JAKARTA – Komisi Hak Asasi Manusia (Komnasham) telah menerima laporan penganiayaan yang dialami warga Mekaki, Desa Pelangan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pekan depan Komnasham berencana turun ke NTB, untuk mengumpulkan fakta-fakta terkait aksi tak berperikemanusiaan itu.
‘’Intinya kami telah menerima laporan ini dan dalam waktu dekat kami akan turun kesana,’’ ujar Komisioner Komnasham, Ridha Saleh kepada wartawan di gedung Komnasham, Rabu (18/1).
Dari laporan tersebut, Ridah menyebut pihaknya telah mempelajari bukti-bukti permulaan yang dibawa warga Teluk Mekaki. Berkas tersebut diterimanya bersama laporan warga Desa Bangko-bangko, Lombok Barat, yang merasa menjadi korban intimidasi oleh pihak Dinas Kehutanan NTB dan BKSDA NTB. ‘’Kami juga telah memberikan surat permohonan pelindungan bagi warga,’’ tambah Ridha.
Surat permohonan perlindungan ini sendiri dimohon oleh warga kepada Komnasham. Ini dilakukan mengingat adanya intimidasi, ancaman dan teror yang masih dirasakan warga hingga kini.
Komnasham kemudian mengeluarkan surat bernomer 121/K/PMT/1/2012 yang meminta Kapolda NTB untuk memberikan perlindungan kepada warga. Dari pihak warga Mekaki 20 orang didaftarkan dalam perlindungan itu. sementara dari warga Bangko-bangko mencantumkan delapan nama warga
yang dimohonkan perlindungan.
‘’Selain itu, kami sendiri selaku pendamping meminta perlindungan serupa,’’ ujar Sri Sudarjo ketua BPD Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) NTB selaku pendamping pelapor.
Seperti diketahui sejumlah warga yang didampingi LCKI NTB mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasai Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Senin (16/1).
Mereka mengadukan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan PT. Teluk Mekaki Indah (TMI) tahun 2008 silam. Warga menyebut saat itu sejumlah orang yang diduga berasal dari PT TMI membakar rumah warga serta melakukan aksi kekerasan. Akibatnya dua warga meninggal dan tujuh orang lainnya luka-luka.
Tindak kekerasan ini sendiri menurut warga berawal dari pengiriman sekitar 144 kepala keluarga yang menghuni kawasan Mekaki, sebagai transmigran oleh Pemda NTB ke Donggala, Sulawesi Tengah pada 1991 silam. Pemda meminta warga keluar dari lahan yang telah turun-temurun ditempati itu dengan alasan, kawasan Mekaki akan dijadikan hutan konservasi.
Namun belakangan sekitar tahun 1997 warga menemukan kejanggalan. Lahan pemukiman mereka tersebut bukan dijadikan areal konservasi namun telah dimiliki oleh sebuah perusahaan pengembang bernama PT TMI.
Warga kemudian kembali dari daerah transmigrasi dan menghuni kembali bekas perkampungan mereka yang telah diratakan itu. Di sinilah gesekan itu bermula. PT TMI yang merasa sebagai pengelola lahan keberatan dengan datangnya penduduk tersebut. Puncaknya pada 2008 silam saat sejumlah rumah warga dibakar yang disertai penganiayaan dan upaya pengusiran.(zul/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MASwings Buka Rute Pontianak-Kuching
Redaktur : Tim Redaksi