ibu, agar bayi bisa lahir sehat dan sempurna. Padahal, perawatan pascamelahirkan bagi sang ibu tidak kalah pentingnya.

"Banyak risiko pasca melahirkan yang luput dari perhatian publik. Padahal, penting bagi seorang ibu untuk menjalani periode pascamelahirkan dengan lebih nyaman dan terhindar dari risiko jangka panjang yang bisa berbahaya, tidak hanya bagi ibu tapi juga buah hati," urai dokter specialis kebidanan dan kandungan RS Bunda Jakarta dr Ivan Sini, MD. FRANZCOG, GDRM, SpOG dalam sebuah seminar di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sejumlah risiko pascamelahirkan pun dipaparkan. Mulai dari faktor estetika, seperti timbulnya gangguan pada kulit dan timbulnya scar (jaringan parut) pada luka pasca operasi caesar.

Kemudian masalah kendurnya otot panggul (pelvic prolapse) hingga yang parah adalah keluarnya sebagian rahim dari mulut vagina (vaginal prolapse). Dari sisi psikologis juga, kata Ivan, adanya post natal blues hingga yang terberat masuk ke dalam fase depresi akibat tekanan pasca melahirkan.

Pada masa kehamilan, terjadi perubahan hormonal yang cukup drastis dalam diri seorang wanita. Sehingga, bagi sebagian wanita hamil timbul sejumlah penyakit kulit. "Tapi tidak banyak wanita hamil yang mengetahui bahwa gangguan pada kulit itu akibat perubahan hormonal dalam tubuh. Sehingga ada di antara mereka yang tidak melakukan perawatan terhadap perubahan di kulitnya, tapi ada sebagian yang melakukan perawatan tanpa pendampingan dari dokter, sehingga memperparah kondisi kulit," beber dr Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK, spesialis dermatologis.

Menurutnya, ada sejumlah penyakit kulit yang bisa timbul saat kehamilan. Yaitu, herpes gestationes dengan rasa gatel dan perih seperti cacar air pada bagian tubuh, kaligata dengan gatal yang timbul pada kulit dan membentuk benjolan-benjolan, khlasma gravidarium yaitu bercak hitam pada kulit leher dan ketiak, polymorphous eruption dengan rasa gatal yang luar biasa selama hampir 24 jam, acne (jerawat), dan strechchmark (selulit), bahkan hingga varises pada skala yang lebih berat.

"Untuk khlasma gravidarium umumnya akan hilang dengan sendirinya pasca melahirkan dalam jangka waktu 6 bulan. Kecuali berkelanjutan disebut melasma. Sedangkan yang lain sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter kandungan dan dokter kulit," kata dokter pemilik klinik kesehatan perempuan pertama di Indonesia itu.

Tidak hanya gangguan kulit, tapi yang lebih parah dari itu adalah bahwa wanita yang sudah melahirkan pasti mengalami kendurnya otot panggul dan kemungkinan mengalami post natal blues hingga depresi pasca melahirkan. "Jadi sakit fisik dan psikis dalam jangka panjang bisa saja menimpa seorang ibu. Hal itu jangan lagi dianggap enteng," tegas Ivan.

Menurutnya, saat hamil, perempuan akan mengalami sejumlah perubahan. Mulai perubahan struktur tubuh, kontur kulit, hormonal, psikologis, hingga risiko kesehatan yang menyertainya.

"Itu sebabnya, pada usia kehamilan dari 5 hingga 9 bulan adalah saat di mana otot panggul mengendur. Pada saat masuk bulan ke-7 umumnya ibu hamil akan merasakan nyeri pada bagian bawah tubuh. Itu karena adanya perubahan tekanan yang semakin besar ke otot panggul," jelas Wakil Direktur Utama PT Bundamedik itu.

Saat itulah, otot panggul mulai mengendur. Baik lahir normal maupun caesar memiliki risiko pelvic prolapse yang sama. Jalan keluarnya adalah, sambung Ivan, dengan melakukan senam kegel untuk mengencangkan otot-otot panggul pasca melahirkan. "Untuk ibu yang melahirkan dengan caesar sebaiknya bisa melakukan kegel usai luka operasinya pulih. Pemulihan sekitar 6-9 bulan," jelas pimpinan Indonesia Reproductive Science Institute (IRSI).

Sejumlah penelitian, kata dia, menyebutkan, bahwa 25 persen wanita memiliki risiko kerusakan jaringan dasar panggul selama kehamilan. "Risiko akan meningkat seiring dengan pertambahan usia," tambahnya.

Di Australia, 1 dari 8 wanita berusia 50 tahun yang pernah melahirkan mengalami prolapse (turun panggul). Di Indonesia, karena awareness tentang pentingnya memeriksakan panggul pasca melahirkan masih kurang, maka diakuinya belum ada data pasti berapa banyak ibu yang mengalami prolapse.

"Tapi dari sejumlah kasus operasi yang saya tangani, 30 persen pasien wanita mengalami prolapse. Dari ringan sampai parah," ungkapnya panjang lebar.

Apalagi jika sudah mengalami vaginal prolapse, dia menganjurkan, sebaiknya wanita melakukan operasi pengangkatan rahim. Situasi pasca melahirkan yang tidak kalah menyedihkan adalah terjadinya post natal blues.

Yaitu sebuah perasaan yang tidak bisa dikendalikan pada ibu pasca melahirkan. "Bisa sedih berkepanjangan, bisa juga ada rasa marah atau ketidaksukaan terhadap anak yang dia lahirkan. Ini murni pengaruh hormonal, bukan karena faktor kejiwaan (gila)," papar dokter ahli bedah robotik pertama di Indonesia itu.

Tapi dia kembali katakan, bahwa kasus-kasus post natal blues itu tidak terdeteksi karena belum ada penelitian yang komprehensif tentang kasus-kasus di Indonesia. "Ada sejumlah kasus ibu membunuh bayinya, saya melihat itulah salah satu contoh kasus post natal blues. Tapi media dan polisi menyebut sang ibu mengalami masalah kejiwaan. Saya tidak bisa menyalahkan juga, karena masih kurangnya pemahaman awam terhadap persoalan psikologis yang satu ini. Sulit dijelaskan," babarnya.

Sebab menurutnya, tidak ada gejala khusus yang bisa ditangkap pasti sebagai gejala post natal blues. Tapi dia menyarankan, jika pada saat kehamilan seorang wanita mengalami lonjakan emosi yang berubah-ubah drastis dan seringkali menangis atau marah tanpa sebab, bisa jadi itu adalah gejala awalnya.

"Tapi untuk lebih memastikan, sebaiknya memang dikonsultasikan kepada dokter kandungan yang berkompeten dan juga psikolog yang tepat. Supaya ada tempat untuk berkonsultasi yang pas," ungkapnya.

Suport keluarga dan suami sebagai orang terdekat bisa menjauhkan wanita hamil dari situasi psikologis semacam itu. (sic)  

BACA ARTIKEL LAINNYA... High Heels Menyimpan Bahaya Atas Nama Fashion

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler